Syarat Sah Iman
Iman bukan sekadar percaya terhadap ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w., melainkan memerlukan bukti atas kepercayaan tersebut.
KH. Ahmad Rifa’i menerangkan:
KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan keabsahan iman. Beliau menegaskan bahwa iman tidak cukup hanya diucapkan, melainkan harus disertai ketundukan dan kepatuhan, baik lahir (taslim) maupun batin (al-inqiyad). Selanjutnya, beliau mengutip dalil yang tercantum dalam QS. An-Nisa [4]:65 sebagai berikut:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”
Beliau menguraikan lebih lanjut bahwa syarat sah iman adalah taslim, yaitu pasrah, tunduk, patuh, menerima, dan siap sedia mengikuti syariat, baik lahir maupun batin. Orang yang hanya tunduk secara lahir tetapi batinnya mengingkari, tidak sah imannya. Sedangkan orang yang dalam batinnya tunduk dan patuh serta telah mengucapkan syahadat tetapi secara lahir tidak mematuhi perintah dan larangan, maka imannya belum sempurna.
Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab [33]:36 sebagai berikut:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍۢ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًۭا مُّبِينًۭا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.”
Maka, ketika Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu hukum, setiap orang beriman wajib menerimanya. Adapun dalil-dalil tentang taslim sebagai syarat sahnya iman, seperti dalam QS. An-Nisa [4]:65 di atas, secara tegas menyatakan bahwa apa pun keputusannya, mereka harus menerima dengan sepenuh hati (wa yusallimu taslīma). Dari keterangan tersebut, jelas bahwa orang-orang yang mengaku beriman tetapi tidak mau taslim, baik sebagian maupun seluruhnya, adalah orang munafik dan kafir.
Lebih jauh, KH. Ahmad Rifa’i memberikan penjelasan tentang taslim sebagai syarat sahnya iman sebagai berikut:
Tanbihun
Di atas telah diungkapkan bahwa keabsahan iman tidak cukup dengan pengakuan lisan semata, meskipun ucapan itu diulang berkali-kali. Namun, jika tanpa ketundukan hati terhadap semua syariat, maka akan sia-sia. Dengan demikian, keabsahan iman jelas memerlukan ketundukan hati, baik dalam keadaan suka maupun tidak (thau’an au karhan). KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan lebih lanjut:
Menurut KH. Ahmad Rifa’i, meskipun seseorang termasuk orang alim, tetapi apabila hatinya tidak tunduk terhadap salah satu syariat yang diterangkan dalam Al-Qur’an, maka ia termasuk orang yang sesat.
Beliau mengutip QS. Al-Hujurat [49]:14. Allah berfirman:
قَالَتِ ٱلْأَعْرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا۟ وَلَـٰكِن قُولُوٓا۟ أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ ٱلْإِيمَـٰنُ فِى قُلُوبِكُمْ
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: Kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.'”
Arti Kata
Al-A’rāb adalah isim jenis untuk orang-orang Arab badui (‘Arabi), yaitu mereka yang tinggal di padang sahara.
At-Tafsīr al-Wasīṭ, 13/320:
والأعرب: اسم جنس لبدو العرب, واحده اعرابى, وهم الذي يسكنون البادية
At-Tafsīr al-Wasīṭ, 6/386:
والأعراب: اسم جنس لبدو العرب ، واحده أعرابي ، والأنثى أعرابية ، والجمع أعاريب أو العرب اسم جنس لهذا الجيل الذي ينطق بهذه اللغة ، بدوه وحضره ، واحده عربي
Syarahan
KH. Ahmad Rifa’i menyebutkan dalil ini untuk menguatkan bahwa taslim adalah syarat sah iman. Oleh karena itu, orang yang mengaku beriman namun tidak taslim, maka imannya belum sah menurut syara’. Jika ayat tersebut dimaksudkan untuk menegaskan taslim, maka ayat 14 Surat Al-Hujurat membantah pengakuan iman orang yang hatinya tidak taslim. Mereka belum disebut beriman menurut syariat. Mereka adalah orang-orang munafik. Karena itu, pengakuan iman yang sah harus disertai taslim, yaitu menerima hukum Allah dan Rasul-Nya.
Taslim dalam hati harus dibuktikan secara lahiriah, sebagaimana:
- Budak yang patuh kepada tuannya
- Anak yang taat kepada orang tua
- Murid yang taat kepada guru
- Istri yang taat kepada suami
- Rakyat yang taat kepada penguasa
- Buruh yang taat kepada majikan
Hal ini agar selamat dunia dan akhirat.
Tanda-tanda Orang yang Tidak Taslim (Baik Awam maupun Alim):
- Membenci hukum syariat yang disampaikan kepadanya
- Menghina atau meremehkan hukum syariat
- Menganggap hukum syariat tidak berlaku di lingkungannya
- Tidak mau mengikuti meskipun telah disampaikan dalil yang benar
- Tidak menerima kebenaran dalil dari ulama yang adil
- Hanya berpegang pada adat atau tradisi masyarakat semata
Arti Kata
- Ahli Sunni: Maksudnya adalah Ahlussunnah wal Jama’ah.
- Ulama Ahli Sunni: Ulama dari golongan Ahlussunnah wal Jama’ah, khususnya dalam ilmu ushuluddin, yaitu ulama Asy’ariyah dan Maturidiyah.
- Kafirīn: Orang-orang yang mengingkari atau tidak percaya terhadap risalah Nabi Muhammad s.a.w. dan ajarannya.
- Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah: Diterangkan dalam kitab Mukhtashar Tashīl al-‘Aqīdah al-Islāmiyyah sebagai berikut:
اهل السنة والجماعة هم أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ومن تبعهم باحسان الى يوم القيامة، وهم المتمسكون بالعقيدة الصحيحة التي كان عليها رسول الله صلى الله عليه وسلم و اتفق عليها أصحابـه رضي الله عنهم وقد سـموا “اهل السنة” لعلهم بمقتضي سنة النبي صلى الله عليه وسلم المبينة للقرآن، عملا بقوله صلى الله عليه وسلم “عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، عضوا عليها بالنواجذ” فهم يعملون إن هدي النبي صلى الله عليه وسلم خير الهدي، فقد موه على هدي من سواه. وسموا “الجماعة” لأنهم اجتمعوا على اتباع سنة النبي صلى الله عليه وسلم
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah para sahabat Nabi s.a.w. dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan hingga hari kiamat. Mereka berpegang teguh pada akidah yang benar sebagaimana yang diyakini oleh Nabi s.a.w. dan disepakati oleh para sahabat. Mereka disebut Ahlussunnah karena memahami dan mengamalkan Sunnah Nabi yang menjelaskan Al-Qur’an, berdasarkan sabda Nabi s.a.w.: “Berpeganglah kalian pada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang diberi petunjuk sesudahku. Gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.” Mereka juga disebut al-Jama’ah karena berkumpul dan bersatu dalam mengikuti Sunnah Nabi s.a.w.
- Sunnah
Secara bahasa, sunnah berarti jalan, cara hidup, atau perilaku.
Sedangkan secara istilah:
هِيَ مَا صَدَرَ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْلٍ، أَوْ فِعْلٍ، أَوْ تَقْرِيرٍ
Artinya: Semua yang berasal dari Rasulullah s.a.w., baik berupa ucapan, perbuatan, maupun ketetapan.
Kata sunnah dalam pengertian ini berlawanan dengan bid’ah, yaitu segala sesuatu yang tidak bersumber dari Rasulullah s.a.w. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Zawājir, barang siapa melakukan bid’ah, berarti ia telah menyia-nyiakan sunnah (lihat: Zawājir, juz 1 hlm. 99).
- Iqrar
Secara bahasa, iqrār berarti pernyataan atau pengakuan yang diucapkan secara lisan (al-i‘tirāf). - Munafik
Berasal dari kata dasar nifāq, secara bahasa artinya tempat persembunyian.
Sedangkan menurut istilah:
إِظْهَارُ الْإِسْلَامِ وَإِبْطَانُ الْكُفْرِ وَالشَّرِّ
Artinya: Menampakkan keislaman namun menyembunyikan kekufuran dan kejahatan.
Munafik terbagi dua:
- Munafik i‘tiqādī: Yakni munafik dalam akidah yang menyebabkan pelakunya keluar dari Islam.
- Munafik ‘amalī: Munafik dalam perbuatan, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan iman, tetapi pelakunya tetap memiliki keyakinan iman. Contohnya: berdusta, menyalahi janji, dan tidak amanah. Ini merupakan perbuatan-perbuatan nifāq, tetapi tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam.
- Iblis
Iblis adalah bapak para setan yang berasal dari bangsa jin. Ia pernah hidup bersama para malaikat, namun menjadi kafir karena membangkang terhadap perintah Allah s.w.t.
Baca sebelumnya: Penjelasan Kitab Ri’ayah al-Himmah 7: Ilmu Ushuluddin – Iman dan Kedudukannya
Penyusun: KH. Muhammad Toha, KH. Muhammad Abidun, Lc, KH. Sodikin, M.Pd.I, KH. Ahmad Rifa’i
Editor: Yusril Mahendra
Sumber: Metode Pengajaran Kitab Tarajumah (Ri’ayah al-Himmah).
Penerbit: UMRI Kab. Pati