Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
No Result
View All Result
Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
Home Kolom

Anak Muda dalam Cengkeraman Apatisme Ekologis

Tim Redaksi by Tim Redaksi
November 13, 2025
in Kolom
1
Anak Muda dalam Cengkeraman Apatisme Ekologis
0
SHARES
50
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Ada yang ganjil dari generasi yang katanya “paling sadar isu lingkungan” ini. Di satu sisi, mereka rajin berbicara soal bumi, sampah plastik, dan pemanasan global di linimasa. Tapi di sisi lain, tangan mereka masih sibuk mengklik promo fast fashion, menggenggam kopi berplastik sekali pakai, dan mengantre konser korporasi yang justru disponsori perusak hutan. Generasi hijau ini ternyata tak lebih dari penonton di panggung kehancuran ekologis — paham masalahnya, tapi nyaman di kursi empuk apatisme.

Apatisme ekologis anak muda hari ini bukan lahir dari kebodohan, tapi dari penjinakan sistemik. Kapitalisme berhasil membuat isu lingkungan tampak trendy, tapi sekaligus jinak. Gerakan lingkungan direduksi menjadi gaya hidup ramah lingkungan, bukan perlawanan terhadap struktur ekonomi yang menjarah bumi. Alam dijadikan konten, bukan medan perjuangan. Ketika bumi terbakar, banyak yang hanya sibuk mencari filter Instagram bertema “Save the Earth”.

Kenyataannya, generasi muda sedang digiring untuk merasa cukup dengan kesadaran palsu. Mereka diajari bahwa membeli sedotan bambu dan membawa tote bag sudah cukup untuk “berkontribusi”. Padahal di balik itu, izin tambang terus dikeluarkan, hutan disulap jadi kebun sawit, dan sungai dikubur oleh limbah industri. Apatisme ekologis ini adalah kemenangan paling halus dari kapitalisme: menciptakan generasi yang sadar tapi tidak melawan.

Sungguh, dunia tidak akan berubah oleh kaum muda yang hanya care tanpa berani. Kita tak butuh generasi yang sekadar menulis “Save the Earth” di bio media sosial, tapi generasi yang berani menuding siapa yang merusak bumi, siapa yang menimbun keuntungan dari bencana, dan siapa yang terus memproduksi racun atas nama pembangunan.

Apatisme ekologis bukan soal ketidakpedulian, tapi hasil dari keberhasilan sistem membungkam kemarahan. Maka, tugas pertama anak muda hari ini bukan hanya mencintai bumi, tapi memulihkan keberanian untuk marah-marah pada kerakusan industri, kebisuan negara, dan kepalsuan aktivisme yang disponsori.

Namun, kemarahan saja tidak cukup. Dunia butuh kesadaran yang lebih dalam — sebuah pertobatan ekologis. Sebuah pengakuan kolektif bahwa kita semua, dengan cara berbeda, ikut menulis bab kehancuran bumi. Pertobatan ekologis adalah langkah kembali: dari kesombongan menuju kerendahan hati, dari konsumsi menuju kesederhanaan, dari diam menuju perlawanan.

Pertobatan ekologis bukan sekadar menanam pohon atau memilah sampah; ia adalah revolusi cara berpikir. Ia menuntut kita menolak menjadi alat kapitalisme yang mengubah segala hal — termasuk alam — menjadi komoditas. Ia mengajak anak muda menanggalkan topeng hijau semu dan kembali memandang bumi sebagai ruang suci, bukan sumber laba.

Bumi tidak sedang menunggu kita menjadi aktivis keren, tapi menunggu kita bertobat — mengakui kesalahan, menolak sistem yang melahirkan kehancuran, dan memulai hidup yang berpihak pada keberlanjutan sejati. Pertobatan ekologis adalah bentuk tertinggi dari cinta — cinta yang tidak lagi romantik, tapi politis.

Sebab jika generasi muda tak segera bertobat dari apatisme dan ilusi hijau, maka mereka akan dikenang bukan sebagai penyelamat bumi, tapi sebagai generasi yang menonton kehancuran sambil berfoto di tengah reruntuhannya.


Penulis: Hazmi
Editor: Yusril Mahendra

Tags: aktivisme lingkungananak mudaapatisme ekologisgenerasi hijauisu ekologikapitalismekesadaran lingkungankrisis lingkunganpertobatan ekologis
Previous Post

Kajian Subuh Bersama Pimpinan Rifa’iyah di Tondano: Menghidupkan Spirit Ziarah dan Doa

Next Post

Penjelasan Kitab Ri’ayah al-Himmah 17: Iman kepada Nabi dan Rasul (Bagian 2)

Tim Redaksi

Tim Redaksi

Next Post
Iman kepada nabi dan rasul

Penjelasan Kitab Ri’ayah al-Himmah 17: Iman kepada Nabi dan Rasul (Bagian 2)

Comments 1

  1. hz88com says:
    1 day ago

    What’s up gamers? Scoped out hz88com. It’s…serviceable. Not blown away, but not completely disappointed either. Take a peek and see what you think: hz88com

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Rifa’iyah dan Organisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rukun Islam Satu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rifa’iyah Seragamkan Jadwal Ziarah Makam Masyayikh di Jalur Pantura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kembali ke Rumah: Ayo Mondok di Pesantren Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Rifa'iyah

Menjaga Tradisi, Menyongsong Masa Depan

Kategori

  • Bahtsul Masail
  • Berita
  • Cerpen
  • Keislaman
  • Khutbah
  • Kolom
  • Nadhom
  • Nasional
  • Sejarah
  • Tokoh
  • Video

Sejarah

  • Rifa’iyah
  • AMRI
  • UMRI
  • LFR
  • Baranusa

Informasi

  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Visi Misi
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 Rifaiyah.or.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen

© 2025 Rifaiyah.or.id