Rifaiyah.or.id – KH. Subakhir bin Ronowijoyo Pandu adalah salah satu tokoh pejuang ajaran Tarajumah di Kabupaten Pati. Melalui perjuangannya yang teguh, beliau berperan besar dalam menghidupkan kembali dakwah KH. Ahmad Rifa’i di masa ketika ajaran Tarajumah mendapat tekanan dari pihak kolonial dan aparat desa. Dengan keberanian, ilmu, dan keikhlasan, KH. Subakhir berhasil membuka kembali ruang-ruang pengajian yang sempat ditutup, dan meneguhkan Baturejo sebagai salah satu pusat berkembangnya ajaran Rifa’iyah di Pati.
Masa Kelahiran dan Keluarga
KH. Subakhir, yang memiliki nama kecil Karjiman, lahir pada Kamis Legi, 5 Januari 1905 di Dukuh Bombong, Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Beliau merupakan putra bungsu dari Mbah Ronowijoyo Pandu dan Mbah Satiyah, dan memiliki enam saudara: Parsiyah, Parkiyah, Karmin, Karman, Karso, dan Karjiman.
Ketika berusia empat tahun, KH. Subakhir kehilangan ibunya. Sejak itu beliau diasuh oleh sang ayah dan oleh Mbah Aisyah dari Dukuh Dongan, Desa Gadudero (ibu dari K. Abdul Syukur), yang juga merupakan besan keluarga Ronowijoyo Pandu.
Baca juga: K. Abdul Syukur: Pelopor Dakwah Tarajumah di Baturejo Pati
Pada usia 10 tahun, beliau dikhitan oleh Mbah Aisyah. Enam tahun kemudian, di usia 16 tahun, beliau mulai menuntut ilmu di Pondok Pesantren Rejosari Purwodadi di bawah bimbingan KH. Abdul Mannan dan KH. Nawawi. Di pesantren ini, namanya diganti oleh KH. Nawawi menjadi Rodiyat, dan beliau diberi amanah untuk membantu mengajar anak-anak desa. Selama tujuh tahun beliau menimba ilmu di Rejosari.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Setelah wafatnya KH. Abdul Mannan, KH. Rodiyat melanjutkan pendidikannya ke Pondok Pesantren Lebosari, Cepiring, Kendal, berguru kepada KH. Muhammad Sholeh selama empat tahun. Karena keterbatasan biaya, beliau kemudian pulang dan melanjutkan mondok ke Talun, Kayen, Pati, belajar kepada K. Djazuli.
Baca juga: K. Djazuli dan Masyayikh: Pilar Tarajumah Rifa’iyah dari Sundoluhur Pati
Ketika K. Djazuli pindah ke desa asalnya di Sundoluhur, KH. Rodiyat ikut pindah dan melanjutkan belajar selama empat tahun. Melihat kecerdasan dan kesungguhan muridnya, K. Djazuli menyarankan agar beliau melanjutkan pengajian ke Purwosari, Patebon, Kendal, berguru kepada KH. Ahmad Badri — salah satu ulama besar Rifa’iyah generasi kedua.
Atas restu keluarga dan diantar oleh K. Abdul Syukur serta K. Djazuli, beliau berangkat ke Kendal dan resmi menjadi santri KH. Ahmad Badri. Di sini, namanya kembali diganti oleh sang guru menjadi Subakhir.
Perjuangan Dakwah
Setelah dua tahun di Kendal, beliau mendapat kabar bahwa kakak iparnya, K. Abdul Syukur, sakit keras. Beliau pulang untuk ikut merawat dan membantu berobat, namun tak lama kemudian KH. Abdul Syukur wafat pada 13 Dzulhijjah. Setelah itu, KH. Subakhir kembali ke Kendal untuk melanjutkan pengajiannya.
Sekitar satu setengah tahun kemudian, beliau menerima surat dari K. Djazuli Sundoluhur yang memintanya pulang ke Baturejo. Kondisi keagamaan saat itu memprihatinkan: langgar (musholla) ditutup dan disegel oleh pihak desa karena ajaran KH. Ahmad Rifa’i dianggap menyimpang.
Dengan tekad dan keberanian, KH. Subakhir menemui perangkat desa untuk meminta langgar dibuka kembali. Permintaan itu ditolak, bahkan disertai ancaman pelaporan ke pihak atas. Namun, atas dukungan para guru, KH. Subakhir membuka langgar itu sendiri. Tindakan ini dilaporkan ke berbagai pihak mulai Doroseten Sukolilo, Dorowedono Kayen hingga ke Penghulu Landrat Pati.
Di sana, beliau menjelaskan bahwa ajaran KH. Ahmad Rifa’i sejalan dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Penghulu Landrat kemudian membenarkan ajaran tersebut dan memberikan Beselit (Surat Keputusan) resmi sebagai pengakuan legal terhadap KH. Subakhir.
Dengan terbitnya beselit itu, langgar dibuka kembali dan KH. Subakhir bebas mengajarkan kitab-kitab Tarajumah karya KH. Ahmad Rifa’i kepada masyarakat Baturejo dan sekitarnya.
Kehidupan Keluarga
KH. Subakhir menikah dengan Nyai Masrifah, putri dari Mbah Sahlan Desa Talun, Kayen, Pati. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai 12 anak:
- Sarifatun
- Sya’ban
- Yaskur
- Safarin
- Legi
- Sunniyah
- Siti Aminah
- Siti Hajar
- Nur Hamid
- Musti’ah
- Robi’atun
- Murni
Peran dalam Organisasi dan Jaringan Ulama
Tahun 1946, dua tokoh NU Sukolilo — KH. Nadzir dan Bapak Sholikul Hadi — mengajak beliau bergabung dengan Nahdlatul Ulama (NU). KH. Subakhir menerima ajakan itu dan menjadi Pengurus Ranting NU Baturejo, kemudian dipercaya sebagai Seksi Dakwah dan Syariah MWC NU Sukolilo.
Kehadirannya menjadikan hubungan Rifa’iyah dan NU semakin harmonis. Beliau dikenal dekat dengan para ulama besar seperti KH. Bisri Musthofa (Rembang), KH. Raden Asnawi (Kudus), dan KH. Anshori (Pati). Melalui komunikasi yang intens, ajaran Rifa’iyah semakin diterima luas di kalangan masyarakat Nahdliyin dan masyarakat Pati.
Selain itu, setiap Ramadan beliau rutin mengaji Kitab Abiyanal Hawaij kepada KH. Bajuri Kendal, dan setelah KH. Bajuri wafat, beliau mendalami Thariqah Naqsyabandiyyah Qadiriyyah kepada KH. Arwani Kudus selama lima tahun.
Wafat dan Warisan Perjuangan
KH. Subakhir wafat pada Rabu Wage, 26 Maulid 1408 H / 18 November 1987 M dalam usia 85 tahun.
Perjuangan beliau menegakkan ajaran Islam dan menyebarkan nilai-nilai KH. Ahmad Rifa’i menjadi teladan bagi generasi penerus. Berkat kegigihan dan keilmuannya, ajaran Rifa’iyah berkembang pesat di wilayah Pati dan sekitarnya.
Semoga amal ibadah dan perjuangan beliau diterima sebagai amal jariyah, serta mendapatkan rahmat dan ridha Allah SWT.
Al-Fatihah untuk KH. Subakhir bin Ronowijoyo Pandu.
Baturejo, 21 Januari 2015
Penulis: KH. Nur Hamid (Alm)
Editor: Ahmad Zahid Ali


