Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
No Result
View All Result
Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
Home Sejarah

Zionisme: Sejarah, Ideologi, dan Kontroversi di Tanah Palestina

Ahmad Saifullah by Ahmad Saifullah
July 6, 2025
in Sejarah
0
Zionisme: Sejarah, Ideologi, dan Kontroversi di Tanah Palestina
0
SHARES
45
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Sejarah Zionisme

Hijrahnya Yahudi ke Palestina adalah hasil inisiatif gerakan Zionis sedunia. Ide ini terwujud pasca perjanjian Zionis pertama, World Zionist Organization (WZO), pada tahun 1897 di Basel, Swiss, yang menjadi titik tolak imigrasi tersebut. Namun demikian, imigrasi Yahudi baru terjadi 20 tahun setelah perjanjian itu, tepatnya setelah Sir Arthur Balfour, seorang Zionis Kristen yang menjadi Menteri Luar Negeri Kerajaan Inggris, mengizinkan perpindahan Yahudi dari seluruh dunia ke Palestina melalui satu deklarasi yang dikenal sebagai The Balfour Declaration pada tahun 1917.

Untuk menyikapi isu Palestina, seseorang sebaiknya melihat proses sejarah awal mula terbentuknya Zionisme, dan tidak hanya melihat potongan sejarah atau isu politik yang terjadi. Tanpa hal tersebut, banyak sarjana terjebak pada anggapan bahwa isu Palestina hanyalah percekcokan antara dua bangsa yang memperebutkan hak atas sebidang tanah. Perlu dipahami bahwa isu Palestina tidak diawali dengan perebutan tanah, melainkan ketika bangsa Yahudi datang dari berbagai penjuru dunia, meninggalkan tanah air mereka untuk berhijrah ke Palestina, lalu menjajah dan mengusir penduduk aslinya.

Bangsa Yahudi bukan berasal dari satu kelompok. Pada awalnya, mereka adalah bangsa yang bernasib tidak mujur karena selalu mengalami diaspora dan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Bagi Yahudi keturunan Ashkenazi, yang berasal dari wilayah Khazar, Rusia, menurut Arthur Koestler—pengarang buku The 13th Tribe—kebanyakan berasal dari Eropa, Rusia, Eropa Barat, Amerika, dan Amerika Selatan.

Adapun Yahudi keturunan Shephardi (keturunan Bani Israel), kebanyakan berasal dari Irak, Yaman, Maghribi, negara-negara Arab di sekitarnya, serta dari negara-negara Afrika. Gerakan Zionislah yang menyatukan mereka di bawah satu cita-cita, hingga akhirnya mereka berkumpul di tanah Palestina yang mereka sebut Eretz Yisrael (Tanah Israel).

Buku Theodor Herzl (penggagas gerakan Zionis) yang berjudul Der Judenstaat (The Jewish State) pada tahun 1896 telah meniupkan semangat baru kepada mereka untuk berhimpun di Palestina setelah sekian lama hidup bertebaran di berbagai penjuru dunia.

Motivasi Hijrah ke Palestina

Persoalannya, motivasi apakah yang membuat mereka begitu bernafsu meninggalkan tanah kelahiran mereka di Eropa, Amerika, dan seluruh dunia untuk mendiami padang pasir Palestina? Dalam hal ini, kita dapat merujuk pada Kitab Perjanjian Lama (Old Testament) yang menjadi rujukan utama para agamawan Yahudi. Kita juga dapat merujuk pada tulisan-tulisan para sarjana Yahudi yang dianggap memiliki otoritas dalam bidang sejarah Yahudi.

Menurut kajian sejarah, sebab utama yang mendorong kaum Yahudi berhijrah ke Palestina adalah karena doktrin agama. Bagi kaum Yahudi—baik yang taat terhadap ajaran maupun yang sekuler—mereka tetap meyakini bahwa Palestina merupakan tanah yang dijanjikan oleh Yahweh (Tuhan umat Yahudi) kepada bangsa Yahudi. Teori ini mendapat banyak kritik dari para sarjana Yahudi, baik dari kalangan liberal hingga ortodoks.

Bagi para pengkritik, agama bukanlah faktor utama yang memotivasi kaum Yahudi dari seluruh dunia untuk berhijrah ke Palestina. Menurut mereka, faktor politik, sosial-ekonomi, pengaruh nasionalisme di Eropa, kolonialisme, serta anti-Semitisme yang melanda masyarakat Barat saat itu adalah pendorong utama di balik ide pembentukan negara Yahudi di Palestina.

Pandangan pertama kebanyakan dianut oleh orang-orang Yahudi yang beriman bahwa Yahweh telah menjanjikan kepada bangsa Yahudi tanah Palestina melalui Nabi Ibrahim, sebagaimana termaktub dalam Kitab Kejadian:

“Kepada keturunanmu akan Kuberikan tanah ini.” (Kejadian 12:7)

Juga disebutkan dalam Kejadian 13:15:

“Seluruh tanah yang dapat kamu lihat akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya.”

Firman tersebut disampaikan ketika Nabi Ibrahim berdiri di atas bukit berdekatan dengan Betel.

Lebih terperinci lagi, dalam Kejadian 15:18 disebutkan:

“Kepada keturunanmu telah Kuberikan tanah ini, dari sungai Mesir hingga sungai besar Efrat.”

Theodor Herzl, seorang ateis, juga merujuk pada ayat Kejadian 15:18 sebagai dasar bagi pendirian negara Israel (Eretz Yisrael). Persoalannya, adakah bukti dari Taurat yang benar-benar dapat dijadikan legitimasi atas kepulangan mereka ke Palestina? Persoalan ini telah dijawab oleh para pakar Perjanjian Lama dari berbagai sudut pandang.

Salah satu jawaban atas persoalan tersebut adalah penafsiran terhadap kata thy seed (keturunanmu), atau siapa yang sebenarnya berhak mewarisi tanah Palestina, khususnya kota Baitul Maqdis yang mereka sebut sebagai Yerusalem. Apakah lafaz thy seed hanya merujuk kepada bangsa Yahudi?

Dr. Alfred Guillaume, profesor dan pakar studi Kitab Perjanjian Lama dari University of London, menyatakan:

“Umumnya diyakini bahwa janji-janji itu diberikan kepada orang Yahudi, dan hanya kepada mereka. Namun, itu bukan yang tertulis dalam Alkitab. Kata-kata ‘kepada keturunanmu’ secara otomatis mencakup orang Arab—baik Muslim maupun Kristen—yang mengklaim keturunan dari Ibrahim melalui anaknya Ismail.”

Menurut Guillaume, ayat dalam Kejadian 21:10–12 merupakan penafsiran atas lafaz thy seed, sebagaimana Yahweh telah berfirman kepada Ibrahim:

“Janganlah engkau bersedih karena anak itu dan karena hambamu; lakukanlah semua yang dikatakan Sarah kepadamu, karena Ishaklah yang akan disebut keturunanmu. Tetapi anak dari hambamu (Ismail) pun akan Kujadikan suatu bangsa, karena dia adalah keturunanmu.”

Guillaume menambahkan bahwa tidak benar jika keturunan Ishak (Ishaq) disebut sebagai Israelites (Bani Israel). Justru yang lebih layak menyandang istilah Bani Israil adalah keturunan Ismail, karena Ismail lebih sesuai untuk dinisbatkan kepada Nabi Ibrahim, dan dari keturunan Ismail-lah pihak yang paling layak disebut thy seed. Artinya, bangsa Arab lebih berhak atas tanah yang dijanjikan tersebut.

Lebih lanjut, Guillaume menegaskan bahwa jika perjanjian Yahweh kepada Nabi Ibrahim tentang pewarisan bumi Kanaan (Palestina) benar adanya, maka pewarisan tersebut secara logis dilakukan dalam peristiwa sunat (khitan) terhadap salah satu anak Ibrahim (Kejadian 17:8). Ayat tersebut menunjukkan bahwa anak yang dikhitan adalah Ismail, karena Ishak saat itu bahkan belum dilahirkan.

Menurut Arthur Koestler, seorang pakar sejarah, mayoritas bangsa Yahudi yang mendukung ide Zionisme dan hijrah ke tanah yang dijanjikan berasal dari keturunan Ashkenazi. Yahudi Ashkenazi bukanlah keturunan Bani Israil (Ya’qub), melainkan berasal dari bangsa Khazar di Rusia yang memeluk agama Yahudi. Diperkirakan, 70% Yahudi yang berada di Palestina saat ini adalah keturunan Ashkenazi. Oleh karena itu, mereka tidak layak menyandang gelar thy seed karena tidak memiliki hubungan langsung dengan Nabi Ibrahim.

Kehilangan Tanah dan Batalnya Pewarisan

Ketiga, jika memang bumi Palestina dijanjikan kepada kaum Yahudi, maka mereka hanya berhak mendudukinya sebagian. Faktanya, Yahudi telah kehilangan dan meninggalkan tanah itu sebanyak dua kali. Pertama, ketika mereka diserang oleh Nebukadnezar pada tahun 586 SM dan sekelompok dari mereka berhijrah ke Babilonia. Kedua, pada tahun 70 M saat mereka diserang oleh Titus dari Kekaisaran Romawi, hingga akhirnya Yahudi terakhir meninggalkan bumi Palestina pada tahun 132 M.

Artinya, kalaupun Palestina adalah tanah yang dijanjikan, pewarisan atas tanah itu sudah gugur karena umat Yahudi tidak dapat menjaganya. Yahweh telah menunaikan janji tersebut, namun mereka gagal mempertahankannya. Maka, janji itu hanya berlaku untuk perjanjian awal dan tidak berlaku bagi klaim-klaim sesudahnya.

Bagi kelompok yang menggunakan alasan agama, mereka berdalil pada pendudukan Bani Israel di wilayah tersebut pada masa Yosua bin Nun, Daud, dan Sulaiman, serta keturunan mereka yang berkuasa selama beberapa abad sebagaimana tertulis dalam kitab The Kings dalam Perjanjian Lama. Dalil ini tidak hanya dipercayai oleh orang Yahudi, tetapi juga oleh sebagian umat Kristen Protestan. Kini, kelompok tersebut memiliki lembaga bernama International Christian Embassy in Jerusalem (ICEJ) yang berbasis di Baitul Maqdis dan merupakan pendukung kuat pembentukan negara Yahudi.

Kaum Yahudi, sebagaimana diriwayatkan dalam Perjanjian Lama, memang pernah mendiami dan berkuasa di Palestina. Maka, mereka merasa berhak kembali ke tanah itu atas dasar nilai sejarah dan kenangan masa lalu yang terpatri di sana. Usaha untuk mengembalikan mereka pun dianggap sebagai usaha yang bersifat “ketuhanan” dan sesuai dengan isi Perjanjian Lama, juga dalam rangka menghidupkan kembali kejayaan masa para nabi.

Penolakan Yahudi Ortodoks

Dalil tersebut ditolak oleh kelompok Yahudi Ortodoks yang berpegang pada ajaran otentik Yahudi, seperti kelompok Naturei Karta yang bermazhab Hasidim. Menurut mereka, akidah yang benar menyatakan bahwa setelah mereka diusir dari Palestina oleh Nebukadnezar, mereka tidak boleh kembali sampai datangnya Messiah (Al-Masih) di akhir zaman, yang akan membawa mereka pulang dan memimpin mereka. Selama Messiah belum muncul, maka haram hukumnya bagi kaum Yahudi untuk kembali ke tanah leluhur mereka. Ini pula yang menjadi inti ajaran Talmud (Mishnah Torah), yaitu kitab tafsir terhadap Perjanjian Lama mereka.

Ketika gerakan Zionis muncul pada tahun 1897 dengan ide Herzl untuk mengembalikan orang Yahudi ke Palestina dan membentuk negara mereka sendiri, kaum Yahudi Ortodoks menolaknya. Para rabi Yahudi di Eropa bahkan mengeluarkan fatwa bahwa Herzl telah murtad dan bahwa gerakan Zionisme adalah sesat dan menyesatkan. Seandainya tidak ada fatwa Rabbi Cook the Elder pada tahun 1925, serta peristiwa Holocaust dan dukungan kaum Zionis Kristen di Eropa, niscaya proyek Zionisme tidak akan mendapat dukungan mayoritas dari kaum Yahudi. Oleh karena itu, hingga kini masih ada sebagian Yahudi Ortodoks di Eropa, Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan Afrika Selatan yang menentang pendirian negara Israel dan gerakan Zionisme.

Penolakan Tokoh dan Cendekiawan

Penentangan terhadap Zionisme dan berdirinya negara Israel juga disuarakan oleh fisikawan Albert Einstein yang notabene beragama Yahudi. Dalam suratnya kepada Mr. Shepard Rifkin, Direktur American Friends of the Fighters for the Freedom of Israel (Komunitas Warga Amerika untuk Kemerdekaan Israel), ia menuliskan:

“Ketika bencana nyata dan terakhir menimpa kita di Palestina, pihak pertama yang harus bertanggung jawab adalah Inggris, dan pihak kedua adalah organisasi teroris yang dibentuk dari kalangan kita sendiri (Zionis).
Saya tidak ingin melihat siapa pun dikaitkan dengan orang-orang yang sesat dan kriminal itu.”

Michael Prior, Ilan Pappé, dan Elizabeth Barlow (lihat: Prior, 2005, Speaking the Truth) juga menyampaikan kritik yang tajam. Menurut mereka, kekeliruan kaum Kristen Protestan yang menjadi pendukung gerakan Kristen-Zionis adalah kesalahan dalam memahami teks Perjanjian Lama.

Mereka seharusnya membaca isi Kitab Raja-raja (The Kings) hanya sebagai kisah sejarah, bukan sebagai perintah suci untuk merebut kembali tanah yang dijanjikan. Menurut Barlow, tidak ada dalil dalam Perjanjian Lama yang memerintahkan umat Yahudi maupun Kristen untuk mengulangi peristiwa tersebut dengan membawa orang Yahudi kembali ke Palestina. Semua itu hanyalah tafsiran yang menyimpang dari maksud nash kitab suci mereka.

Kesimpulan

Apa pun dalih mereka, jelas bahwa penafsiran terhadap agama dan kitab suci mereka sangat lemah. Sebagian besar penafsiran yang dilakukan oleh kalangan Zionis hanya bertujuan untuk membenarkan keberadaan mereka di tanah Palestina. Golongan Zionis sadar bahwa proyek Eretz Yisrael bertentangan dengan akidah Yahudi, sehingga mereka merasa perlu mencari pembenaran melalui tafsir atas Kitab Taurat (Torah) untuk mendukung usaha mereka—yang pada dasarnya lahir dari pengaruh nasionalisme dan imperialisme yang kuat di Eropa pada saat ide persatuan Yahudi sedunia mencuat.

Tidak mengherankan jika Herzl di akhir hayatnya bahkan mengubah pendiriannya dan mengusulkan agar Eretz Yisrael dipindahkan dari Palestina ke Uganda. Jika memang perintah tersebut adalah perintah ilahi, mengapa bisa berpindah tempat? Apa kata dunia?


Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra

Tags: israelPalestinayahudizionisme
Previous Post

Hutang Mayit dalam Pandangan Islam

Next Post

Pimpinan Pusat Rifa’iyah Terbitkan Pengumuman Resmi Pelaksanaan Ziarah 16 Muharram Rifa’iyah se Jawa Barat

Ahmad Saifullah

Ahmad Saifullah

Jurnalis Freelance

Next Post
Pimpinan Pusat Rifa’iyah Terbitkan Pengumuman Resmi Pelaksanaan Ziarah 16 Muharram Rifa’iyah se Jawa Barat

Pimpinan Pusat Rifa’iyah Terbitkan Pengumuman Resmi Pelaksanaan Ziarah 16 Muharram Rifa'iyah se Jawa Barat

  • Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rukun Islam Satu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rifa’iyah Seragamkan Jadwal Ziarah Makam Masyayikh di Jalur Pantura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kembali ke Rumah: Ayo Mondok di Pesantren Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Rifa’iyah dan Organisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Rifa'iyah

Menjaga Tradisi, Menyongsong Masa Depan

Kategori

  • Bahtsul Masail
  • Berita
  • Cerpen
  • Keislaman
  • Khutbah
  • Kolom
  • Nadhom
  • Nasional
  • Sejarah
  • Tokoh
  • Video

Sejarah

  • Rifa’iyah
  • AMRI
  • UMRI
  • LFR
  • Baranusa

Informasi

  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Visi Misi
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 Rifaiyah.or.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen

© 2025 Rifaiyah.or.id