Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
No Result
View All Result
Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
Home Kolom

Dunia Makna Batik Rifa’iyah

Ahmad Saifullah by Ahmad Saifullah
May 3, 2025
in Kolom
0
Dunia Makna Batik Rifa’iyah

Ilustrasi Batik Rifa'iyah

0
SHARES
57
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pada suatu hari Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau biasa dikenal dengan HAMKA pernah ditanya oleh wartawan, perihal perasaannya terhadap orang-orang yang sempat menjebloskannya ke penjara. Alih-alih benci kepada para mantan aktivis Lekra tersebut, sebaliknya HAMKA malah merasa bersyukur karena sempat menghuni terali besi selama dua tahun. Aneh, kenapa kiranya, beliau justru bersyukur?

Menurut pengakuannya hidup di penjara membawa banyak hikmah dan berkah; justru dengan dipenjarakan beliau bisa menyelesaikan Tafsir al-Azhar yang sempat beberapa tahun tak usai. Andaikan dirinya tak dipenjara, maka tak sempat waktu baginya untuk menyelesaikan tafsirnya yang berjumlah 9 jilid itu, karena padatnya aktivitas melayani umat.

Dari peristiwa itu kita bisa bertanya, kenapa bisa seorang yang sewajarnya ngresulo justru bersyukur. Sebaliknya, kadang orang yang seharusnya bersyukur justru mengeluh bahkan mengumpat. Apa yang membedakan manusia sehingga ia berbeda akhlak saat menghadapi peristiwa yang sama.

Dari salah satu sudut padang, kita menemukan bahwa manusia mempunyai harapan, dan daya hidup karena setiap manusia mampu memaknai kehidupan. Makna terjauh dari kehidupan adalah agama yang mampu mengenalkan akhirat.

Misalnya, pada suatu hari ada seseorang yang mensyukuri anaknya lahir dalam keadaan bisu. Orang tua itu menyatakan harapan kebaikan kepada anaknya yang otomatis dibebaskan dari kemaksiatan mulut. Ia tidak akan menanggung beban hisabnya besok. Hal tersebut tampak aneh bagi cara pandang kebanyakan manusia yang selalu menyesali disabilitas.

Peristiwa yang sama bisa dimaknai berbeda oleh dua orang manusia, bahkan kadang berbalik pemaknaannya. Sebagaimana peristiwa yang menimpa HAMKA tersebut. Uniknya manusia bisa memaknai apapun yang ia jumpai. Dari simbol sampai warna. Dari goresan sampai rangkaian titik-titik bisa dimaknainya. Itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Bahkan semakin daya ruhani manusia tinggi, ia hidup dalam dunia makna, hingga hal itu disebut sebagai aras spiritual.

Maka tak heran kalau ada pepatah yang mengatakan, “manusia tak bisa dibunuh oleh penderitaan, tetapi ia bisa mati karena salah memaknai penderitaan.” Susah, senang, derita, gembira, sedih, bahagia, terletak pada bagaimana manusia memaknai segala sesuatu tentang kehidupan ini.

Di antara beberapa manusia ada yang kreatif menggoreskan simbol makna, ia menggoreskan malam yang berasal juga dari getah tumbuhan. Ia menggoreskan canting dengan gambar yang tentunya tidak bisa dilepaskan dari makna.

Goresan-goresan canting itu selama berabad-abad hingga menjadi peradaban bagi para pelakunya, hingga pada akhirnya disebut sebagai batik Rifa’iyah.

Batik Rifa’iyah tak hanya berfungsi sebagai identitas, atau sebuah ragam karya dalam rangka mencari penghidupan jasmani, melebihi itu ia bahkan sebuah proses laku manusia dalam mendidik hidupnya dan kehidupan batinnya. Untuk mendalami dunia batin itu, kita ketengahkan beberapa motif batik Rifa’iyah.

Dijelaskan Mutmainah, salah seorang pembatik di Kalipucang Batang hingga saat ini terdapat 24 motif batik Rifa’iyah yang sudah dibuat dan diinovasikan, yaitu Pelo Ati, Kotak Kitir, Banji, Sigar Kupat, Lancur, Tambal, Kawung Ndog, Kawung Jenggot, Dlorong, Materos Satrio, Ila Ili, Gemblong Sairis, Dapel, Nyah Pratin, Romo Gendong, Jeruk No’i, Keongan, Krokotan, Liris, Klasem, Kluwungan, Jamblang, Gendaghan dan Wagean dan semua ragam motif mengandung makna spiritual masing-masing.

Setiap motif mengandung makna ajaran spiritual misalnya dalam ragam hias Pelo Ati yang menggambarkan ajaran sufisme (tasawuf), motif ini bergambar ayam merak yang kepalanya terpancung dan di dalam badannya ada hati dan di luarnya ada pelo (ampela), hati menggambarkan sifat-sifat terpuji dan ampela menggambarkan tempatnya kotoran, yaitu sifat-sifat buruk manusia sehingga mengingatkan kita semua sifat tercela dan kotor ini haruslah dibuang jauh-jauh. Lebih detailnya mari kita cari rujukan beberapa motif batik itu di kitab-kitab Syaikhina KH. Ahmad Rifa’i.

Motif Gendhakan

Motif Gendhakan

Salah satu motif batik Rifa’iyah dinamakan sebagai motif Gendhakan termasuk dalam kelompok motif batik flora fauna. Gendhakan stilasi dari pohon besar yang di sana juga terdapat beberapa burung yang ceria karena kesuburan dan rindangnya pohon besar menjadi semacam habitat yang menyenangkan. Sebagaimana pohon besar pada umumnya yang menggambarkan pengayoman bagi makhluk-makhluk lainnya.

Setelah saya menyusuri beberapa Kamus Jawa Bausastra dan Kamus Jawa Kuna, tak saya temukan kata Gendhakan. Tapi dalam kehidupan saya di pergaulan masyarakat Pekalongan sangat akrab dengan kata-kata itu. Gendhakan itu bahasa Pekalongan-nya pacaran kalau dalam pergaulan muda-mudi. Tetapi kalau konteks pacaran dalam kehidupan hewan dan tumbuhan bisa kita maknai sebagai harmonisasi kehidupan mereka. Bahwa kehidupan setiap makhluk tidak bisa dipisah-pisah. Ia saling mengisi, membantu, menolong. Sebut saja kita sebagai manusia tiap detik menghirup oksigen juga atas jasa pepohonan. Andaikan mereka tidak ada kita mau makan apa, mau menjahit kain dari mana? Semua makhluk tergantung satu sama lain.

Sehingga Gendhakan dalam arti luas menurutku berarti hubungan yang harmonis. Makhluk yang patut kita contoh sebagai teladan kehidupan harmonis adalah hubungan hewan dan tumbuhan. Mereka simbiosis mutualisme saling menguntungkan bukan saling merugikan. Berbeda dengan kehidupan manusia yang kebanyakan maunya untung terus walau dengan cara merugikan orang lain.

Warna motif Gendhakan dominan warna abu-abu dan biru tua. Biru mewakili langit dan laut, dan dikaitkan dengan ruang terbuka, kebebasan, intuisi, imajinasi, luas, inspirasi, dan kepekaan. Biru juga mewakili makna kedalaman, kepercayaan, kesetiaan, ketulusan, kebijaksanaan, kepercayaan, stabilitas, iman, surga, dan kecerdasan.

Dari perspektif psikologi warna, arti warna biru adalah dapat diandalkan dan bertanggung jawab. Warna ini menunjukkan rasa aman dan percaya diri.

Motif Gendhakan dimaknai sebagai kehidupan yang sejuk penuh keamanan dan kedamaian. Menjadi kehidupan di mana air udara dan alam menjadi sesuatu yang harmoni. Sebagaimana goresan Allah menciptakan zamrud katulistiwa. Tanah air kita semua.

Dari simbol harmonisasi alam ini, sebenarnya manusia sebagai pemakai dan pelaku batik untuk belajar kepada kakak mereka yakni tumbuhan dan hewan. Mereka sudah ada sebelum manusia ada, dan mereka guru besarnya manusia. Sebagaimana Qobil yang belajar kepada burung gagak. Maka hubungan manusia kalau ingin lestari generasinya harus harmoni satu sama lain. Sebagaimana kutipan ayat yang dimaknai oleh KH. Ahmad Rifa’i berikut ini di dalam kitab Riayah al-Himmah korasan 22/23.

فَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهُ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ ۖوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Maka nekanana ing sanak parekan
haqe wong duwe sanak becik rukunan
Weweh winewehan sanak seduluran
aja hasud drekinan ning kebatinan 

Lan wong Islam miskin jujur
lan wong pelungan dewe tinutur
Iku nekanana sira haqe asih milahur
nyuguh seqadar kuasane gawe luhur

Hurmat ing wong mukmin becik kelakuhan
Sumawana sifate mukmin kaadilan.

Maka berkunjunglah ke kerabat dekat
itulah haknya orang yang mempunyai hubungan baik dengan saudara
Saling menghadiahi di antara saudara dan kerabat
jangan sampai hasud dengki di dalam hati

Dan orang islam miskin jujur
dan orang yang pergi sendirian
Maka tunaikan hak-haknya dengan kelumrahan kasih sayang.
Memberikan suguhan sesuai kemampuan untuk membuat mulia

Menghormati orang mukmin itu merupakan perilaku baik
Begitulah sifanya orang mukmin yang adil.

Motif Dapel

Motif Dapel

Salah satu motif batik Rifa’iyah adalah motif Dapel. Dapel merupakan makanan khas Pekalongan yang bentuknya segi empat. Sebelumnya kita mengatakan bahwa nama-nama motif batik Rifa’iyah tidak memakai bahasa Jawa standar, karena beberapa kamus jawa sampai jawa kuno tidak ditemukan beberapa kata yang dijadikan nama motif batik. Tetapi ia diambil dari kata bahasa khas Pekalongan – Batang.

Dari sana kita bisa memaknai bahwa batik Rifa’iyah tidak tumbuh dari kalangan akademis, tidak datang dari dunia kapujanggan, tidak muncul dari peradaban keraton, bukan karya para priyayi, tetapi ia benar-benar karya rakyat, walaupun kita tidak membantah bahwa asumsi awal mula batik itu dari keraton.

Batik Rifa’iyah lahir dari masyarakat awam yang berkreasi berdasarkan panduan ajaran agama yang disetiainya, yakni ajaran kitab tarajumah. Maka nama-namanya motif memakai kata yang diambil bukan dari karya kapujanggan. Tetapi dari bahasa pergaulan sehari-hari mereka.

Motif Dapel ini geometris. Memiliki bentuk belah ketupat yang tersusun berjajar menyamping (berbanjar).  Motif Dapel dimaknai dengan manusia harus memiliki rasa tenggang rasa, saling menghormati, saling menolong dalam kehidupan persahabatan di masyarakat.

Kalau saya memaknainya bahwa Dapel itu mempunyai kepanjangan Andhap Ashor Matikel-tikel itu kunci dari pergaulan manusia. Karena tanpa andhap ashor yang berlipat-lipat tidak akan tercipta pelayanan antara manusia. Kenapa manusia saling melayani, saling menolong, karena pada dasarnya setiap manusia punya andhap ashor kang matikel tikel hingga disingkat sebagai Dapel. Manusia pemakai batik, pembuat batik dan pelaku batik sudah semestinya mengamalkan nilai Dapel itu.  Sebagaimana digambarkan Syaikhina dalam Kitabnya.

قالَ النَّبِيُ اللهُ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَمَ الْعَبْدُ فِىْ عَوْنِ اَخِيْهِ

Ngandika Kanjeng Nabi Rasulullah panutan
utawi gusti Allah iku kinaweruhan
Asih tulung ing kawulane kabecikan
selanggenge kawula bener ning kebatinan

Ingdalem tetulung sedulure jujur
Sawiji-wiji kang dadi munfaat sedulur
Kang bangsa syara wus tinutur
iku Allah tulung ing kawulane milahur

Luwih banget paidah gede kabegjan
wong tetulung ing sedulur kabecikan
Pinardi sahe iman syarat kapepekan
lan sahe ibadah syarate kacukupan

Sekurang-kurang wang bener tetulung
ing sedulure aweh pangan kahitung
Sedulur kang asor neja dijunjung
kelawan derajate mungguh syara luwih agung

Ikulah asiha tetulung ing kabecikan
ing sedulur mukmin supaya Allah pangeran
Asih tetulung ing kawulane kinasihan
uga asihe Allah wus dingin kenyataan

Sayugya parintahe Allah neh paham
sarta meruhaken ing wong pada ngawam
Ingdalem wajibe mukallaf agama Islam
sawuse ma’rifat ingkang agawe alam.

Kanjeng Nabi Rasulullah bersabda
yaitu Gusti Allah mengetahui
Mengasihi dan menolong hambanya dalam kebaikan
selama hambanya benar dalam batin

Dalam menolong saudaranya
dengan sesuatu yang memberikan manfaat kepada saudaranya.
Yang kategori syariat sudah dituturkan
yaitu Allah akan menolong hambanya.

Lebih banyak faedah yang memberi anugerah
orang yang menolong saudara dalam kebaikan,
Diajarkan sahe iman dan syaratnya kecukupan
dan sahnya ibadah syaratnya kecukupan

Setidak-tidaknya orang benar dalam menolong
kepada saudaranya memberikan makanan
Saudara yang rendah derajatnya dijunjung
dengan derajat menurut syara’ lebih besar.

Maka gemarlah menolong dalam kebaikan
kepada saudara mukmin, supaya Allah
Mengasihi memberikan pertolongan kepada hambanya yang dikasihi
juga bahwa kasih sayang Allah telah lebih dulu nyatanya

Seyogyanya perintah Allah dipahami
serta dilihatkan kepada orang awam
Di dalam kewajiban mukalaf agama Islam
setelah mengetahui (Allah) yang membuat alam


Ahmad Saifullah, jurnalis freelance


Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Ahmad Zahid Ali

Tags: BatikMakna batik rifaiyahRifaiyahTarajumah
Previous Post

‘Si Jahil’: Refleksi Hari Pendidikan Nasional

Next Post

Partela Bertutur: ATM-nya Pengurus Rafiyah

Ahmad Saifullah

Ahmad Saifullah

Jurnalis Freelance

Next Post
Partela Bertutur: ATM-nya Pengurus Rafiyah

Partela Bertutur: ATM-nya Pengurus Rafiyah

  • Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rukun Islam Satu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rifa’iyah Seragamkan Jadwal Ziarah Makam Masyayikh di Jalur Pantura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kembali ke Rumah: Ayo Mondok di Pesantren Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ramadhan Warga Rifaiyah Jakarta di Masjid Baiturrahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Rifa'iyah

Menjaga Tradisi, Menyongsong Masa Depan

Kategori

  • Bahtsul Masail
  • Berita
  • Cerpen
  • Keislaman
  • Khutbah
  • Kolom
  • Nadhom
  • Sejarah
  • Tokoh
  • Video

Sejarah

  • Rifa’iyah
  • AMRI
  • UMRI
  • LFR
  • Baranusa

Informasi

  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Visi Misi
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 Rifaiyah.or.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen

© 2025 Rifaiyah.or.id