Tauhid Sebagai Dasar Kewaspadaan
Kewaspadaan tertinggi bagi manusia adalah mengesakan Allah dalam kehidupannya. Pertimbangan utama dalam melakukan apa pun di dunia ini hanyalah Allah semata. Misalnya, ketika ada uang satu kardus yang disodorkan sebagai bentuk aspirasi dari wakil rakyat, hal itu tidak dipandang sebagai kesempatan dan kenikmatan. Akan tetapi, justru harus disikapi dengan kewaspadaan: Apakah Allah meridai jika kita menerimanya?
Pertarungan Nafsu dan Akal
Nafsu biasanya berusaha membela diri dengan was-was, “Ini kan bisa bermanfaat untuk orang banyak. Bukankah manfaat itu baik, apalagi untuk orang banyak?” Namun, suara akal mengingatkan, “Bukankah dengan kamu menerima bantuan itu berarti membantunya untuk korupsi, karena mereka meminta jatah potongan hingga 30% dari bantuan tersebut? Ingat, wala ta’awanu ‘alal itsmi wal-‘udwan. Jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.”
Dengan demikian, manusia dituntut untuk selalu menimbang antara suara nafsu dan suara akal.
Kesalahan Kolektif di Masyarakat
Di masyarakat telah muncul keyakinan massal (mainstream) bahwa segala sesuatu yang diperuntukkan bagi orang banyak tidak perlu dipermasalahkan asal-usulnya, apakah dari hasil korupsi atau bukan. Selain itu, kemanfaatan untuk orang banyak sering dianggap sebagai mesin cuci bagi kesalahan dan dosa, semacam money laundering bagi kronik korupsi yang sistemik.
Kaidah Kewaspadaan Menurut KH. Ahmad Rifa’i
Peperangan argumentasi dari dalam diri tentang baik-buruk, halal-haram, sering membingungkan. Oleh karena itu, hal ini harus dihadapi dengan kaidah kewaspadaan yang diberikan oleh KH. Ahmad Rifa’i dalam kitab Tarajumah. Dalam beberapa kitab tersebut, beliau memberi kaidah kewaspadaan dengan ungkapan “ora tentu”. Misalnya, dalam kitab Irsyad tertulis:
“Ora tentu wong sembahyang iku wedi ing Pangerane. Tinemu anane wong shalat gawe gede dosane.”
“Tidak tentu orang melakukan sembahyang karena takut kepada Tuhan. Kenyataannya banyak orang shalat justru melakukan dosa besar.”
Thariqat Ora Tentu sebagai Jalan Tauhid
Metode ini dapat menjadi thariqat kewaspadaan dalam hidup kita. Misalnya, dalam menerima bantuan dapat diterapkan kaidah tersebut:
“Ora tentu bantuan iku kanikmatan. Tinemu anane bantuan gawe kamedlaratan.”
Dengan kata lain, thariqat ora tentu… tinemu… ini sangat tauhid. Saripatinya berasal dari kalimat tauhid yang menegaskan bahwa segala sesuatu di dunia ini sifatnya ora tentu, atau dalam bahasa syahadat tauhid disebut laa ilaaha. Sebab yang pasti hanyalah illaAllah (hanya Allah).
Dunia yang Tidak Pasti
Segala sesuatu selain Allah dan Rasulullah tidaklah pasti. Menurut Mbah Rifa’i, sifate dunya iku owah-owah. Oleh karena itu, bagaimana mungkin kita memastikan sesuatu yang sifatnya tidak pasti? Sangat mudah mempercayai manusia, padahal dalam dirinya terdapat qalb yang sifat dasarnya muqallib (sering berubah-ubah alias ora tentu).
Maka, kepastian dalam hidup hanya satu: Selain Allah dan Rasulullah, hoaks.
Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra