Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
No Result
View All Result
Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
Home Kolom

Regenerasi Ideologis: Peran Pemuda Rifa’iyah dalam Melajutkan Tradisi Tarajumah di Tengah Tantangan Modernitas

Tim Redaksi by Tim Redaksi
November 4, 2025
in Kolom
0
Regenerasi Ideologis: Peran Pemuda Rifa’iyah dalam Melajutkan Tradisi Tarajumah di Tengah Tantangan Modernitas
0
SHARES
20
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Latar Belakang

Perguruan Tinggi Keagamaan Islam bernaung di bawah Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) memiliki tanggung jawab untuk mencetak generasi yang tidak hanya menguasai ilmu agama tetapi juga berkarakter pembaharu dan pejuang, sebuah semangat yang diwariskan oleh ulama seperti KH. Ahmad Rifa’i dari Jawa Tengah. Warisan intelektualnya yang tertuang dalam puluhan kitab Tarajumah merupakan khazanah yang sangat berharga. Namun, di era disrupsi informasi dan globalisasi saat ini, warisan tersebut menghadapi tantangan serius dalam hal regenerasi dan relevansinya di kalangan pemuda. Oleh karena itu, tulisan ini berfokus pada upaya merevitalisasi peran organisasi pemuda Angkatan Muda Rifa’iyah (AMRI) sebagai garda depan dalam melestarikan dan mengaktualisasikan pemikiran KH. Ahmad Rifa’i.

Pemikiran KH. Ahmad Rifa’i memiliki signifikansi yang mendalam. Sejarawan Martin van Bruinessen mencatatnya sebagai tokoh “puritan” atau pembaharu awal di Jawa yang gigih menentang kolonialisme dan takhayul (Bruinessen, 1995). Pemikirannya yang dituangkan dalam syair (nadzam) berbahasa Jawa aksara Pegon memungkinkan akses pendidikan yang luas sekaligus menjadi alat kritik sosial. Lahir sekitar tahun 1786 M di Kendal dan pernah menimba ilmu di Makkah, sepulangnya ke tanah air, Rifa’i mendirikan pesantren dan menulis kitab-kitab Tarajumah yang kritis, sehingga pada tahun 1859 M diasingkan oleh Belanda ke Ambon (Darban, 2000) Kitab-kitabnya, seperti “Ri’ayah al-Himmah” yang berisi kutipan tegas anti-penjajahan, tidak hanya mengajarkan agama tetapi juga membangun kesadaran politik dan sosial masyarakat (Darban, 2000:87).

Meskipun aspek historis dan teologis pemikiran Rifa’i telah banyak diteliti, terdapat kesenjangan penelitian yang signifikan. Pertama, minimnya studi yang secara khusus membahas peran strategis AMRI sebagai ujung tombak regenerasi dalam menghadapi tantangan era digital. Kedua, belum ada penelitian mendalam mengenai sejauh mana pemuda Rifa’iyah (generasi milenial dan Gen-Z) memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai perjuangan Rifa’i untuk menjawab masalah kontemporer seperti hoaks, radikalisme, dan ketimpangan sosial. Berdasarkan kesenjangan ini, tulisan ini mencoba untuk menganalisis peran, strategi, dan tantangan AMRI, dengan tujuan akhir menghasilkan model efektif bagi pemuda Aswaja dalam menjaga relevansi warisan ulama pejuang lokal di tengah disrupsi global.

Konsep Rifa’iyah dan Warisan Tarajumah

Gerakan Rifa’iyah adalah subjek yang kaya dalam studi sejarah sosial-keagamaan di Indonesia. Secara esensial, Rifa’iyah adalah gerakan Islam lokal yang bermula dari usaha purifikasi (pemurnian) dan perlawanan sosial-politik di Jawa Tengah pada abad ke-19, dipimpin oleh KH. Ahmad Rifa’i. Gerakan ini dianggap sebagai proto-nasionalisme keagamaan, di mana perlawanan terhadap kolonialisme Belanda menyampaikan melalui penolakan terhadap ulama yang bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Pilar utama dari gerakan ini adalah Kitab Tarajumah . Tarajumah bukan sekadar terjemahan, melainkan kitab-kitab hukum Islam (fikih, tauhid, tasawuf) yang disusun KH. Ahmad Rifa’i dalam bahasa Jawa beraksara Pegon, tujuannya adalah memutus ketergantungan masyarakat awam terhadap ulama istana dan memastikan pemahaman syariat yang murni. Oleh karena itu, Tarajumah berfungsi sebagai artefak ideologi yang menopang identitas Rifa’iyah, tekanan pada pelaksanaan syariat yang syamil (lengkap) dan kamil (sempurna) serta menuntut kemandirian dari kekuasaan asing.

Studi Terdahulu dan Posisi Rifa’iyah dalam Islam Nusantara

Studi-studi awal yang menjadi referensi utama dalam memahami Rifa’iyah adalah karya dari Sartono Kartodirdjo dan Ahmad Adaby Darban . Kartodirdjo, melalui karyanya Protest Movements in Rural Java , menempatkan Rifa’iyah sebagai salah satu bentuk gerakan protes pedesaan yang berbasis agama dan resistensi sosial terhadap struktur kekuasaan kolonial, menyoroti dimensi sosiologis dari pengaruhnya di kalangan masyarakat petani. Sementara itu, Darban dalam tesisnya, Gerakan Sosial Keagamaan Rifa’iyah di Pedesaan Jawa Tengah 1850-1982 , memberikan analisis yang lebih komprehensif mengenai latar belakang konflik sosial-keagamaan, dan upaya institusionalisasi Rifa’iyah. Sementara dalam bukunya Darban (2000) yang berjudul “Sejarah KH. Ahmad Rifa’i dan Rifa’iyah: Ulama dan Gerakan Puritan di Jawa” (Yogyakarta: Yayasan Penelitian Mataram). Buku ini menjadi rujukan primer yang menguraikan biografi, jaringan intelektual di Makkah, serta doktrin-doktrin pemikiran Rifa’i yang anti-kolonial, dengan merujuk langsung pada naskah-naskah kuno dan arsip kolonial. Darban menempatkan Rifa’i sebagai bagian dari gerakan pembaruan Islam abad ke-19 di Jawa.

Posisi Rifa’iyah dalam konteks Islam Nusantara menjadi unik: meskipun memiliki ciri puritan (mirip Muhammadiyah dalam hal anti-sinkretisme), Rifa’iyah menggunakan pendekatan literasi yang sangat lokal (Tarajumah) dan memiliki warisan perlawanan politik yang lebih tegas di tingkat akar rumput. Namun, studi-studi ini sebagian besar fokus pada dinamika konflik dan kelangsungan hidup hingga Orde Baru. Oleh karena itu, gap penelitian ini terletak pada analisis bagaimana gerakan-gerakan yang secara historis bersifat defensif dan puritan ini mampu melakukan regenerasi ideologi melalui pemuda (AMRI) di era digital pasca-Reformasi.

Kontinuitas Gerakan Sosial dan Regenerasi

Untuk menganalisis perpindahan Rifa’iyah di era modern, kajian ini menggunakan Teori Kontinuitas Gerakan Sosial (TGS). TGS berpendapat bahwa eksistensi gerakan sosial yang berumur panjang sangat bergantung pada kemampuannya menjaga ideologi kohesi sambil melakukan strategi adaptasi terhadap lingkungan sosial dan politik yang berubah. Dalam konteks Rifa’iyah, kontinuitas gerakan tidak hanya diukur dari jumlah anggota, tetapi dari keberhasilan regenerasi ideologi yaitu kemampuan Angkatan Muda Rifa’iyah (AMRI) untuk menginternalisasi, memelihara, dan mendistribusikan nilai-nilai inti Tarajumah melalui mekanisme dakwah yang relevan dengan zaman modern (misalnya, media digital). Dengan demikian, kerangka teori ini akan menuntun analisis terhadap strategi AMRI sebagai jembatan yang menghubungkan ideologi puritan historis dengan tantangan pluralisme, teknologi, dan globalisasi saat ini.

Tarajumah dan Transformasi Literasi Digital Pemuda

Kontinuitas gerakan Rifa’iyah di era kontemporer secara fundamental ditopang oleh kemampuan Angkatan Muda Rifa’iyah (AMRI) dalam merekontekstualisasi ajaran inti Kitab Tarajumah. Jika pada abad ke-19 Tarajumah berfungsi sebagai media literasi berbahasa Jawa Pegon untuk mengedukasi masyarakat pedesaan secara tatap muka, kini AMRI memanfaatkan teknologi sebagai sarana dakwah dan edukasi. Peran pemuda Rifa’iyah dalam literasi digital ditandai dengan beberapa kunci strategi. Pertama, pendigitalan naskah Tarajumah dan penyebaran interpretasinya melalui situs web resmi organisasi. Langkah ini memastikan bahwa akses terhadap sumber primer ajaran KH. Ahmad Rifa’i tidak lagi terbatas pada koleksi pesantren, tetapi dapat dijangkau oleh pengikut di berbagai wilayah. Kedua, pemuda secara aktif terlibat dalam pembuatan konten edukasi online. Hal ini mencakup pembuatan video pendek di platform media sosial seperti YouTube dan Instagram yang membahas isu-isu fikih dan akidah berdasarkan referensi dari Tarajumah. Misalnya, konsep purifikasi tauhid dan amal saleh yang ditekankan dalam ajaran Rifa’iyah dikemas dalam format visual yang ringkas dan menarik bagi generasi Z. Strategi dakwah online ini tidak hanya bertujuan menjaga otentisitas ajaran lokal (Jawa-Pegon), tetapi juga memastikan ajaran ini tetap relevan dan mudah diakses, memadukan stigma historis Rifa’iyah sebagai gerakan eksklusif. Transformasi literasi ini menegaskan bahwa regenerasi ideologi Rifa’iyah adalah proses adaptif, di mana medium modern digunakan untuk melestarikan pesan puritan yang berusia lebih dari satu setengah abad.

Kaderisasi AMRI sebagai Penjamin Kontinuitas Ideologis

Keberhasilan transmisi ideologi Rifa’iyah kepada generasi muda terletak pada program kaderisasi AMRI. Sebagai badan otonom organisasi Rifa’iyah, AMRI dirancang untuk menjadi penjamin kontinuitas ideologis yang mampu mengintegrasikan semangat puritanisme historis dengan kebutuhan kepemimpinan di era modern. Struktur kaderisasi AMRI mencakup pelatihan formal dan nonformal yang berjenjang. Program ini secara intensif menanamkan nilai-nilai inti Tarajumah, seperti ketegasan syariat, integritas moral, dan kemandirian beramal.

Penanaman nilai puritanisme ini dilakukan dengan pendekatan yang modern dan kontekstual. Jika di masa lalu puritanisme diterjemahkan sebagai perlawanan fisik terhadap kolonial, kini pemuda mengubahnya menjadi perlawanan terhadap degradasi moral, korupsi, dan ghazwul fikr (perang pemikiran) yang membawa arus globalisasi. Program-program AMRI, seperti pelatihan kepemimpinan dan diskusi tematik, tidak hanya membahas fikih, tetapi juga isu-isu sosial dan politik kontemporer, yang ditanggapi berdasarkan perspektif Tarajumah dan prinsip-prinsip syariat. Dengan memfokuskan kaderisasi pada aspek jiwa kepemimpinan, kreativitas, dan solusi, AMRI memastikan bahwa generasi penerusnya tidak hanya fasih membaca Tarajumah, tetapi juga mampu menjadi ulama dan pemimpin yang adaptif, siap menghadapi tantangan zaman tanpa mengorbankan ketegasan ideologi puritan yang diwariskan oleh KH. Ahmad Rifa’i. Proses ini sangat vital dalam mempertahankan kohesi internal dan mencegah fragmentasi ideologi.

Ekspresi Budaya dan Ekonomi Pemuda: Kasus Batik Rifa’iyah

Regenerasi ideologi Rifa’iyah juga termanifestasi dalam ekspresi budaya dan kemandirian ekonomi, di mana pemuda berperan sebagai motor penggerak. Kasus Batik Rifa’iyah yang berpusat di Kalipucang Wetan, Batang, Jawa Tengah, menjadi contoh nyata penerapan ajaran Tarajumah dalam ranah ekonomi kreatif. Secara historis, KH. Ahmad Rifa’i sangat menekankan kemandirian ekonomi umat sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem kolonial. Prinsip ini diteruskan oleh pemuda Rifa’iyah yang terlibat dalam melestarikan dan mengembangkan batik tersebut.

Keterlibatan pemuda Rifa’iyah di sini bersifat ganda: ekonomi dan identitas . Dari sisi identitas, motif-motif Batik Rifa’iyah sangat terikat pada ajaran agama; ia dikenal karena secara konsisten menghindari penggambaran makhluk bernyawa secara utuh , selaras dengan pandangan KH. Ahmad Rifa’i tentang seni yang terikat pada norma syariat. Motif yang dominan adalah flora, fauna abstrak, atau bentuk geometris. Keterlibatan pemuda dalam produksi, pemasaran (seringkali melalui platform online ), dan pelestarian Batik Rifa’iyah berfungsi sebagai cara untuk: (1) Menghidupkan ekonomi komunitas secara mandiri, dan (2) Menegaskan identitas keagamaan yang unik di ruang publik tanpa harus melakukan konfrontasi ideologis. Melalui peran ini, AMRI menunjukkan bahwa ideologi puritan dapat diterjemahkan menjadi etika kerja, kreativitas, dan kemandirian ekonomi yang berkelanjutan, menjadikannya model dakwah bil hal (dakwah melalui perbuatan) yang modern dan relevan.

Kesimpulan

Angkatan Muda Rifa’iyah (AMRI) memainkan peran strategis sebagai agen kontinuitas ideologis, berhasil mentransformasikan gerakan Rifa’iyah di tengah tantangan modernitas. Ideologi regenerasi ini diwujudkan melalui tiga temuan utama: pertama, Adaptasi Literasi Ideologis, di mana Kitab Tarajumah direkontekstualisasi dan disebarkan melalui kanal digital untuk menjangkau generasi muda. Kedua, Kaderisasi Kontemporer, yang mengintegrasikan ketegasan syariat Rifa’iyah (puritanisme) menjadi etos integritas moral dan kemandirian, mengarahkan semangat perlawanan sejarah menjadi upaya melawan dekadensi moral dan ketergantungan ekonomi. Ketiga, Aplikasi Budaya sebagai Identitas, yang terlihat dari keterlibatan pemuda dalam melestarikan Batik Rifa’iyah sebagai artefak ideologi yang menjamin terkandungnya syariat sekaligus membangun kemandirian ekonomi. Secara keseluruhan, pemuda Rifa’iyah adalah jembatan ideologis yang memungkinkan gerakan ini mempertahankan otentisitas ajaran KH. Ahmad Rifa’i yang kaku pada prinsip, namun fleksibel dalam strategi komunikasi, menjadikan Rifa’iyah sebagai corak Islam Nusantara yang unik dan mampu menyeimbangkan tradisi yang kuat dengan tuntutan zaman.

Daftar Pustaka

Darban, Ahmad Adaby. Gerakan Sosial Keagamaan Rifaiyah di Pedesaan Jawa Tengah 1850-1982 . Yogyakarta: Tarawang Pers, 2005.

Kartodirdjo, Sartono. Gerakan Protes di Pedesaan Jawa . Kuala Lumpur: Pers Universitas Oxford, 1973.

Sari, Adliana. “Dinamika Tradisi Komunitas Pembatik Rifai’yah di Desa Kalipucang Wetan, Batang 1859 – 2019.” Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 2021.

Tarrow, Sidney. Kekuasaan dalam Gerakan: Gerakan Sosial dan Politik Kontroversial . Cambridge: Cambridge University Press, 1998.

Asna, Nila, dan Rabith Jihan Amaruli. “Organisasi Rifa’iyah dan Eksistensinya di Kabupaten Wonosobo, 1965-2015: Pengajian, Pesantren, dan Sekolah.” Jurnal Historiografi 7, no. 1 (2020): 90–105.

Hanum, Laila. “Adaptasi Konten Dakwah Rifaiyah di Media Sosial: Studi Kasus Penggunaan YouTube oleh AMRI.” Jurnal Komunikasi Islam 5, no. 1 (2023): 75–90. (

Khamdi, Muhammad. “Gerakan Dakwah Rifa’iyah.” Jurnal Dakwah 10, no. 2 (2009): 145–160.

Sari, Adliana. “Kajian Estetika Batik Rifaiyah Sebagai Manifestasi Ajaran Syariat.” Jurnal Seni Rupa dan Desain 3, no. 2 (2022): 30–45.

Rifa’i, KH Ahmad. Ri’ayah al-Himmah . Dalam Kitab Tarajumah . Pati : Pesantren Al-Ishlah, tt


Penulis: Samsul Rozikin
Editor: Yusril Mahendra

Tags: AMRIBatik Rifaiyahislam nusantaraKH. Ahmad RifaiModernitasPemuda Rifa'iyah
Previous Post

Mas’ad dan Mbah Mad: Berkatalah Jujur Meskipun Pahit

Next Post

Selapanan Rifa’iyah Kota Semarang ke-122: Istiqamah Menjaga Jatidiri dan Tradisi

Tim Redaksi

Tim Redaksi

Next Post
Selapanan Rifa’iyah

Selapanan Rifa’iyah Kota Semarang ke-122: Istiqamah Menjaga Jatidiri dan Tradisi

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Rifa’iyah dan Organisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rukun Islam Satu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rifa’iyah Seragamkan Jadwal Ziarah Makam Masyayikh di Jalur Pantura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kembali ke Rumah: Ayo Mondok di Pesantren Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Rifa'iyah

Menjaga Tradisi, Menyongsong Masa Depan

Kategori

  • Bahtsul Masail
  • Berita
  • Cerpen
  • Keislaman
  • Khutbah
  • Kolom
  • Nadhom
  • Nasional
  • Sejarah
  • Tokoh
  • Video

Sejarah

  • Rifa’iyah
  • AMRI
  • UMRI
  • LFR
  • Baranusa

Informasi

  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Visi Misi
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 Rifaiyah.or.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen

© 2025 Rifaiyah.or.id