Hakikat Dinamika dan Ketidakpastian Manusia
اَوْرَ تنْتُوْ وَوعْ سمْبَهْيَعْ اِيْكُوْ ودِيْ اِعْ فَعَيْرَانْ تِنمُوْ اَنَنَيْ وَوعْ صَلاَةْ كَوَيْ كدَيْ كَدُوْسَانْ
“Belum tentu orang salat itu berarti takut kepada Tuhannya. Kenyataannya, banyak orang salat masih terus berbuat dosa besar.”
Dinamika berarti terus bergerak. Segala sesuatu yang memiliki sifat bergerak disebut dinamis. Manusia adalah makhluk yang tidak pasti. Oleh sebab itu, jangan memastikan sesuatu yang berkaitan dengannya. Dalam adagium Jawa dikenal istilah isuk délé soré témpé.
Seseorang mungkin mengajari tentang keharaman sesuatu pada pagi hari, tetapi sore harinya justru melanggarnya. Bisa juga malam hari ia tadarus QS. al-Hujurat, sedangkan esok paginya sibuk ngrasani tetangga. Dalam istilah Rasulullah Saw., pagi Mukmin, sore kafir. Karena itulah, orang Jawa berpesan ojo dumeh. Hidup berjalan mengikuti cokro manggilingan, kadang berada di atas, kadang di bawah.
Manusia sebagai Makhluk Fana
Perubahan pada manusia terjadi karena, secara sunatullah, penciptaan alam semesta berlangsung tanpa henti. Manusia adalah bagian dari alam. Ketidakpastiannya merupakan keniscayaan yang membedakan dengan Khaliknya yang bersifat baqa (tetap). Sebagaimana alam semesta, manusia pun fana (monglah-mangleh).
Sesungguhnya manusia tidak pernah benar-benar ada, sebab ia diadakan. Keberadaan kita saat ini bisa saja berganti dalam hitungan detik. Satu jam ke depan, sel-sel tubuh sudah berbeda dengan yang ada sekarang. Oleh karena itu, ide, pikiran, dan keinginan pun kerap berubah dari menit ke menit. Yang benar-benar ada hanyalah Allah, sementara manusia hanyalah makhluk yang diadakan-Nya.
Kepastian Makhluk Lain dan Ketidakpastian Manusia
Meskipun semua makhluk berpotensi berubah, sebagian besar memiliki kepastian dalam tugasnya.
- Iblis sudah pasti ingkar kepada Allah dan bertugas menyesatkan manusia hingga hari kiamat.
- Malaikat sudah pasti taat: lā ya‘ṣūnallāha mā amarahum wa yaf‘alūna mā yu’marūn (QS. At-Tahrim: 6).
- Hewan sudah pasti mengikuti fitrahnya. Seekor kambing hanya memakan dedaunan, tidak pernah menginginkan daging apalagi pindang tetel.
Namun manusia berbeda. Sering kali ia justru melawan fitrah, menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan, hingga jatuh lebih hina daripada binatang.
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah engkau dapat menjadi pemelihara atasnya?” (QS. Al-Furqan: 43).
Dinamika Hukum dan Kehidupan Sosial
Masalah manusia tidak pernah selesai, bahkan setelah mati ia masih berhadapan dengan malaikat Munkar dan Nakir. Hal itu tampak juga dalam dinamika hukum. Dahulu, video dan gambar kerap diharamkan. Namun kini, para kiai pun menggunakannya. Hukum harus bersifat dinamis karena objeknya adalah manusia.
Akibatnya, muncul pertanyaan: apakah hukum menyesuaikan perilaku manusia, atau sebaliknya? Faktanya, hukum sering kali adaptif terhadap perkembangan manusia.
Syaikhul Akbar Muhyiddin Ibnu ‘Arabi menandai perkembangan hukum:
- اِخْتَلَفَتِ الشَّرَائِعِ لِإخْتِلَافِ النَّسَبِ الْإلَهِيَّةِ
Perbedaan hukum mengikuti perbedaan kehendak Allah.
- إِخْتَلَفَتِ النَّسَبِ لِإِخْتِلَافِ الْأَحْوَالِ
Perbedaan kehendak hukum menyesuaikan perilaku manusia.
- إِخْتَلَفَتِ الْأَحْوَالِ لِإِخْتِلَافِ الْأَزْمَانِ
Perbedaan perilaku dipengaruhi keadaan zaman.
- إِخْتَلَفَتِ الْأَزْمَانِ لِإِخْتِلَافِ الْحَركَاتِ
Perbedaan zaman terjadi karena perbedaan gerak.
- إِخْتَلَفَتِ الْحَركَاتِ لِإخْتِلَافِ التَّوْجِهَاتِ
Perbedaan gerak menyesuaikan bentuk.
- إِخْتِلَفَتِ التَّوْجِهَاتِ لِإخْتِلَافِ الْمَقَاصِدِ
Perbedaan bentuk mengikuti tujuan.
Risiko Dinamika Zaman Modern
Masyarakat kini membentuk dirinya sesuai tujuan yang sangat dipengaruhi media sosial. Tujuan utama algoritma adalah popularitas. Oleh karena itu, banyak orang rela bertingkah “gila” demi like, subscribe, dan penonton. Bahkan ibadah seperti salat dijadikan bahan lelucon (na‘udzubillāh).
Firman Allah Swt. telah mengingatkan:
اَفَحَسِبْتُمْ اَنَّمَا خَلَقْنٰكُمْ عَبَثًا وَّاَنَّكُمْ اِلَيْنَا لَا تُرْجَعُوْنَ
“Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minun: 115).
Maka, apakah kita diciptakan hanya untuk mengejar ketenaran, nafsu, dan ambisi? Ataukah untuk memenuhi janji primordial kita kepada Allah?
….أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا
“Bukankah Aku ini Rabbmu?” Mereka menjawab: “Betul, kami bersaksi.” (QS. Al-A‘raf: 172).
Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra