Rifaiyah.or.id – Raka duduk di kursi sebuah kafe 24 jam, secangkir kopi hitam di depannya sudah dingin. Pikirannya masih tertinggal pada pertemuan tadi sore. Nama besar Surya Atmadja seperti magnet: bisa mengangkat konsultan kecilnya ke panggung nasional hanya dalam hitungan bulan. Tapi ia tahu, magnet yang terlalu kuat juga bisa menarik ke dalam lubang yang tak terhindarkan.
Telepon genggamnya bergetar. Pesan masuk:
“Kami tunggu jawaban malam ini. Jangan buat keadaan jadi rumit. – S.”
Raka menarik napas panjang. Ia menuliskan balasan singkat:
“Besok kita bicara lagi. Saya butuh waktu.”
Pertemuan Rahasia
Keesokan paginya, Raka memilih bertemu dengan Arini, seorang jurnalis investigasi yang dulu pernah meliput tentang dirinya.
“Surya Atmadja? Kau serius?” Arini nyaris berbisik, matanya membesar.
“Aku tahu dia licin,” jawab Raka. “Tapi aku ingin bukti lebih kuat, bukan sekadar gosip.”
Arini membuka laptopnya, menampilkan data-data proyek mangkrak yang melibatkan perusahaan Surya.
“Kalau kau terima tawarannya, namamu hanya akan jadi cap stempel legalitas. Dia butuh reputasimu untuk menutupi permainan kotor.”
Raka menatap layar itu, dadanya makin berat. Di satu sisi, Arini benar. Di sisi lain, konsultan kecilnya butuh kontrak besar agar tetap hidup.
Tekanan Meningkat
Sore harinya, dua pria berbadan tegap yang kemarin menemuinya sudah berdiri di depan kantor rukonya.
“Mas Raka,” salah satunya berkata datar, “bos kami kecewa. Tapi masih memberi kesempatan. Jangan bikin keputusan yang salah.”
Nada suaranya dingin, tapi jelas itu ancaman. Mereka meninggalkan kartu nama kosong, hanya nomor ponsel tanpa identitas.
Raka menutup pintu kantornya rapat-rapat. Naluri petarungnya bergetar. Ia sadar, ini bukan lagi sekadar urusan bisnis. Ini perang terbuka.
Kilas Balik
Malamnya, ia kembali teringat masa SMA, saat pertama kali ikut kompetisi karate nasional. Lawannya jauh lebih tinggi dan kuat. Semua orang di tribun menebak ia akan kalah. Tapi ia menang, bukan karena pukulannya lebih keras, melainkan karena kesabaran membaca celah lawan.
“Kesabaran dan strategi lebih kuat daripada tenaga,” pesan sensei-nya dulu.
Kata-kata itu kini bergema lagi di kepalanya.
Titik Awal Perlawanan
Raka membuka laptopnya. Ia mulai menuliskan laporan internal, lengkap dengan bukti rekam jejak vendor Surya. Bukan untuk diserahkan kepada Surya, tapi untuk disebar ke jaringan sahabat-sahabatnya yang masih punya posisi penting di berbagai lembaga.
Jika ia tak bisa menolak Surya secara frontal, ia akan melawan dengan cara lain: membuka kebenaran ke publik.
Tapi ia tahu, langkah ini berisiko besar. Surya bukan tipe pengusaha yang tinggal diam jika rahasianya terbongkar.
Di luar jendela, mobil hitam yang sama kemarin tampak berhenti. Mesin menyala. Seolah menunggu.
Raka mengepalkan tangannya. “Baiklah. Jika ini jalan yang harus kuhadapi, aku tidak akan mundur.”
Bersambung…
Baca Sebelumnya: Cerbung: Bayangan Anggaran (Eps. 2)
Penulis: Ahmad Zahid Ali
Editor: Ahmad Zahid Ali