Pendahuluan
Di era modern, praktik riba banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari bunga bank, pinjaman berbunga, hingga transaksi digital yang tidak memenuhi syarat syariah. Padahal, Islam dengan tegas melarang riba karena dampaknya yang merugikan dan bertentangan dengan prinsip keadilan. Artikel ini akan mengupas secara tuntas tentang riba dari sisi bahasa, dalil, macam-macamnya, serta pandangan para ulama dari empat mazhab fikih besar.
Pengertian Riba
Secara Bahasa
Riba (الربا) secara bahasa berarti tambahan atau kelebihan dari jumlah pokok.
Secara Istilah
Riba adalah setiap tambahan yang disyaratkan dalam akad pinjam-meminjam atau jual beli yang tidak sesuai dengan ketentuan syariat. Tambahan ini dianggap zalim karena merugikan pihak lain, terutama dalam kondisi terdesak.
Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadis
- Larangan tegas:
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَىٰ
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275)
- Ancaman keras:
فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ
“Maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya bagi orang yang masih mengambil riba.”
(QS. Al-Baqarah: 279)
- Dampak riba:
يَمۡحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَىٰ وَيُرۡبِي ٱلصَّدَقَٰتِۗ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.”
(QS. Al-Baqarah: 276)
- Hadis Nabi ﷺ:
“Rasulullah ﷺ melaknat pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya, dan dua saksinya.”
(HR. Muslim)
Contoh Praktik Riba Kontemporer
- Bunga dari simpanan atau pinjaman bank konvensional.
- Pembayaran cicilan dengan tambahan bunga.
- Kredit online berbunga tetap.
- Tukar-menukar mata uang tanpa serah terima langsung (misalnya, transfer ditunda).
Pendapat Empat Mazhab tentang Barang Ribawi
Mazhab Malikiyah
Membagi barang ribawi menjadi dua:
- Nuqūd (emas dan perak),
- Māthu‘m (barang makanan).
- Emas dan perak tergolong ribawi karena berfungsi sebagai alat pembayaran utama (ats-tsamaniyyah).
- Makanan, jika terjadi penundaan waktu serah terima (riba nasā’), maka riba berlaku untuk semua makanan.
Namun, untuk riba fadhl (kelebihan dalam pertukaran), hanya berlaku pada makanan pokok dan tahan lama seperti gandum, beras, kurma, dan sejenisnya.
Mazhab Syafi’iyah
Menurut qaul mu’tamad, emas dan perak termasuk barang ribawi karena sifatnya sebagai alat tukar dominan (jins al-atsmān ghāliban) dengan ‘illat an-naqūdiyyah (sifat mata uang).
Mazhab ini tidak mengqiyaskan ke alat pembayaran lain seperti uang kertas. Namun, sebagian ulama kontemporer seperti Syaikh Wahbah Az-Zuhaili membolehkannya karena dianggap sesuai secara maqāṣid.
Barang ribawi selain emas dan perak dikelompokkan menjadi:
- Makanan pokok (al-qūt),
- Makanan ringan dan buah-buahan (al-fawākih),
- Lauk-pauk dan protein (al-udum),
- Obat-obatan (ad-dawā’).
Barang-barang ini termasuk ribawi karena sifatnya sebagai makanan yang dominan dikonsumsi masyarakat.
Mazhab Hanabilah
Tiga riwayat pendapat:
- Mengikuti Hanafiyah: emas, perak, dan semua yang ditakar/ditimbang.
- Mengikuti Syafi’iyah: alat tukar dominan dan makanan dominan.
- Khas Hanabilah: semua makanan yang ditakar/timbang secara syar‘i.
Mazhab Hanafiyah
Riba berlaku jika:
- Barang yang ditukar sejenis (ittiḥād al-jinsi), dan
- Diukur dengan cara syar‘i seperti timbangan atau takaran (al-qadru).
Jika tidak sejenis atau tidak diukur dengan cara syar‘i, maka tidak terjadi riba meskipun ada selisih nilai.
Macam-Macam Riba
- Riba Fadhl (الربا الفضل)
Pertukaran dua barang ribawi sejenis tapi tidak setara dalam jumlah/kualitas, meskipun tunai.
Contoh: Menukar 1 kg beras kualitas A dengan 1,5 kg beras kualitas B. - Riba Nasi’ah (الربا النسية)
Tambahan karena penundaan waktu serah terima.
Contoh: Menukar 1 gram emas dengan 1 gram emas, tapi diserahkan minggu depan. - Riba Yad (الربا اليد)
Tidak ada serah terima langsung dalam akad.
Contoh: Menukar uang dolar dan rupiah, tapi salah satunya ditransfer kemudian. - Riba Qardh (ربا القرض)
Tambahan dalam akad pinjaman.
Contoh: Meminjamkan Rp1 juta dengan syarat mengembalikan Rp1,1 juta.
Kaidah Fikih:
“كل قرض جر نفعاً فهو ربا”
“Setiap pinjaman yang menarik manfaat (tambahan), maka itu adalah riba.”
Transaksi Barang Ribawi
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ، مِثْلًا بِمِثْلٍ، سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“(Tukar) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam – harus sama (مِثْلًا بِمِثْلٍ), setara (سَوَاءً بِسَوَاءٍ), dan tunai (يَدًا بِيَدٍ). Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesukamu, asalkan tunai.”
(HR. Muslim)
Barang ribawi dikelompokkan menjadi:
- Nuqūd (alat tukar): emas, perak, dan turunannya (seperti uang)
- Makanan pokok yang ditakar/ditimbang.
Ketentuan Transaksi Barang Ribawi
Jika Barang Ribawi Satu Jenis
Contoh:
- Emas ↔ Emas
- Kurma ↔ Kurma
Kaidah:
“يجب أن يكون متماثلًا، حالًا، مقبوضًا في المجلس”
(Harus sama, tunai, dan diserahterimakan dalam majelis akad)
Penjelasan:
- Harus sama takaran/ukuran (mutamātsilan),
- Harus tunai (ḥālan),
- Harus langsung diserahterimakan (maqbūḍan).
Contoh:
Menukar 10 gram emas lama dengan 10 gram emas baru → harus sama berat, dan langsung diserahterimakan tanpa jeda.
Jika Barang Ribawi Beda Jenis tapi Satu Kelompok
Contoh:
- Emas ↔ Perak (sama-sama alat tukar)
- Kurma ↔ Gandum (sama-sama makanan ribawi)
Kaidah:
“يجب أن يكون حالًا، مقبوضًا”
(Boleh tidak seimbang, asal tunai dan langsung diserahterimakan)
Penjelasan:
- Boleh berbeda jumlah.
- Wajib tunai dan langsung diserahterimakan.
Contoh:
Menukar 1 kg kurma dengan 2 kg gandum → boleh, asal langsung tunai dan tidak ditunda.
Penegasan Hadis Nabi ﷺ:
فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ، إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesukamu, asalkan dilakukan secara tunai.”
Penutup
Islam tidak hanya melarang riba, tetapi juga mengajarkan sistem ekonomi yang adil, saling menolong, dan bebas dari eksploitasi. Riba merusak keseimbangan sosial dan memperlebar kesenjangan antara kaya dan miskin. Oleh karena itu, umat Islam perlu berhati-hati dan terus belajar agar mampu mengenali serta menghindari praktik riba dalam kehidupan sehari-hari.
Semoga penjelasan ini memberi pemahaman yang lebih luas serta menjadi bekal untuk mewujudkan ekonomi yang berkah dan berlandaskan syariat.
Referensi
1. Fiqhul Islam Waadillatuhu
2. Hasyiah Bujairami Syarah Minhaj
3. Tasyrihatal Muhtaj
Baca sebelumnya: Penjelasan Kitab Tasyrihatal Muhtaj 6: Dua Ijab Satu Qabul
Penulis: Naufal Al Nabai
Editor: Yusril Mahendra