Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
No Result
View All Result
Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
Home Berita

Menggugat Kelalaian: Saat Harta Waris Menjadi Rampasan dan Ibadah Kehilangan Arah

Kajian Kitab Mushlihat (Fiqhul Mawaris) oleh KH. Mukhlisin Muzarie Mengingatkan Kembali Urgensi Hukum Waris Islam dan Prioritas Beribadah

Ahmad Saifullah by Ahmad Saifullah
July 24, 2025
in Berita, Kolom, Nadhom
0
Menggugat Kelalaian: Saat Harta Waris Menjadi Rampasan dan Ibadah Kehilangan Arah
0
SHARES
136
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Di tengah dinamika kehidupan modern, banyak umat Muslim yang tanpa sadar mengabaikan salah satu pilar penting dalam syariat Islam, yaitu ilmu mawaris atau yang lebih dikenal sebagai ilmu faraid. Pembagian harta peninggalan sering kali dilakukan berdasarkan kesepakatan keluarga atau hukum adat tanpa mengindahkan ketetapan pasti yang telah digariskan oleh Allah SWT. Akibatnya, tanpa disadari, praktik perampasan hak (ghasab) merajalela di tengah masyarakat.

Fenomena inilah yang menjadi sorotan utama dalam acara Ngaji Bareng Offline/Online Kitab Mushlihat (Ilmu Faraid) yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Rifa’iyah bersama Rifaiyah Media di Gedung Pimpinan Pusat Rifa’iyah Batang, pada Rabu, 23 Juli 2025. Dalam kajian yang dimulai pada pukul 20.30 WIB, Ketua Umum Pimpinan Pusat Rifa’iyah, Dr. KH. Mukhlisin Muzarie, mengupas tuntas urgensi penerapan hukum waris Islam berdasarkan kitab karya Syekh Ahmad Rifa’i, yaitu Kitab Mushlihat.

Waris Bukan Turun-temurun, tapi Ketetapan Allah

Salah satu kesalahan mendasar di masyarakat adalah anggapan bahwa harta warisan merupakan harta yang turun-temurun. KH. Mukhlisin Muzarie meluruskan pandangan ini dengan sebuah teori yang mendalam:
“Hakikatnya harta itu milik Allah, dipinjamkan kepada hamba-hamba-Nya. Dan ketika meninggal, hartanya masih banyak, itu diambil lagi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah-lah yang membaginya,” tegas beliau.

Konsep ini menggarisbawahi bahwa manusia, baik yang mewariskan maupun yang menerima warisan, tidak memiliki kehendak untuk mengatur pembagiannya. Allah SWT telah menetapkannya secara langsung di dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Surah An-Nisa ayat 11:

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ

Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.”

Pengasuh Pondok Pesantren Ishlahul Muta’allimin ini menekankan bahwa ayat yang diawali dengan frasa يُوصِيكُمُ اللَّهُ (Allah mewasiatkan/mewajibkan kepadamu) menunjukkan sebuah perintah yang tidak bisa ditawar.
“Semua ahli tafsir mengatakan wajaba ‘alaikum, Allah telah mewajibkan kepada kalian semua,” ujarnya. Ketetapan ini kemudian dipertegas di akhir rangkaian ayat-ayat waris dengan firman-Nya تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ  (Itulah batasan-batasan/ketentuan dari Allah).

Ketika ketentuan Allah ini diabaikan, sekalipun atas dasar musyawarah dan keridaan semua ahli waris, maka praktik tersebut tetap tidak dibenarkan.
“Jadi, rida itu tidak bisa, karena kata-kata rida itu bertentangan dengan ayat Al-Qur’an,” jelas KH. Mukhlisin. Para ulama, lanjutnya, menyebut hak waris ini sebagai خِلَافَة إِجْبَارِيَّة  (peralihan hak yang bersifat memaksa). Artinya, suka atau tidak, ahli waris harus menerima bagian yang telah ditentukan Allah.

Ghasab Terselubung dalam Pembagian Waris

KH. Ahmad Rifa’i dalam kitabnya bahkan menggunakan istilah yang sangat tegas bagi mereka yang membagi waris tanpa ilmu.
“Ghalibe awam pada taksir kesawang ngambil harta waris pada ghasaban,” kutip KH. Mukhlisin Muzarie, yang berarti: “Kebanyakan orang awam karena lalai, telah mengambil harta waris secara ghasab (merampas).”

Ghasab adalah mengambil hak milik orang lain secara paksa dan zalim. Ketika harta waris tidak dibagi sesuai faraid, maka akan ada hak seseorang yang terambil lebih banyak dan hak orang lain yang terkurangi. Inilah yang dinilai sebagai praktik ghasab yang haram hukumnya.

“Apabila dia mengambil bagian orang lain, berarti kalau misalnya pembagian waris tidak sesuai dengan hukum Islam, itu berarti ada yang memperoleh harta haram,” tandas KH. Mukhlisin Muzarie. Harta haram, dalam konteks ini, tidak hanya berasal dari mencuri atau menipu, tetapi juga dari warisan yang tidak dibagi sesuai haknya.

Solusinya, menurut beliau, adalah dengan menghitung terlebih dahulu bagian masing-masing ahli waris sesuai angka-angka dalam ilmu faraid. Setelah setiap ahli waris mengetahui hak pastinya, barulah kerelaan atau pemberian kepada saudara lain bisa dilakukan. Dengan cara ini, kebaikan seorang saudara yang memberikan sebagian haknya kepada yang lain akan tercatat sebagai sedekah dan mempererat persaudaraan, bukan sekadar “bagi rata” yang menafikan hukum Allah.

Prioritas Ibadah yang Terbolak-balik

Kajian ini juga menyoroti fenomena lain yang tidak kalah penting, yaitu kekeliruan dalam menentukan prioritas beribadah. Banyak masyarakat yang berlomba-lomba melaksanakan ibadah sunah seperti umrah, namun melalaikan kewajiban yang lebih mendesak.

KH. Mukhlisin Muzarie mengingatkan bahwa sebelum harta warisan dibagikan, ada hak-hak lain yang wajib diselesaikan terlebih dahulu, yaitu utang si mayit. Beliau mengutip sebuah hadis sahih:

فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى

Artinya: “Utang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi.”

Hadis ini mengisyaratkan bahwa utang, baik kepada Allah (seperti zakat yang belum tertunaikan) maupun kepada manusia, memiliki prioritas utama untuk diselesaikan dari harta peninggalan.

Ironisnya, masyarakat justru sering kali mengambil harta peninggalan untuk selamatan atau bahkan menghajikan orang yang telah meninggal padahal semasa hidupnya belum terkena kewajiban haji. KH. Ahmad Rifa’i, seperti yang dijelaskan KH. Mukhlisin Muzarie, secara tegas menyatakan bahwa praktik tersebut keliru.

Lebih jauh, Kiai Mukhlisin menyinggung orang yang masih memiliki utang salat fardu (qada’), namun sibuk dengan ibadah haji.
“Coba nanti kita diskusi, ya… Coba, Syekh Ahmad Rifa’i mengatakan, haji juga tidak wajib kalau punya qada’ mubadarah (salat yang harus segera diqada’),” ujarnya, memantik diskusi tentang pentingnya menunaikan kewajiban pokok yang segera tunai (fardhu temuli) sebelum ibadah lainnya.

Reportase dari majelis ilmu ini menjadi pengingat keras bagi umat Islam untuk kembali mempelajari dan mengamalkan ilmu faraid. Ini bukan sekadar persoalan pembagian harta, melainkan tentang ketaatan pada ḥudūdullāh, tentang menjaga diri dari memakan harta haram secara tidak sadar, dan tentang meluruskan kembali kompas prioritas dalam beribadah. Seperti disimpulkan dalam kajian, langkah pertama adalah “tahu angkanya dulu”, mengetahui hak yang telah Allah tetapkan sebelum melangkah lebih jauh.


Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra

Tags: hukum warisilmu faraidkajian Islam
Previous Post

Khutbah Jumat: Menghidupkan Kembali Kehangatan Silaturahim di Era Digital

Next Post

Penjelasan Kitab Tasyrihatal Muhtaj 8: Larangan Jual Beli Daging dengan Hewan Hidup

Ahmad Saifullah

Ahmad Saifullah

Jurnalis Freelance

Next Post
Penjelasan Kitab Tasyrihatal Muhtaj 8: Larangan Jual Beli Daging dengan Hewan Hidup

Penjelasan Kitab Tasyrihatal Muhtaj 8: Larangan Jual Beli Daging dengan Hewan Hidup

  • Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rukun Islam Satu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rifa’iyah Seragamkan Jadwal Ziarah Makam Masyayikh di Jalur Pantura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kembali ke Rumah: Ayo Mondok di Pesantren Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Rifa’iyah dan Organisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Rifa'iyah

Menjaga Tradisi, Menyongsong Masa Depan

Kategori

  • Bahtsul Masail
  • Berita
  • Cerpen
  • Keislaman
  • Khutbah
  • Kolom
  • Nadhom
  • Nasional
  • Sejarah
  • Tokoh
  • Video

Sejarah

  • Rifa’iyah
  • AMRI
  • UMRI
  • LFR
  • Baranusa

Informasi

  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Visi Misi
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 Rifaiyah.or.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen

© 2025 Rifaiyah.or.id