Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
No Result
View All Result
Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
Home Khutbah

Khutbah Jumat: Hidup Proporsional, Memenuhi Kebutuhan, Menjauhi Syahwat

Ahmad Saifullah by Ahmad Saifullah
October 3, 2025
in Khutbah
0
Hidup proporsional

Jemaah sedang mendengarkan khutbah Jumat dengan khusyuk di dalam masjid. (Foto: Kanwil Kemenag Kep Babel)

0
SHARES
33
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدىْ وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْكَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى خَاتَمِ اْلاَنْبِيَآءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ مُحَمَّدٍ وَّعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena sesungguhnya, takwa adalah sebaik-baik bekal kita untuk kehidupan di dunia dan di akhirat.

Hadirin yang berbahagia,
Kita semua menyadari bahwa manusia hidup di dunia ini tidak bisa dilepaskan dari berbagai kebutuhan. Mulai dari kebutuhan dasar seperti makan dan minum, hingga kebutuhan untuk berprestasi, mendapatkan kasih sayang, bahkan kebutuhan spiritual. Para ahli psikologi, seperti Abraham Maslow, juga telah mengemukakan teori tentang hirarki kebutuhan manusia. Awalnya, Maslow berpendapat bahwa kebutuhan dasar adalah prioritas utama. Namun, kemudian ia merevisi pandangannya, menyatakan bahwa kebutuhan spiritual justru mendahului kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Mari kita renungkan, apakah seorang bayi hanya membutuhkan makan, minum, dan kasih sayang orang tuanya? Ataukah ia sudah memiliki kebutuhan spiritual, kebutuhan untuk berhubungan dengan Tuhannya? Secara kasat mata, mungkin kita akan menjawab belum. Namun, bagaimana mungkin bayi tidak berhubungan dengan Tuhannya, padahal sejak awal ia diciptakan oleh-Nya? Keberadaannya bukan atas kemauannya sendiri, melainkan kehendak Tuhan. Bahkan, ketika menyusu pun, secara otodidak bayi mendapatkan hidayah dari Allah, Andai tidak ada hidayah, tentu ia akan meniup puting susu, bukan mengenyutnya. Pernahkah orang tua mengajari bagaimana cara bayi menyusu kepada Ibunya?

Demikian pula dengan kemampuan berbicara. Apakah orang tua mutlak berjasa mengajari bayi hingga ia mampu berbicara? Jika demikian, mengapa ada beberapa bayi yang bisu, gagu, atau celat? Peran manusia dalam hidup ini sesungguhnya sangatlah kecil. Oleh karena itu, kita tidak bisa tidak untuk selalu berhubungan dengan Dzat Yang Maha Menciptakan dan Mengadakan. Dan itulah yang kita sebut sebagai kebutuhan spiritual.

Sering diulang-ulang oleh KH. Ahmad Rifa’i, karena manusia menyadari keterbatasannya, meyakini kedloifannya, bahkan secara potensi penciptaannya ia bersifat: faqir, kikir, dan berkeluh kesah, maka tiap saat ia harus gegoyangan ing Allah. Bergantung sepenuhnya dengan Allah dalam wujud zikir saben tingkah.

Maka, berhubungan dengan Tuhan adalah dasar dari segala kebutuhan manusia, melebihi kebutuhan makan dan minum. Buktinya, shalat diwajibkan lima kali sehari, sementara makan cukup dua atau tiga kali.

Saudaraku seiman,
Jika manusia hanya mengandalkan dirinya sendiri, dengan segala ilmunya, seberapa bisa diandalkan pengetahuan itu? Bahkan hal terdekat dari penglihatannya pun, manusia seringkali tidak mengetahuinya. Coba tanyakan, berapakah jumlah bulu mata kita? Hampir bisa dipastikan tidak ada yang tahu. Apalagi bagian tubuh lainnya. Mampukah manusia menyangga hidupnya seorang diri tanpa Tuhannya? Padahal potensi dan modal manusia sebagai khalifah di bumi ini hanyalah dua: amat sangat bodoh, dan amat sangat zalim (dloluuman Jahuula).

Allah SWT berfirman:

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمانَةَ عَلَى السَّماواتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَها وَأَشْفَقْنَ مِنْها وَحَمَلَهَا الْإِنْسانُ إِنَّهُ كانَ ظَلُوماً جَهُولاً

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka mereka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh“. (QS. Al Ahzab: 72).

Bahkan kepada dirinya sendiri saja, seringkali manusia berbuat zalim. Berapa banyak di antara kita yang menyukai makanan pedas, hanya mementingkan keinginan mulut namun tidak mempertimbangkan kondisi lambung atau usus kita? Ketika memilih makanan, yang menjadi pertimbangan utama adalah nafsu dan kenikmatan, bukan kesehatan atau kebutuhan tubuh. Inilah mengapa kita sering menyaksikan berbagai penyakit bermunculan akibat pola makan yang tidak proporsional. Tidak sesuai porsi kebutuhannya, tapi sesuai nafsu seleranya. Sudah berulang-ulang KH. Ahmad Rifa’I mewanti-wanti kepada kita, dalam mengonsumsi sesuatu manusia harus berkaidah seqodar hajar kanggo tulung thoat.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى وَادِيًا ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

Dari Anas bin Malik ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Andai kata manusia itu telah mempunyai harta benda sebanyak dua lembah, mereka masih ingin untuk mendapatkan satu lembah lagi. Tidak ada yang dapat mengisi perutnya sampai penuh melainkan hanya tanah (maut). Dan Allah menerima taubat orang yang telah bertaubat kepada-Nya.”

Dahulu di pesantren, orang yang suka makan disebut hamba perut. Namun, menurut saya, julukan itu kurang tepat, sebab perut tidak memiliki selera; ia hanya pengirim sinyal lapar dan penerima olahan makanan. Yang lebih tepat adalah hamba nafsu.

Apakah akal kita selalu menjadi alat pertimbangan dalam setiap keputusan memilih makanan? Seringkali tidak. Padahal akal adalah pembeda antara manusia dan makhluk lainnya. Betapa menderitanya akal, hidup melekat bersama manusia, tetapi manusia jarang memakainya.

Hadirin jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Allah menciptakan api, air, dan harta, yang semuanya memiliki potensi manfaat. Namun, semuanya harus diperlakukan sesuai proporsinya, berdasarkan kebutuhan, bukan keinginan dan nafsu. Api yang dikelola dengan baik menjadi energi penggerak. Air yang diatur dengan irigasi menjadi penopang kehidupan. Namun, kelalaian manusia dalam memperlakukan keduanya seringkali menyebabkan kebakaran dan banjir.

Tanda dari keinginan dan nafsu adalah selalu ingin bertambah, seperti orang yang minum air asin, semakin diminum semakin haus. Anak kecil yang menyusu, jika tidak disapih, akan terus menyusu. Sebaliknya, kebutuhan akan merasa cukup setelah terpenuhi.

Kita bisa menyaksikan kerusakan alam yang terjadi begitu cepat setelah revolusi industri. Produksi dijalankan bukan berdasarkan kebutuhan, melainkan keinginan menumpuk laba material, keuntungan finansial, yang berakibat pada kerusakan lingkungan. Banyak perusahan IT mem-PHK karyawannya bukan karena mengalami defisit, tetapi karena nafsu kurang banyak. Nafsu manusia selalu bertentangan dengan kenyataan. Keinginan tampil muda dengan menyemir uban dan menggunakan produk kecantikan tidak bisa menghindarkan diri dari kenyataan bahwa tua dan keriput itu pasti.

Kebutuhan dalam menggunakan harta juga ditandai dengan kadar atau ukuran. Sebagaimana firman Allah SWT:

اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ

“Sungguh, Kami menciptakan segala sesuatu berdasarkan kadarnya (ukuran).” (QS. Al-Qamar: 49)

Allah menciptakan segala sesuatu berdasarkan ukurannya. Jika kita mematuhi ukuran tersebut, maka kita akan mencapai keseimbangan dalam hidup.

Menjadi muslim bukan hanya taat dalam ibadah ritual, tetapi juga taat pada sunatullah yang telah ditentukan. Dalam makan dan minum pun tentu ada ukurannya. Manusia sudah dilengkapi sensor saraf untuk merasakan lapar dan kenyang. Tetapi seringkali banyak dan sedikitnya makan ditentukan enak dan tidak, bukan sehat dan tidaknya, Allah berfirman:

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“… makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Rasulullah SAW memberikan pedoman: “Makanlah setelah lapar, dan berhentilah sebelum kenyang.”

Jadi, untuk mengetahui apakah kita berorientasi pada kebutuhan atau keinginan:

  1. Kebutuhan: merasa cukup setelah dipenuhi. Keinginan: merasa kurang setelah dipenuhi dan ingin terus bertambah.
  2. Kebutuhan: memiliki ukuran atau kadar. Keinginan: tidak terukur, meskipun pada akhirnya sunatullah yang akan membatasinya.

Jika dibandingkan dengan makhluk lain, manusia seringkali melampaui batas ukuran. Manusia disebut omnivora (pemakan segalanya), melebihi makhluk lain dalam hal konsumsi. Padahal kambing saja hanya memakan dedaunan tertentu, tidak sembarangan daun.

Allah SWT berfirman:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai akal/hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu layaknya binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’raf: 179).

Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang senantiasa menggunakan akal dan hati kita untuk memahami ayat-ayat Allah, melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, dan mendengar seruan kebenaran, sehingga kita bisa hidup secara proporsional sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ
اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. اِعْلَمُوا أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَبْدَعَ الْخَلْقَ بِكُلِّ قَدَرٍ وَنِظَامٍ. وَقَدْ جَعَلَ لِكُلِّ شَيْءٍ حَدًّا وَمِقْدَارًا. فَالنَّارُ وَالْمَاءُ وَالْمَالُ كُلُّهَا نِعَمٌ مِنْ عِنْدِ اللهِ، وَإِنَّمَا تَكُونُ نَافِعَةً إِذَا اسْتُخْدِمَتْ بِحَسَبِ الْحَاجَةِ وَالضَّرُورَةِ، لَا بِحَسَبِ الشَّهْوَةِ وَالرَّغْبَةِ

فَإِذَا اسْتَخْدَمْنَا هَذِهِ النِّعَمَ بِمِقْدَارِ حَاجَتِنَا، كَانَتْ بَرَكَةً وَفَائِدَةً. أَمَّا إِذَا اسْتَخْدَمْنَاهَا عَلَى مِقْدَارِ الشَّهَوَاتِ، أَدَّى ذَلِكَ إِلَى الْإِسْرَافِ وَالْفَسَادِ وَالْأَزَمَاتِ. فَكَمْ مِنْ حَرِيقٍ وَسَيْلٍ كَانَ بِسَبَبِ إِهْمَالِ الْإِنْسَانِ فِي اسْتِخْدَامِ النَّارِ وَالْمَاءِ. وَكَمْ مِنْ فَسَادٍ فِي الْبِيئَةِ بِسَبَبِ الطَّمَعِ وَالْجَشَعِ فِي تَحْصِيلِ الْمَالِ وَكَسْبِ الْأَرْبَاحِ

أَيُّهَا الْإِخْوَان الْمُسْلِمُونَ
إِنَّ الْفَرْقَ بَيْنَ الْحَاجَةِ وَالشَّهْوَةِ جَلِيٌّ. فَالْحَاجَةُ إِذَا قُضِيَتْ، شَعَرَ الْإِنْسَانُ بِالرِّضَا وَالْكِفَايَةِ. أَمَّا الشَّهْوَةُ، فَكُلَّمَا تَحَقَّقَتْ، ازْدَادَتْ، وَلَا تَرْوِيهَا شَيْءٌ، كَمَنْ يَشْرَبُ الْمَاءَ الْمَالِحَ، فَكُلَّمَا شَرِبَ ازْدَادَ عَطَشًا. وَقَدْ وَصَفَ اللهُ تَعَالَى هَذَا الْمَبْدَأَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ بِقَوْلِهِ

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (الأعراف: 31)

وَعَلَّمَنَا رَسُولُنَا الْكَرِيمُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْلِهِ: “نَحْنُ قَوْمٌ لَا نَأْكُلُ حَتَّى نَجُوعَ، وَإِذَا أَكَلْنَا لَا نَشْبَعُ.” (رواه الترمذي)

فَلْنَتَّقِ اللهَ فِي أَنْفُسِنَا وَفِي نِعَمِهِ، وَلْنَسْتَخْدِمْ كُلَّ شَيْءٍ بِمِقْدَارِ الْحَاجَةِ لَا الْهَوَى. وَلْنَجْعَلْ حَيَاتَنَا كُلَّهَا مُنْضَبِطَةً بِقَدَرِ اللهِ وَشَرْعِهِ

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُومًا، وَتَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُومًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Download file pdf: Khutbah Jumat: Hidup Proporsional, Memenuhi Kebutuhan, Menjauhi Syahwat


Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra

Tags: hidup seimbangkhutbah jumatkhutbah jumat terbarupola hidup sehat
Previous Post

Reportase Tahsinah: Ketika Huruf Demi Huruf Menjadi Jalan Menuju Surga

Next Post

PP AMRI Terbitkan Surat Edaran Harlah ke-24: “Dari Kitab Menuju Gerakan”

Ahmad Saifullah

Ahmad Saifullah

Jurnalis Freelance

Next Post
Harlah AMRI ke-24

PP AMRI Terbitkan Surat Edaran Harlah ke-24: “Dari Kitab Menuju Gerakan”

  • Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Rifa’iyah dan Organisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rukun Islam Satu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rifa’iyah Seragamkan Jadwal Ziarah Makam Masyayikh di Jalur Pantura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kembali ke Rumah: Ayo Mondok di Pesantren Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Rifa'iyah

Menjaga Tradisi, Menyongsong Masa Depan

Kategori

  • Bahtsul Masail
  • Berita
  • Cerpen
  • Keislaman
  • Khutbah
  • Kolom
  • Nadhom
  • Nasional
  • Sejarah
  • Tokoh
  • Video

Sejarah

  • Rifa’iyah
  • AMRI
  • UMRI
  • LFR
  • Baranusa

Informasi

  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Visi Misi
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 Rifaiyah.or.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen

© 2025 Rifaiyah.or.id