“Satengah maksiat dosa gede warnane: kangdihin mateni ing wong Islam tan kaudzurane.” (KH. Ahmad Rifa’i, Riayat al-Himmat)
Ada cerita sederhana yang sering kita lupakan: setiap kali kita bertemu dengan seseorang di jalan, kita sedang berpapasan dengan kehidupan yang sangat berharga. Kehidupan yang dilindungi oleh hukum langit, dijaga oleh rahmat Ilahi, dan dihormati oleh peradaban manusia sejak dahulu kala.
Islam datang bukan hanya membawa ritual ibadah, tetapi juga membawa kesadaran mendalam tentang nilai kehidupan. Dalam pandangan Islam, nyawa manusia memiliki kedudukan yang sangat mulia—begitu mulianya hingga menurut Allah SWT, merawat kehidupan satu manusia sama halnya dengan merawat kehidupan seluruh manusia. Sebaliknya, membunuh satu orang tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat Islam, laksana membunuh semua manusia.
مَنۡ قَتَلَ نَفۡسًۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ اَوۡ فَسَادٍ فِى الۡاَرۡضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيۡعًا ؕ وَمَنۡ اَحۡيَاهَا فَكَاَنَّمَاۤ اَحۡيَا النَّاسَ جَمِيۡعًا
“Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.” (QS. Al-Ma’idah: 32)
Larangan membunuh manusia juga ditegaskan oleh Allah SWT:
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (QS. Al-Isra’: 33)
Ayat ini bukan sekadar larangan. Ia adalah benteng perlindungan bagi setiap manusia, Muslim maupun non-Muslim, yang hidup dalam kedamaian. Ia mengajarkan kita bahwa kehidupan adalah anugerah suci yang tidak boleh dirampas sewenang-wenang.
Rasulullah ﷺ bahkan memasukkan pembunuhan tanpa hak ke dalam tujuh dosa besar yang membinasakan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللَّهِ، وَالسِّحْرُ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ، وَأَكْلُ الرِّبَا، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافلاتِ
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ bersabda: Jauhilah tujuh (dosa besar) yang membinasakan. Mereka bertanya: ‘Wahai Rasulullah, apa saja (tujuh dosa besar itu)?’ Beliau menjawab: ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin baik-baik yang lengah melakukan perzinaan.’” (HR. Al-Bukhari No. 6351)
Keadilan untuk Semua, Tanpa Pandang Bulu
Yang menggetarkan hati adalah bagaimana Islam mengajarkan keadilan yang melampaui batas suku dan agama. Bahkan terhadap orang kafir yang tidak memerangi kaum Muslim, Islam memerintahkan kita untuk berlaku baik dan adil. Allah berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Rasulullah ﷺ juga memberikan peringatan keras bagi siapa pun yang membunuh orang kafir yang memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslim:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
“Barang siapa membunuh orang kafir mu’ahad (yang memiliki perjanjian), maka ia tidak akan mencium bau surga, padahal baunya didapati dari jarak perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Al-Bukhari No. 2995)
Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi kehidupan dan keadilan, bukan kekerasan dan kezaliman.
Lima Ancaman untuk Pembunuh Mukmin
Jika membunuh orang kafir yang damai saja dilarang keras, bagaimana dengan membunuh seorang mukmin? Allah memberikan ancaman yang sangat berat:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam; ia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, mengutukinya, dan menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa’: 93)
Lima ancaman dalam satu ayat: Jahannam, kekal di dalamnya, kemurkaan Allah, laknat Allah, dan azab yang besar. Bayangkan betapa besarnya dosa ini di sisi Allah.
Dalam hadis yang menggetarkan jiwa, Rasulullah ﷺ bersabda:
عَنْ أَبِي بَكَرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اجْتَمَعُوا عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ لَكَبَّهَمُ اللهُ جَمِيعًا عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ
“Seandainya penduduk langit dan penduduk bumi berkumpul membunuh seorang Muslim, sungguh Allah akan menjerumuskan mereka semua di atas wajah mereka di dalam neraka.” (HR. Thabrani)
Ketika Hukuman Menjadi Keadilan
Islam memang membolehkan hukuman mati, tetapi hanya dalam kondisi yang sangat spesifik dan melalui proses hukum yang adil. Rasulullah ﷺ menjelaskan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالْمُفَارِقُ لِدِيْنِهِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi Laa ilaaha illa Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dengan satu dari tiga perkara: (1) satu jiwa (halal dibunuh) dengan sebab membunuh jiwa yang lain, (2) orang yang sudah menikah yang berzina, (3) orang yang keluar dari agamanya (Islam) dan meninggalkan jamaah (Muslimin).” (HR. Bukhari, Muslim)
Dan yang penting dicatat: pelaksanaan hukuman ini hanya boleh dilakukan oleh penguasa yang sah, bukan oleh individu atau kelompok, untuk menghindari kekacauan dan kezaliman. Seperti yang dijelaskan Imam Ibnu Rajab rahimahullah, “Pembunuhan dengan satu dari tiga perkara ini disepakati di antara kaum Muslimin” (Jami‘ul-‘Ulum wal-Hikam 2/16), namun tetap harus melalui proses hukum yang adil.
Tanda Zaman: Ketika Pembunuhan Menjadi Biasa
Nabi Muhammad ﷺ telah memperingatkan kita tentang zaman di mana pembunuhan akan menjadi hal yang lumrah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ الْقَتْلُ حَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ فَيَفِيضَ
“Hari kiamat tidak akan terjadi sehingga ilmu (agama) dicabut, banyak terjadi gempa, waktu menjadi dekat (cepat), muncul fitnah-fitnah, dan banyak terjadi harj, yaitu pembunuhan, pembunuhan…” (HR. Al-Bukhari)
Kita hidup di zaman itu sekarang. Berita pembunuhan mengisi layar kita setiap hari. Nyawa diambil karena harta, dendam, bahkan hal-hal sepele. Tapi kita, sebagai Muslim, dipanggil untuk menjadi berbeda.
Refleksi: Menjaga Kehidupan di Tengah Zaman yang Keras
Islam mengajarkan kita untuk menghargai kehidupan—bukan hanya kehidupan kita sendiri atau kehidupan orang yang seiman dengan kita, tetapi kehidupan manusia secara umum. Setiap kali kita menahan amarah, setiap kali kita memilih berdamai alih-alih membalas dendam, setiap kali kita melindungi yang lemah, kita sedang mengamalkan ajaran Islam yang sejati.
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran: 134)
Kehidupan adalah amanah. Darah yang mengalir di tubuh setiap manusia adalah titipan Allah yang harus kita hormati. Mari kita jadikan pemahaman ini sebagai kompas moral kita: dalam setiap tindakan, dalam setiap keputusan, tanyakan pada diri kita,
“Apakah ini akan merawat atau merusak kehidupan?”
Karena pada akhirnya, peradaban yang sejati diukur dari seberapa baik ia melindungi yang paling lemah di antara mereka. Dan Islam, sejak 14 abad yang lalu, telah mengajarkan kita prinsip ini dengan sangat indah. Wallahu a‘lam.
Referensi:
- Al-Qur’an al-Karim
- Sahih al-Bukhari
- Sahih Muslim
- Sunan Abu Dawud
- Sunan an-Nasa’i
- Mu‘jamush-Shaghir karya at-Thabrani
- Fathul-Bari karya Ibnu Hajar al-Asqalani
- Jami‘ul-‘Ulum wal-Hikam karya Ibnu Rajab al-Hanbali
- At-Targhib wat-Tarhib karya al-Mundziri
Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra



Just tried out plus777asia. The website is easy on the eyes and works well on mobile, which is a huge plus for me. Had some mixed results playing the slots but overall it was a positive experience. Give it a try if you are looking for a smooth, mobile-friendly gaming experience!