Asal dan Nasab Kiyai Abdul Hanan
Kiyai Abdul Hanan adalah tokoh dan kiai Rifa’iyah yang tinggal di Dusun Tambangsari, Sukolilo, Kabupaten Pati. Beliau bernama lengkap K. Abdul Hanan bin Muhammad Qorib (Mbah Joko) bin K. Jalaludin bin Nur Hadi bin Nur Ali. Nasab ini telah ditashihkan oleh putri beliau, Nyai Jasemi, serta diamini oleh K. Ishaq Sajuri dan sejalan dengan tulisan K. Syafi’i Asnawi.
Keluarga dan Keturunan
Kiyai Abdul Hanan menikah dengan Nyai Sailah (w. 1964) dan dikaruniai beberapa anak. Di antara putra-putri beliau ialah Kiyai Muhammad Sadjuri, Kiyai Asnawi Pranoto, Kiyai Hasan Basri, Kiyai Mahmud, Nyai Jasemi, Nyai Siti Salamah, dan Nyai Sulipah. Selain itu, dari pernikahannya dengan Nyai Khodijah, beliau dikaruniai satu putri, yakni Nyai Jamirah. Dengan demikian, keluarga beliau menjadi penerus ajaran dan perjuangan sang kiai.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Dalam perjalanan ilmunya, Kiyai Abdul Hanan berguru kepada K. Abdul Manan di Rejosari, Purwodadi. Di Rejosari, beliau seangkatan dengan K. Djazuli Sundoluhur, KH. Abdul Syukur Baturejo, KH. Suhbi Surodadi, KH. Bunawi Ketileng, dan KH. Sholeh Lebosari. Sebelumnya, beliau juga menimba ilmu di beberapa pesantren di Jawa Timur.
Baca juga: K. Djazuli dan Masyayikh: Pilar Tarajumah Rifa’iyah dari Sundoluhur Pati
Beberapa kitab peninggalan beliau yang masih tersimpan hingga kini antara lain Kitab Bajuri Hasyiah Fathul Qorib, Kitab Matan Jurumiyah, dan kitab-kitab lainnya.
Metode Pengajaran dan Disiplin Santri
Menurut penuturan putrinya, Nyai Jasemi, K. Abdul Hanan dikenal tegas terhadap santri dan anak-anak yang melanggar syariat. Beliau tidak ragu memberi hukuman demi menegakkan kedisiplinan. Metode pembelajaran yang beliau terapkan adalah talaqqi dan sorogan. Santri pemula dilatih membaca pegon kitab tarjamah dan menghafalkannya, dimulai dari Kitab Takhirah dan Riyāyatul Himmah. Kemudian, santri yang telah mahir naik ke jenjang Murod dan Maqsud. Menariknya, metode ini terus diwariskan oleh putranya, Kiyai Sadjuri Hanan.
Warisan Tradisi Taslim
Selain mengajar, Kiyai Abdul Hanan juga meninggalkan tradisi keagamaan yang masih lestari hingga kini, yakni tradisi taslim. Dalam tradisi ini, setiap anak yang telah dikhitan atau mencapai usia baligh akan ditalqin oleh kiai untuk membaca “Syahadat sak maknane” di hadapan masyarakat. Setelah itu, mereka diperintahkan mandi wajib sebagai tanda kesungguhan menjalankan syariat. Dengan demikian, tradisi ini menjadi warisan spiritual yang memperkuat identitas keislaman masyarakat Tambangsari.
Keteladanan dan Kehidupan Sederhana

Kiyai Abdul Hanan dikenal hidup sederhana, bersahaja, dan dekat dengan masyarakat. Karena itu, beliau sering diminta memberi solusi, baik dalam urusan sosial maupun spiritual. Nilai-nilai keteladanan ini kemudian diteruskan oleh putra-putranya, Kiyai Sadjuri dan Kiyai Asnawi, yang tetap menjaga ajaran sang ayah.
Wafat dan Peringatan Haul

Kiyai Abdul Hanan wafat pada 14 Rabiul Akhir 1386 H / 1 Agustus 1966 M. Beliau dimakamkan di maqbarah bani Abdul Hanan, belakang Masjid Baitul Izzah, Tambangsari, Sukolilo, Pati. Hingga kini, haul beliau selalu dihadiri ribuan jamaah dari berbagai daerah. Haul ke-59 Kiyai Abdul Hanan dilaksanakan pada hari Senin, 6 Oktober 2025 M / 14 Rabiul Akhir 1447 H.
Baca Juga: Mbah Ilham: Murid Setia KH. Ahmad Rifa’i dan Pejuang Dakwah Islam
Penulis: M. Ihsanudin Ishaq Spd. M.U.F
Editor: Yusril Mahendra






