Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
No Result
View All Result
Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
Home Kolom

Membersihkan Jiwa Laksana Mereset Smartphone: Resep Tazkiyatun Nafs di Era Digital ala Gus Zuhurul Fuqoha

Ahmad Saifullah by Ahmad Saifullah
June 11, 2025
in Kolom
0
Membersihkan Jiwa Laksana Mereset Smartphone: Resep Tazkiyatun Nafs di Era Digital ala Gus Zuhurul Fuqoha

Foto: Dokumentasi FB Pengurus AMRI

0
SHARES
155
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Di tengah riuhnya kehidupan modern, sering kali kita lupa untuk merawat komponen terpenting dalam diri: jiwa, ruhani. Pesan langit ini menggetar dan menyelubungi sanubari jamaah dalam sebuah majelis pengajian yang dimotori oleh kolaborasi tiga Pimpinan Daerah (PD) Rifa’iyah: Pemalang, Kabupaten Pekalongan, dan Kota Pekalongan.

Pelecut pesan itu adalah pewaris para nabi yang dikenal sebagai Gus Dr. Muhammad Zuhurul Fuqoha, atau biasa disapa Gus Zuhurul. Pesan pencerahan itu disampaikan di Masjid Baiturrahman Meduri Tirto, Kota Pekalongan (9/6/2025).

Beliau menawarkan sebuah analogi yang begitu relevan dengan zaman untuk memahami proses pembersihan jiwa (tazkiyatun nafs). “Anggaplah diri kita ini seperti smartphone,” ujarnya, membuka sebuah perspektif yang menggugah akal rohani.

Ceramah yang disampaikan dalam acara rutin pengajian malam Selasa Pon, atau akrab disebut sebagai pengajian Ponan ini, mengupas tuntas bagaimana merawat rohani dengan perumpamaan yang mudah dipahami oleh siapa saja.

Menurut Gus Zuhurul, yang juga putra dari KH. Yahya Dahlan—pengarang syair “Alamate Anak Shalih”—perjalanan spiritual manusia tak ubahnya seperti merawat sebuah gawai canggih yang kita genggam setiap hari. “Jangan hanya gawainya yang smart, orangnya juga harus smart,” kelakar santainya di hadapan deretan hadirin yang fokus.

Paradoks Pembersihan Diri: Merasa Suci vs. Menyucikan Diri

Kiai muda pengasuh Pondok Miftahul Ulum Yahyawiyyah Pati ini memulai dengan mengurai dua ayat Al-Qur’an yang sekilas tampak bertentangan. Pertama, dalam Surah An-Najm ayat 32, Allah berfirman:

ٱلَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَـٰٓئِرَ ٱلْإِثْمِ وَٱلْفَوَٰحِشَ إِلَّا ٱللَّمَمَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ وَٰسِعُ ٱلْمَغْفِرَةِ ۚ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلْأَرْضِ وَإِذْ أَنتُمْ أَجِنَّةٌۭ فِى بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمْ ۖ فَلَا تُزَكُّوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ ٱتَّقَىٰٓ

“(Mereka adalah) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji. Akan tetapi, mereka (memang) melakukan dosa-dosa kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya. Dia lebih mengetahui dirimu sejak Dia menjadikanmu dari tanah dan ketika kamu masih berupa janin dalam perut ibumu. Maka, janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia lebih mengetahui siapa yang bertakwa.”

“Falaa tuzakkuu anfusakum” (Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci). Ayat ini melarang keras manusia untuk merasa bersih diri, atau dalam bahasa Kitab Tararjumah: “Rumasa atine sentosa saking pangupayane Allah” (hatinya merasa aman dari rencana Allah) karena ke-GEER-an terhadap kesucian batinnya.

Namun di sisi lain, dalam Surah Asy-Syams ayat 9, Allah menjanjikan: “Qod aflaha man zakkaahaa” (Sungguh beruntunglah orang yang mensucikannya [jiwa]).

“Lalu bagaimana ini? Satu ayat melarang, satu ayat lagi memuji,” tanya Gus Zuhurul retoris.

Beliau menjelaskan bahwa keduanya tidak bertentangan. Ayat pertama melarang sifat merasa suci, sementara ayat kedua memerintahkan upaya untuk mensucikan diri. Artinya, tazkiyatun nafs bukanlah tentang klaim kesucian, melainkan sebuah proses perjuangan seumur hidup untuk membersihkan jiwa (ruh) dari kotoran dosa dan penyakit hati.

Analogi Brilian: Jiwa Manusia adalah Smartphone

Untuk membuat konsep ini lebih membumi, Gus Zuhurul—yang juga dosen di UIN Kudus—menggunakan analogi smartphone yang cemerlang.

  1. Baterai adalah Iman
    “Sebuah smartphone secanggih apa pun, jika baterainya kosong, hanyalah seonggok barang mati,” jelasnya. Baterai ini adalah iman. Tanpa iman kepada Allah, seluruh potensi dan amal manusia tidak akan memiliki daya hidup dan tidak berfungsi di hadapan Allah SWT.
  2. Aplikasi adalah Amal Saleh
    Baterai yang penuh pun tak ada gunanya tanpa aplikasi. Inilah peran amal saleh. Salat, puasa, zikir, sedekah, dan perbuatan baik lainnya adalah “aplikasi” yang menjadikan hidup kita berfungsi dan bermanfaat.
  3. Pembaruan Sistem (Update) adalah Ilmu
    Aplikasi sering kali membutuhkan pembaruan sistem agar berjalan optimal. “Pembaruan sistem ini adalah ilmu,” tegasnya. Mengaji, belajar, dan terus menuntut ilmu adalah cara kita meng-update pemahaman agar amal ibadah kita tidak usang, tidak salah, dan berjalan sesuai tuntunan yang benar.
  4. Koneksi Internet (Data/Wi-Fi) adalah Zikir
    Smartphone canggih dengan aplikasi lengkap tak akan bisa terhubung jika tidak memiliki paket data atau koneksi Wi-Fi. Koneksi inilah zikir dan hubungan batin dengan Allah. Tanpa zikir, ruh akan terputus dari sumber rahmat dan petunjuk Allah SWT.
  5. Virus adalah Maksiat dan Penyakit Hati
    Ancaman terbesar bagi sebuah gawai adalah virus. Dalam ruhani, virus itu berupa maksiat dan penyakit-penyakit hati seperti sombong, iri, dan dengki. Virus ini akan merusak “sistem”, membuat “aplikasi” amal menjadi eror, dan menghabiskan “baterai” iman secara perlahan.
  6. Reset Pabrik (Factory Reset) adalah Taubat
    Ketika smartphone sudah terlanjur dipenuhi virus hingga kinerjanya melambat bahkan rusak, satu-satunya solusi ampuh adalah reset ke setelan pabrik. “Inilah taubat dan istighfar,” tutur Gus Zuhurul. Dengan bertaubat secara sungguh-sungguh, kita “mereset” jiwa kembali ke kondisi fitrah (bersih), menghapus semua “virus” dosa, dan memulainya kembali dengan sistem yang segar.

Kisah Ibnu Sina dan Pelajaran dari Sebuah Delusi

Untuk menguatkan pesannya, Gus Zuhurul menceritakan kisah kebijaksanaan ulama sekaligus dokter legendaris Islam, Ibnu Sina (Avicenna). Suatu ketika, Ibnu Sina dihadapkan pada seorang pasien yang mengalami delusi parah. Pasien itu merasa dirinya adalah seekor sapi dan menolak makan karena yakin makanannya adalah rumput, bukan nasi. Pada momen hari raya Iduladha, ia berharap ada orang yang berkenan menjadikannya “binatang kurban.”

Alih-alih menyangkal delusi pasiennya, Ibnu Sina justru masuk ke dalam dunianya. Ia datang bersama seseorang yang pura-pura akan menyembelih pasien yang merasa jadi sapi. Sambil membawa golok dan berkata, “Mana sapi yang mau disembelih?” hampir saja golok itu menyentuh lehernya. Ibnu Sina menghentikan upaya penyembelihan dan berkata, “Sepertinya sapi ini terlalu kurus. Beri dia makan yang banyak agar gemuk, baru nanti saya sembelih.”

Mendengar hal itu, si pasien akhirnya mau makan dengan lahap karena memiliki tujuan baru: menjadi gemuk agar “layak” disembelih. Perlahan tapi pasti, saat nutrisinya terpenuhi, kewarasan batinnya pun pulih. Selanjutnya, kaidah “al-‘aqlu salīm fī al-jismi as-salīm” berlaku bagi pasien tersebut.

Kisah ini menjadi cerminan bahwa proses penyembuhan jiwa (tazkiyah) membutuhkan kebijaksanaan, bukan paksaan. Ia menuntut kita untuk memahami kondisi jiwa, mendekatinya dengan cara yang tepat, dan memberinya “nutrisi” berupa zikir, ilmu, dan taubat yang tulus.

Pada akhirnya, pengajian ini mengingatkan kita bahwa merawat jiwa adalah sebuah pekerjaan aktif yang tak kenal henti. Layaknya peperangan tanpa gencatan senjata, sampai nanti, sampai mati. Seperti merawat gawai kesayangan, jiwa kita pun perlu terus diisi dayanya dengan iman, diinstal dengan amal, diperbarui dengan ilmu, disambungkan dengan zikir, dan dibersihkan dari virus maksiat melalui taubat. Sebuah resep spiritual yang sangat relevan untuk menavigasi kehidupan di era digital yang penuh tantangan.


Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra

Tags: Gus ZuhurulPengajianPengajian PonanTaubatTazkiyatun Nafs
Previous Post

Gus Ketum Hadiri Pengajian Lapanan PD AMRI Temanggung: Menggaungkan Semangat Kaderisasi dan Membumikan Kitab Tarajumah

Next Post

PD AMRI Wonosobo Resmi Dilantik, Siap Lanjutkan Pergerakan dan Kaderisasi

Ahmad Saifullah

Ahmad Saifullah

Jurnalis Freelance

Next Post
PD AMRI Wonosobo Resmi Dilantik, Siap Lanjutkan Pergerakan dan Kaderisasi

PD AMRI Wonosobo Resmi Dilantik, Siap Lanjutkan Pergerakan dan Kaderisasi

  • Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rukun Islam Satu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rifa’iyah Seragamkan Jadwal Ziarah Makam Masyayikh di Jalur Pantura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kembali ke Rumah: Ayo Mondok di Pesantren Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ramadhan Warga Rifaiyah Jakarta di Masjid Baiturrahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Rifa'iyah

Menjaga Tradisi, Menyongsong Masa Depan

Kategori

  • Bahtsul Masail
  • Berita
  • Cerpen
  • Keislaman
  • Khutbah
  • Kolom
  • Nadhom
  • Sejarah
  • Tokoh
  • Video

Sejarah

  • Rifa’iyah
  • AMRI
  • UMRI
  • LFR
  • Baranusa

Informasi

  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Visi Misi
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 Rifaiyah.or.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen

© 2025 Rifaiyah.or.id