KH. Ahmad Rifa’i dikenal sebagai salah satu ulama besar Nusantara yang memiliki perhatian mendalam terhadap berbagai cabang ilmu keislaman, termasuk ilmu qiro’at dan tajwid Al-Qur’an. Dalam bidang ini, pemikiran dan metodologi beliau menunjukkan keterkaitan yang kuat dengan gagasan Syekh Muhammad ibn Jazari, seorang ulama besar dalam disiplin qiro’at yang pengaruhnya diakui secara luas di dunia Islam.
Salah satu bukti paling mendasar dari pengaruh tersebut adalah karya KH. Ahmad Rifa’i yang berjudul Tahsinah. Kitab ini secara khusus membahas kaidah-kaidah membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, sesuai dengan tuntunan ilmu tajwid dan qiro’at.
Kitab Tahsinah sebagai Kitab Pokok Jam’iyyah Rifa’iyah
Kitab Tahsinah menempati posisi yang sangat penting dalam tradisi keilmuan Rifa’iyah. Kitab ini merupakan satu dari sepuluh kitab pokok yang wajib dipelajari oleh warga Jam’iyyah Rifa’iyah, yakni para pengikut ajaran KH. Ahmad Rifa’i. Bahkan, keberadaannya menjadi semacam standar keilmuan yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Oleh karena itu, menjadi suatu keanehan apabila ada warga Rifa’iyah yang tidak memiliki atau tidak pernah mempelajari Kitab Tahsinah. Bahkan, lebih aneh lagi jika lembaga pendidikan Al-Qur’an di bawah naungan Rifa’iyah tidak lagi menjadikan Kitab Tahsinah sebagai rujukan utama. Kitab ini seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai buku ajar, tetapi juga sebagai identitas keilmuan yang mengikat tradisi pembelajaran Al-Qur’an di lingkungan Rifa’iyah.
Sumber dan Metode Penulisan Kitab Tahsinah
Sebagian besar kandungan Kitab Tahsinah diambil dari Kitab Muqaddimah Jazariyah, karya monumental Syekh Muhammad ibn Jazari. KH. Ahmad Rifa’i kemudian menyusunnya kembali dalam bentuk nadzam serta menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab Pegon, sehingga lebih mudah dipahami dan dihafalkan oleh masyarakat Jawa pada masanya.
Pendekatan ini menunjukkan kecerdasan pedagogis KH. Ahmad Rifa’i dalam mentransformasikan khazanah keilmuan Islam klasik ke dalam konteks lokal tanpa menghilangkan substansi ilmiahnya. Inilah alasan utama mengapa, dalam bidang qiro’at, pemikiran KH. Ahmad Rifa’i sangat dipengaruhi oleh Syekh Muhammad ibn Jazari.
Meluruskan Kesalahpahaman Historis
Perlu diluruskan bahwa pengaruh pemikiran tidak selalu berarti hubungan guru dan murid secara langsung. Menyebut KH. Ahmad Rifa’i sebagai murid Syekh Muhammad ibn Jazari tentu tidak tepat secara historis. Syekh Muhammad ibn Jazari wafat pada tahun 833 Hijriyah, sedangkan KH. Ahmad Rifa’i lahir pada tahun 1200 Hijriyah. Rentang waktu yang sangat jauh ini menjadikan pertemuan langsung mustahil terjadi.
Dengan demikian, pengaruh tersebut harus dipahami sebagai transmisi keilmuan melalui karya tulis dan tradisi ilmiah, bukan melalui perjumpaan fisik antara guru dan murid. Hal ini justru menunjukkan keluasan bacaan dan kedalaman intelektual KH. Ahmad Rifa’i dalam merujuk sumber-sumber otoritatif dalam keilmuan Islam.
Penutup
Pengaruh Syekh Muhammad ibn Jazari dalam pemikiran qiro’at KH. Ahmad Rifa’i, khususnya melalui Kitab Tahsinah, merupakan bukti kuat bahwa tradisi Rifa’iyah berdiri di atas fondasi keilmuan yang kokoh dan bersambung dengan ulama-ulama besar dunia Islam. Melalui karya tersebut, KH. Ahmad Rifa’i berhasil menghidupkan ilmu qiro’at secara sistematis dan membumikannya di tengah masyarakat Nusantara.
Wallāhu a‘lam.
Baca Juga: Wasiat KH. Ahmad Rifa’i kepada Para Santri
Penulis: Muhammad Nawa Syarif
Editor: Yusril Mahendra


