Dalam momen Idul Fitri, umat Islam di Indonesia memiliki tradisi halal bihalal sebagai ajang silaturahmi dan saling memaafkan. Namun, dalam pelaksanaannya sering kali terjadi hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, khususnya bagi warga Rifa’iyah, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan dalam satu majelis tanpa satir (penghalang) serta berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram (ghoiru mahram).
Hadirnya seorang muslim dalam sebuah majelis yang bercampur laki-laki dan perempuan tanpa adanya penghalang, dikecam oleh KH. Ahmad Rifa’i,
Munasabah masalah harom tininggalan
Iku tinutur ingdalem bab nikahan
Sebab akeh haram iku dedelengan
Ningali kelawan syahwat gholibane
Lanang wadon akeh haram kumpulane
Naliko sodaqoh walimah lan saufamane
Iku gholib tan mikir haram katinggalane
Ikulah wajib datengaken syara’ hukumane
Larangan mushafahah antara laki-laki dan perempuan ghoiru mahram
Islam telah memberikan batasan yang jelas terkait interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Rasulullah ﷺ sendiri tidak pernah menyentuh wanita yang bukan mahramnya, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadis:
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha juga mengatakan di dalam Kitab Shahih Bukhari-Muslim: “Tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidaklah menyentuh tangan perempuan ketika membaiat (mengadakan janji setia)”. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam pun bersabda “(Ketika membaiat) Aku tidak berjabat tangan dengan wanita, namun Aku membaiatnya dengan ucapanku kepada seratus orang wanita sebagaimana baiatku kepada satu orang wanita”.
Aisyah juga berkata, tangan Rasulullah saw sama sekali tidak pernah menyentuh wanita selain wanita yang beliau miliki (istrinya). (HR. al-Bukhari, No: 6674, dalam bab Ba’iat Wanita)
Hadis lain juga menegaskan besarnya dosa menyentuh lawan jenis yang bukan mahram:
Dari Ma’qil bin Yasar r.a., Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya jika kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani, shahih menurut Al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah)
Rasulullah ﷺ sendiri pernah menegaskan:
إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ
“Sesungguhnya Aku tidak berjabat tangan dengan wanita.” (HR. An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ juga menegaskan:
“Sahabat kami berkata bahwa diharamkan untuk memandang dan menyentuh wanita, jika wanita tersebut telah dewasa. Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk memandang wanita yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tidak boleh untuk menyentuh wanita walaupun dalam keadaan demikian.”
Imam Nawawi juga menambahkan dalam Syarah Shahih Muslim:
“Dan tidak boleh menyentuh secara langsung wanita yang bukan mahram jika tidak termasuk hal yang darurat, semisal seorang dokter yang menyentuh pasiennya untuk memeriksa penyakit.”
KH. Ahmad Rifa’i juga menegaskan dalam Tabyinal Islah,
Lan sekiro haram ningali kinaweruhan
Iku gholib haram gharap (al-massu/ menyentuh) linakonan
Kelawan qiyas dedalan aqwa kenyataan
Ingdalem taladdudz ning ati syahwatan
Jelaslah bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan ghoiru mahram, meskipun dalam acara halal bihalal, merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam. Pelarangan ini ulama Syafi’iyah tidak membedakan atara terhadap yang sepuh (tidak ada syahwat) ataupun yang muda.
Dibolehkannya mushafahah antarlawan jenis jika tidak bersentuhan langsung dan terdapat penghalang. Seperti yang disampaikan Syaikhina KH. Ahmad Rifa’I dalam kitabnya :
Lan diambil faham halal hukumane
Mushofahah cecekelan tangan anane
Ing wong wadon liyo serto tinemune
Mengkono iku aling-alingan astane
(Tabyinal Islah)
Sebagai umat Islam, terlebih bagi warga Rifa’iyah, sudah semestinya kita kembali kepada ajaran KH. Ahmad Rifa’i dalam menjaga batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Dalam momen Idul Fitri, silaturahmi harus tetap dilakukan sesuai dengan syariat Islam, tanpa melanggar larangan mushafahah antarlawan jenis bukan mahram dan bercampurnya laki-laki dan perempuan tanpa satir.
Semoga kita semua dapat mengamalkan ajaran KH. Ahmad Rifa’i dengan sebaik-baiknya dan menjaga diri dari perkara yang dilarang oleh agama. Wallahu a’lam
Ahmad Zahid Ali, ST