Tulisan ini merupakan bagian keenam dari seri penjelasan kitab Ri’āyah al-Himmah karya KH. Ahmad Rifa’i. Pada bagian ini, beliau membahas secara sistematis tentang pengertian hukum dan macam-macamnya berdasarkan pembidangan ilmu, yaitu hukum syara’, hukum akal, dan hukum adat. Penjelasan beliau dilengkapi dengan istilah-istilah penting dalam ilmu fikih seperti wajib, sunnah, haram, makruh, mubah, sah, batal, rukun, dan syarat, yang masing-masing disertai definisi dalam bahasa Arab dan terjemahannya. Pemahaman terhadap konsep hukum ini sangat penting sebagai landasan dalam memahami berbagai ajaran Islam, terutama dalam aspek hukum dan ibadah.
Hukum dan Macam-Macamnya
KH. Ahmad Rifa’i menerangkan pembagian hukum sesuai dengan pembidangan ilmu dan menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam pemaparan kitabnya.
Arti Kata:
Hukum, menurut KH. Ahmad Rifa’i, secara bahasa adalah:
إثبات امرلأمرأخراونفيه عنه
“Menetapkan suatu perkara pada perkara lain atau menafikan daripadanya.”
Syarahan:
Selanjutnya, beliau menerangkan bahwa hukum menurut istilah ada tiga macam, yaitu hukum syara’, hukum akal, dan hukum adat. Hukum syara’ didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut:
Khithâb Allâh yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf berupa tuntutan (ṭalab), kebebasan memilih, dan hukum waḍ’î (ada perubahan) bagi keduanya.
Yang dimaksud dengan tuntutan (ṭalab) mencakup tuntutan untuk dikerjakan (ṭalab al-fi‘l) dan tuntutan untuk ditinggalkan (ṭalab at-tark). Masing-masing dari kedua tuntutan tersebut ada yang bersifat mengikat (ḥatman jāziman); nisbat tuntutan untuk dikerjakan disebut wajib dan nisbat tuntutan untuk ditinggalkan disebut haram. Ada pula yang bersifat tidak mengikat (ghaira ḥatmin); nisbat tuntutan untuk dikerjakan disebut sunnah, dan nisbat tuntutan untuk ditinggalkan disebut makruh.
Selanjutnya, KH. Ahmad Rifa’i menerangkan hukum syara’ lebih rinci, yaitu mengenai pengertian:
- Wajib:
فَالْوَاجِبُ مَا يُثَابُ عَلَى فِعْلِهِ وَيُعَاقَبُ عَلَى تَرْكِهِ
Suatu perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat siksa.
- Sunnah (mandub):
وَالْمَنْدُوبُ مَا يُثَابُ عَلَى فِعْلِهِ وَلَا يُعَاقَبُ عَلَى تَرْكِهِ
Suatu perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa.
- Haram (maḥẓūr):
وَالْمَحْظُورُ مَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِهِ وَيُعَاقَبُ عَلَى فِعْلِهِ
Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dilakukan mendapat siksa.
- Makruh:
وَالْمَكْرُوهُ مَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِهِ وَلَا يُعَاقَبُ عَلَى فِعْلِهِ
Suatu perbuatan yang apabila ditinggalkan mendapat pahala dan apabila dilakukan tidak mendapat siksa.
- Mubah:
وَالْمُبَاحُ مَا لَا يُثَابُ عَلَى فِعْلِهِ وَلَا يُعَاقَبُ عَلَى تَرْكِهِ
Suatu perbuatan yang apabila dilakukan tidak mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa.
- Sah:
وَالصَّحِيْحُ مَا يَتَعَلَّقُ بِهِ النُّفُوْذُ وَيُتَعَدُّ بِهِ
Sesuatu yang dapat mencapai maksud atau tujuan pelaksanaan ibadah dan dianggap atau diterima oleh syariat.
- Batal:
وَالْبَاطِلُ مَا لَا يَتَعَلَّقُ بِهِ النُّفُوْذُ وَلَا يُعْتَدُّ بِهِ
Sesuatu yang tidak dapat mencapai maksud atau tujuan pelaksanaan ibadah dan tidak dapat diterima oleh syariat.
- Rukun:
(قَوْلُهُ عَلَى الْأَرْكَانِ) جَمْعُ رُكْنٍ وَهُوَ لُغَةً جَانِبُ الشَّيْءِ، وَعُرْفًا مَا تَتَوَقَّفُ عَلَيْهِ صِحَّتُهُ وَهُوَ جُزْءٌ مِنْهُ كَالرُّكُوعِ مِنَ الصَّلَاةِ
Rukun menurut bahasa artinya sisi sesuatu yang paling kuat atau sudut. Dan menurut istilah, rukun adalah sesuatu yang harus ada untuk sahnya sesuatu yang lain dan ia merupakan bagian dari sesuatu yang lain itu, contohnya seperti takbir, rukuk, dan sujud yang menjadi rukun salat.
- Syarat:
(قَوْلُهُ دُونَ الشُّرُوطِ)
جَمْعُ شَرْطٍ وَهُوَ لُغَةً الْعَلَامَةُ، وَمِنْهُ أَشْرَاطُ السَّاعَةِ أَيْ عَلَامَاتُهَا، وَاصْطِلَاحًا مَا تَتَوَقَّفُ صِحَّةُ غَيْرِهِ عَلَيْهِ وَلَيْسَ جُزْءًا مِنْهُ
Syarat menurut bahasa artinya tanda, seperti jarum-jarum jam. Sedangkan menurut istilah, syarat adalah sesuatu yang harus ada untuk sahnya sesuatu yang lain, tetapi ia bukan bagian dari yang lain itu. Misalnya suci dari… (catatan: teks di bagian ini terputus)
Lebih lanjut, KH. Ahmad Rifa’i menerangkan hukum akal sebagai berikut:
Hukum akal adalah menetapkan (adanya) sesuatu atau (menetapkan) tidak adanya tanpa membutuhkan pengulangan dan tidak mengalami perubahan (waḍ‘) karena situasi atau keadaan yang mengubahnya (wāḍi‘).
Dengan kata lain, hukum akal adalah menetapkan sesuatu, baik ada atau tidak ada, dan adanya sesuatu itu atau tidak adanya tidak akan berubah. Artinya, apabila sesuatu itu ditetapkan ada atau tidak ada, maka ketetapan itu tidak berubah.
Hukum akal dibagi menjadi tiga:
- Wajib akli adalah:
الْوَاجِبُ مَا لَا يَتَصَوَّرُ فِي الْعَقْلِ عَدَمُهُ
Sesuatu yang tidak tergambarkan atau tidak mungkin tidak ada menurut akal.
- Mustahil akli adalah:
الْمُسْتَحِيْلُ مَا لَا يَتَصَوَّرُ فِي الْعَقْلِ وُجُودُهُ
Sesuatu yang tidak tergambarkan atau tidak mungkin adanya menurut akal.
- Jâ’iz akli adalah:
الْجَائِزُ ماَ يَصَحُّ فِي الْعَقْلِ وُجُودُهُ وَعَدَمُهُ
Sesuatu yang boleh (sah) ada dan boleh tidak ada menurut akal.
Hukum Adat
Hukum adat (hukum alam) adalah menetapkan adanya hubungan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain, baik ada maupun tidak ada, melalui percobaan berulang-ulang, akan tetapi boleh saja menyalahi (kaidah tersebut), serta tidak boleh ada anggapan bahwa hal tersebut berpengaruh secara hakiki.
Contohnya adalah adanya hubungan antara makan dan kenyang. Menurut hukum adat, seseorang yang makan akan kenyang. Penetapan hukum kenyang disebabkan karena makan telah dicoba berulang-ulang. Tetapi meskipun demikian, boleh jadi sewaktu-waktu ada orang makan tetapi tidak kenyang-kenyang. Contoh lain seperti hubungan antara api dengan kebakaran, atau antara pisau dengan luka. Namun bisa jadi api tidak dapat membakar dan pisau tidak dapat melukai.
Menurut Imam Al-Asy‘ari, tidak boleh seseorang meyakini bahwa makan mengenyangkan, api membakar, atau pisau melukai secara hakiki, karena semua itu terjadi atas kehendak Allah Swt.
Baca sebelumnya: Penjelasan Kitab Ri’ayah al-Himmah 5: Kewajiban Seorang Mukallaf
Penyusun: KH. Muhammad Toha, KH. Muhammad Abidun, Lc, KH. Sodikin, M.Pd.I, KH. Ahmad Rifa’i
Editor: Yusril Mahendra
Sumber: Metode Pengajaran Kitab Tarajumah (Ri’ayah al-Himmah).
Penerbit: UMRI Kab. Pati