Baru saja matahari terbit, langit begitu biru cerah, seperti birunya pandangan masa depan Kang Partela, selepas dilantik menjadi Pimpinan Ranting Rafiyah, Kang Partela sering tersenyum sendiri.
Ia sekarang di pelataran rumahnya, di bawah rindangnya pohon sawo. Burung-burung berlompatan di dahan-dahan. Seperti menyaksikan Kang Partela sedang asyik menyapu halaman. Sambil lamunannya kemana-mana.
Di hatinya berujar sampai lisannya berucap, “Organisasi layaknya rumah yang setiap saat harus dibersihkan supaya orang-orang jenak di dalamnya.”
Tiba-tiba Mbah Binahu menyapa sambil njawil Partela dari belakang, “Apa iya sih Par…”
“Eh… Simbah…kapan datang?”
“Baru saja.”
“Kadingaren isuk-isuk wis tekan kene.”
“Iyo mergo aku arep ngucapke selamat karo awakmu, sekaligus menyampaikan rasa prihatin yang mendalam.”
“Opo kuwi, Mbah, selamat sekaligus prihatin. Sepertinya manis-manis kecut.”
“Selamat karena Sampean diamanahi untuk menjalankan organisasi. Prihatin karena takutnya Sampean gak istiqomah dalam menjalani amanah itu. Setiap amanah pasti membawa konsekuensi hisabnya, kan?”
“Iyo, Mbah, memang berat sebenere. Karena orang-orang yang terpilih saya lihat orang-orang yang sudah sibuk di dunianya masing-masing. Ada yang pemimpin pondok, pemimpin kuburan, penjaga sungai, bahkan petugas pasar. ”
“Mungkin mereka mampu secara ilmu, skill, tapi belum tentu secara waktu. Kata orang Jawa, pinter durung tentu kober.”
“Solusinya gimana, Mbah, untuk menumbuhkan ke-koberan?”
Kecenderungan, hobi, minat, bakat, fadhilah manusia tentunya berbeda-beda. Demikian juga para pengurus. Mereka yang mengurusi sesuatu karena minat akan merasa enjoy dalam menjalaninya. Apalagi sudah merasa cinta dengan yang dikerjakannya, dengan aktivitas sehari-harinya.”
”Dulu Mbah Syadzirin pernah mengibaratkan orang yang hobi sesuatu, berapapun ongkosnya, sesibuk apapun pasti ia ongkosi dan diluangkan waktunya. Kamu bisa lihat bukan bagaimana orang hobi burung. Tuannya belum mandi, burungnya sudah dimandikan. Demikian juga dengan berorganisasi.”
”Atau kata pepatah witing trisno jalaran soko kulina. Apakah kita sudah mulai mencintai khidmat kita dalam berorganisasi”
”Tapi ngene, Mbah. Biasane wong kulino kuwi kawitane mergo gelem jajal. Ora gelem jajal amargo ora ngerti manfaate. Yen menurut sampean berorganisasi itu apa manfaatnya, Mbah.”
”Menurutku, akeh manfaate. Pertama, seseorang berorganisasi itu mendidik dirinya untuk mengikis sifat egois, atau selalu mementingkan dirinya sendiri. Karena dalam berorganisasi keputusan tertinggi seharusnya dihasilkan dari musyawarah mufakat, bukan hasil dari improvisasi seorang figur. Bermusyawarah itu kan pendidikan mengurangi ananiyah. Proses musyawarah mendidik kita untuk menumbuhkan rasa toleransi kepada ide-ide orang lain, belajar mendengarkan, memahami, atau dalam istilah Jawa teposalira, bahkan kita sering kali harus legowo dalam menjalani segala sesuatu yang bukan ide kita, tapi karena sudah menjadi kesepakatan bersama. Harus dijalani.”
“Manfaat yang kedua kita bisa selalu khidmat, mengabdi, memberikan pelayanan kepada sesama manusia, dan makhluk. Khidmat dapat mempererat hubungan sosial. Dengan memberikan bantuan atau pelayanan kepada orang lain, akan menumbuhkan sikap saling mencintai, menghargai dan menghormati. Selain itu, khidmat juga dapat meningkatkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama. Semuanya tentu merupakan anjuran agama bukan?”
”Mohon maaf Mbah, tapi yang selama ini saya rasakan dalam berorganisasi, seringkali warga yang khidmat kepada kelangsungan organisasi. Karena tentu untuk mengatasi organisasi yang la yamutu wala yahya ora mutu ngentekke biaya. Atau organisasi yang hidup segan mati pun tak mau. Saya rasa organisasi sendiri belum memberikan pelayanan kepada kebutuhan-kebutuhan warga masyarakat.”
”Sudah tapi belum optimal. Makanya sekarang tugas Sampeyan untuk merubah tradisi organisasi. Yang semula organisasi dilayani oleh masyarakat, sekarang bagaimana caranya agar organisasi melayani apa yang dibutuhkan masyarakat. Semula organisasi memanfaatkan warga, bagaimana sekarang organisasi bisa bermanfaat untuk warga. Mengaca organisasi-organisasi lainnya, biasanya pelayanan dan kemanfaatan itu melalui amal usaha.”
”Saya lihat kebutuhan-kebutuhan masyarakat tentang kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, ekonomi, sudah dilayani oleh organisasi pemerintah, dan ormas lainnya. Atau secara mandiri masyarakat usaha untuk kebutuhannya?”
”Apakah organisasi kita tidak akan berlomba mengambil peran di dalamnya. Pelayanan terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat?”
”Oya, sudah sih, Mbah. Tapi masih sebatas pelayanan sektor keagamaan dan pendidikan”.
“Bener sudah ada? Apakah kedua sektor itu muncul berawal dari organisasi, atau dari masyarakat yang kemudian biasanya organisasi cukup urun stempel sama kop.”
”Ya jelas dari masyarakat tho, Mbah. Wong masyarakat itu yang melahirkan organisasi, bukan organisasi melahirkan masyarakat.”
”Sip”
Ahmad Saifullah, jurnalis freelance
Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Ahmad Zahid Ali