Doa adalah permohonan kebaikan dari seorang hamba kepada Sang Pencipta. Terlepas dari hukum berdoa, selama permohonan tersebut bersifat terpuji maka itu disebut doa. Akan tetapi definisi ini tidaklah disepakati seluruh ulama karena mayoritas mereka mengartikan doa adalah ibadah itu sendiri. Sehingga kapan pun seseorang beribadah, pada waktu itulah ia disebut berdoa. Namun kami tidak akan menjabarkan seputar definisi dan perkhilafan tentang doa.
Doa Tidak Merubah Takdir?
Studi tentang takdir tidak akan lepas dari peran doa karena korelasi keduanya sangatlah kuat dan perlu pembahasan tersendiri. Jika kita cermati dari referensi yang ada, peran doa dalam menentukan takdir manusia nyaris tidak ada. Bahkan doa tidak mempunyai peran apa-apa terhadap kesuksesan atau kegagalan seseorang. Karena doa tidak akan pernah bisa merubah takdir manusia[1] yang sudah ditetapkan Allah di zaman tak berwaktu (azali) serta tidak akan keluar dari kehendak–Nya. Sesuatu yang telah ditetapkan Allah baik manusia berdoa maupun tidak, pasti akan terjadi. Karena Allah tidak akan merubah ketetapan–Nya. Sedangkan ketetapan Allah mempunyai korelasi kuat dengan sifat qudroh, irodah dan ilmu-Nya yang wajib bagi seseorang meyakini sifat tersebut sebagai sifat qodim (azali). Begitu pula sesuatu yang memang tidak ditakdirkan oleh Allah. Meski manusia sudah berdoa dengan sepenuh hati dan berdoa tanpa henti maka doa-doa tersebut tidak akan pernah wujud sebab Allah tidak mentakdirkan hal itu terjadi.
Saat manusia berdoa agar menjadi kaya lalu setelah berdoa orang tersebut benar-benar menjadi kaya raya, terwujudnya kekayaan bukanlah karena doa yang dipanjatkan. Namun karena Allah sudah menetapkan takdir manusia sebelum ada, bahkan sebelum alam semesta ada. Karena takdir telah rampung digariskan di zaman azali sebagaimana sabda Nabi,
“Empat perkara yang telah rampung ketetapannya (telah ditetapkan takdirnya) : mahluk, perbuatan, rizki dan kematian.”
Dan juga hadits Nabi
“Qolam telah terangkat dan kertas telah mengering,“ (kinayah atas takdir yang telah ditetapkan)
Wacana di atas yang diuraikan penulis nyaris murni pemikiran Jabariah. Jika tidak jeli memahami hakikat takdir, kita bisa terjebak dengan kejanggalan–kejanggalan yang sebenarnya sederhana. Sekilas uraian di atas terlihat benar, namun jika kita telisik lebih dalam tentang peran doa, kita akan menemukan ‘kecerobohan’ pemahaman dalam memposisikan doa. Rosulullah bersabda :
“Doa dapat menolak qodho’, sesungguhnya amal baik dapat menambah rizki dan seorang hamba sungguh rizkinya akan terhalangi disebabkan dosa yang ia lakukan.”
Dan juga sabda beliau yang lain :
“Tidak bisa menolak (merubah) Qadar kecuali doa, dan tidak bisa menambah umur kecuali perbuatan baik, karna sesungguhnya seorang laki-laki akan terhalang rizkinya karna perbuatan dosa yang ia lakukan “
Allah menciptakan kejadian alam dan takdir mahluk di dunia juga memberlakukan hukum sebab akibat (kausal).
Imam Ghozali menjelaskan[2] maksud dari hadis di atas. Bahwa termasuk bagian dari takdir adalah doa, dengan berdoa seseorang akan terhindar dari musibah, sebagaimana perisai penangkal senjata, air penyebab tumbuhnya tanaman, makan penyebab kenyang, maksiat penyebab rezeki terhalangi, berbuat baik penyebab panjang umur dan lain sebagainya semua itu merupakan bagian dari takdir.
Sebuah kerancuan jika memahami bahwa doa mampu merubah takdir. Dari paparan Imam Ghozali cukup jelas. Doa adalah bagian dari takdir yang bersifat teknisi, artinya seseorang yang akan dimudahkan urusannya dalam urusan dunia dan akhirat pasti ia akan berdoa untuk dimudahkan urusan dunia dan akhirat, karena doa merupakan bagian dari takdirnya bukan upaya untuk merubah takdirnya. Dan keberadaan doa sudah prosedural, sehingga kegagalan seseorang dalam berbisnis dan berkarir atau tercatatnya ia masuk dalam daftar ahli nar, itu bermakna ia ditakdirkan tidak akan berdoa untuk kesuksesannya dan dimasukkannya ia dalam daftar ahli jannah. Karena doa adalah proses menemui takdirnya. Terlepas dari doa yang ditolak.
Terkait dengan pernyataan “Doa tidak mempunyai peran apa-apa terhadap kesuksesan atau kegagalan seseorang karena doa tidak akan pernah bisa merubah takdir manusia yang sudah ditetapkan Allah di zaman tak berwaktu (azali) serta tidak akan keluar dari kehendak –Nya,” menurut Imam Fathurrozi dalam tafsir Mafaatihul Ghoib-nya, pernyataan seperti ini sangatlah irasional dan dungu. Karena pernyataan seperti itu sama halnya dengan ungkapan, “Bila manusia sudah ditetapkan takdirnya sebagai ahli neraka atau ahli surga maka manusia tidak membutuhkan sholat, sebab tanpa sholat pun manusia akan sesuai takdir Allah SWT., yang sudah final.” Kesalahan dalam redaksi ini –masih menurut Imam ar-Rozi- meskipun seluruh takdir manusia sudah ditetapkan zaman azali, namun perkara tersebut masih samar (ghoib). Hanya Allah lah yang mengetahuinya dan tidak mungkin diketahui manusia kecuali sudah terjadi. Sedangkan di sisi lain manusia diperintahkan Allah untuk berusaha dan beribadah dengan taklif-taklif syariat.
Diceritakan dari Syaikh al-Turbasyati beliau mengatakan, “Syaikh al-Arif al-Kailani pernah bermimpi ia mendapati catatan takdir di lauhil mahfuzh bahwa muridnya telah ditetapkan akan berzina dengan tujupuluh perempuan sebelum ia meninggal. Terbangun ia dari tidurnya. Beliau berdoa, ‘Ya Allah Tuhanku, jadikanlah ini hanya mimpi semata.’ Doanya terkabul dan terbukti mimpinya tidak terwujud.“[3]
Sebagai mahluk yang telah diberi kelebihan akal oleh Sang Pencipta, manusia diharuskan bekerja dan berusaha baru kemudian berdoa. Sangat janggal jika manusia dalam menggapai cita-cita yang diinginkan hanya dengan berdoa tanpa usaha. Mayoritas ulama mengatakan bahwa berdoa adalah dorongan (sunnah). Rosulullah sangat menganjurkan kepada umatnya agar senantiasa terus menerus memanjatkan doa sebagaimana sabdanya, “Doa adalah senjata orang mukmin sebagai pilar agama dan cahaya langit dan bumi.” Beliau menganggap doa juga termasuk bagian dari amal ibadah. Di dalam Al-Quran Allah SWT. juga mengajak manusia untuk berdoa dan berjanji akan mengabulkannya sebagaimana dalam Qs. Al Ghofir: 60 dan QS. Al-Baqoroh: 18.
Dari uraian di atas Doa Tidak Merubah Takdir? Dapat disimpulkan bahwa Allah menganjurkan manusia untuk berdoa dan berjanji akan mengabulkannya. Seraya Allah tidak mungkin mengingkari janji sebagaimana dalam QS. Ali Imran : 9. Ini semua mengindikasikan bahwa doa bagian dari takdir.
شرح العقيدة الطحاوية للحوالي [ص 325]
فالشاهد أن أم حبيبة رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْها لما دعت بذلك وسمعها النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (قد دعوت الله بآجال مضروبة، وأيام معدودة، وأرزاق مقسومة) ، فلن يزيد عمر أحد يوماً واحداً، ولن يزيد رزقه ذرة واحدة، ولن يتأخر أجله ولو لحظة واحدة بسبب هذا الدعاء الذي قد يدعو به الإِنسَان، أو بأي سبب من الأسباب التي يلجأ إليها الإِنسَان. وأرشدها النبي صلى الله عليه وسلم إلى الأولى والأحرى والأجدى فقال لها: (لن يعجل شيئا قبل أجله، ولن يؤخر شيئاً عن أجله، ولو كنت سألت الله أن يعيذك من عذاب في النَّار وعذاب في القبر كَانَ خيراً وأفضل) وهذا من آداب الدعاء، وهو أن الإِنسَان يسأل الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أن يعيذه من عذاب النَّار ومن عذاب القبر، ويسأل الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ما يتعلق بالنجاة وبالفوز الأخروي، هذا أهم وأولى ما يدعو به الإِنسَان ، أما أن يدعو الإِنسَان بأمر فيه اعتداء، كالدعاء بطول العمر -مثلاً- وهو يعلم أن الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى قد ضرب أجلاً محدوداً، فهذا محرم، ومثله من يدعو الله بجميع أنواع الأدعية التي فيها اعتداء كدعاء الله أن يحي ميتاً من الأموات؛ بل عَلَى الإِنسَان أن يدعو بما فيه خيري الدنيا والآخرة، والأولى أن يدعو الله بما فيه علاقة بالفوز بالجنة والنجاة من النار.ومعنى أننا نؤمن بالقدر أن نؤمن بمراتبه الأربع، ونضع الميثاق في مرتبة الكتابة، ونختصر المراتب الأربع إِلَى مرتبتين هما: (العلم، والكتابة) وكل المراتب الأربع مترابطة، أي: كل ما خلقه فهو يشاؤه، وكل مايشاؤه، فهو أيضاً كتبه وكل ما كتبه فهو علمه.
[2] حاشية السندي على ابن ماجه [1 /81
]قَالَ الْغَزَالِيّ فَإِنْ قِيلَ فَمَا فَائِدَة الدُّعَاء مَعَ أَنَّ الْقَضَاء لَا مَرَدّ لَهُ فَاعْلَمْ أَنَّ مِنْ جُمْلَة الْقَضَاء رَدّ الْبَلَاء بِالدُّعَاءِ فَإِنَّ الدُّعَاء سَبَب رَدّ الْبَلَاء وَوُجُود الرَّحْمَة كَمَا أَنَّ الْبَذْر سَبَب لِخُرُوجِ النَّبَات مِنْ الْأَرْض وَكَمَا أَنَّ التُّرْس يَدْفَع السَّهْم كَذَلِكَ الدُّعَاء يَرُدّ الْبَلَاء اِنْتَهَى قُلْت يَكْفِي فِي فَائِدَة الدُّعَاء أَنَّهُ عِبَادَة وَطَاعَة وَقَدْ أُمِرَ بِهِ الْعَبْد فَكَوْن الدُّعَاء ذَا فَائِدَة لَا يَتَوَقَّف عَلَى مَا ذَكَرَ فَلْيُتَأَمَّلْ
[3] فيض القدير [3 /725]
(حكاية) قال التوربشتي : رأى العارف الكيلاني في اللوح المحفوظ أن تلميذا له لا بد أن يزني بسبعين امرأة فقال : يا رب اجعلها في النوم فكان كذلك
Oleh : Moh. Ihsanuddin Ishaq, S.Ag.