K. Tariman adalah sosok ulama kharismatik yang dikenal luas karena kealimannya, nama aslinya Taabbud. Nama K. Tariman dikenal karena nama putra pertama. Perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan, serta berbagai karomah (karunia luar biasa) yang dikenang oleh masyarakat dan keturunannya. Berikut adalah kisah perjalanan hidup beliau yang menarik, disarikan dari wawancara bersama H. Syatori, salah satu keturunannya yang juga shohibul maqbaroh (penjaga makam) K. Tariman.
Asal Usul dan Perjalanan Hidup
K. Tariman berasal dari Brug Plengkung (Jembatan Melengkung) di desa Karang Dowo, Pekalongan. Beliau merantau ke berbagai tempat dalam rangka ma’isyah (mencari penghidupan). Dalam perjalanannya, beliau sempat tinggal di Sukawera Indramayu, di mana beliau menikah dan dikaruniai seorang anak bernama Mbah Arjo. Mbah Arjo dikenal sering tidak makan minum tetapi sekali makan bisa menghabiskan beberapa bakul nasi. Mbah Arjo tidak mempunyai keturunan dan meninggal dimakamkan di pemakaman umum Kampung Sepatkerep, Karawang.
Sebelum menetap di Sepatkerep (Karawang), K. Tariman sempat singgah di daerah Cikalong Kebon, Karawang. Sampai di Sepatkerep, beliau menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Mbak Imol dan dikaruniai beberapa anak, di antaranya Mbah Kyai Thalab dan Mbah Kyai Dahir.
Perjumpaan dengan Ajaran Rifa’iyah
Meski Beliau bukan berasal dari lingkungan Rifa’iyah, K. Tariman dikenal sebagai sosok yang alim. Perkenalannya dengan ajaran Rifa’iyah bermula saat bertemu dengan Kiai Mukmin dari dusun Banteng Ompong Karawang, seorang ulama yang berasal dari Tegal Jawa Tengah. Terinspirasi oleh kealiman Kiai Mukmin, K. Tariman memutuskan untuk memperdalam ilmu agama di pesantren Karang Sambung, Wonosobo, asuhan Mbah Kyai Busro.
Yang luar biasa, beliau menempuh perjalanan dari Sepatkerep ke Wonosobo dengan berjalan kaki, hingga menghabiskan 14 pasang sandal bakiak. Di Wonosobo, selain belajar, beliau juga mengajar para santri, menjadikan namanya mulai dikenal luas.
Nama dan Lokasi Makam
Di Wonosobo, beliau dikenal dengan nama Mbah Tariman, sedangkan di Karawang masyarakat juga mengenalnya Mbah Taabud.
Setelah wafat, sempat terjadi perdebatan mengenai lokasi pemakaman beliau. Beberapa ulama setempat menginginkan agar jenazah beliau dimakamkan di depan masjid, namun karena ada perbedaan pendapat, akhirnya beliau dimakamkan di tanah miliknya sendiri yang saat itu masih berupa kebun penuh ilalang. Makam tersebut kini terletak di belakang Pondok Masuhi, di samping Musala Uswatun Hasanah.
Karomah dan Keistimewaan K. Tariman
K. Tariman dikenal memiliki beberapa karomah yang diyakini oleh masyarakat sekitar, antara lain:
- Wibawa luar biasa: Suatu ketika, di dalam kereta api, beliau memarahi penumpang yang merokok. Semua orang yang melihatnya menjadi takut dan segan karena wibawanya yang besar.
- Suara dehem yang mengguncang: Pernah suatu hari ada seseorang yang menjala ikan di kolam masjid. Saat mendengar dehem dari rumah K. Tariman yang tidak jauh dari masjid, orang tersebut langsung ketakutan hingga gemetar dan menghentikan perbuatannya.
- Sering keluar 25 ekor macan saat anak keturunannya mendapatkan masalah.
- Cahaya dari makam: Beberapa saksi mata mengaku pernah melihat cahaya terang seperti sinar obor yang keluar dari makam beliau dan menjulang ke langit.
- Kisah ini disampaikan oleh putra almarhum Mbah Hambali Tanahbaya Kang In, yang pernah berziarah ke makam K. Tariman. Beliau mengatakan aura makam ini begitu kuat dibandingkan makam wali yang lain.
Warisan dan Keturunan
Tanah tempat dimakamkannya K. Tariman diwariskan kepada anak keturunannya, yaitu Bapak Kasmawi merupakan suami dari anak Mbah Tariman, Ibu Jariah. Dari pernikahan tersebut lahirlah Kyai Hasbullah, ayah dari Bapak Haji Syatori, yang kini menjadi penjaga makam sekaligus pelestari sejarah K. Tariman dan ajaran Rifa’iyah yang sekarang menjabat sebagai Dewan Syuro Pimpinan Pusat Rifaiyah.
Referensi: https://www.youtube.com/watch?v=7VFs5u0zbPY
Penulis: Yusril Mahendra & Hasbi Masroni
Editor: Yusril Mahendra