Pendidikan dalam istilah KH. Ahmad Rifa’i disebut sebagai pamardi. Jika merujuk pada Bausastra Jawa, kata pamardi diartikan sebagai pengajaran dan pendidikan. Ada beberapa istilah lain yang berkaitan dengan pendidikan dalam kitab Tarajumah (sebutan umum untuk kitab-kitab karya KH. Ahmad Rifa’i), di antaranya: pamardi, binahu, memuru’, ngupaya ilmu, dan sinau.
Mengajar dan diajar memiliki tujuan yang sama, yakni untuk meraih kebenaran syariat sebagai modal dalam rangka mencapai rida Allah Swt. Sebagaimana yang diungkapkan dalam kitab Bayan juz 1 halaman 2:
Anyataaken ing laku memuruk manfaat
Kang dadi ridlane Allah neja thoat
Lan nutur ing benere wong kang hajat
Anjaluk wuruk ing ilmu syariat
Mengutarakan aktivitas mengajar (yang) bermanfaat,
Yang menjadi kerelaan Allah, hendak taat,
Dan menuturkan kepada kebenaran orang yang berhajat,
Meminta diajar ilmu syariat.
Andalani kang dadi ridlone Allah pangeran
Kang ora tinemu dadi haram linakonan
Uga saking Allah kang tulung kabecikan
Kelawan berkat Nabi kita Muhammad utusan
Menjalani yang menjadi rida Allah,
Yang tidak (berisiko) menjadi haram jika dilakukan,
Juga dari Allah yang menolong kebaikan,
Dengan berkat Nabi kita Muhammad sebagai utusan.
Adapun hukum mengajar adalah fardlu kifayah, namun kadang menjadi fardlu ain apabila tidak ada satu pun orang yang mampu mengajar. Hukum meminta diajari adalah wajib, sebagaimana dalam QS. An-Nahl (43):
فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“…Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Meminta diajari, sinau, belajar, dan mencari ilmu termasuk dalam kategori amaliah yang sama, dengan perbedaan kata tetapi makna yang sama. Hadis Nabi Saw. yang dikutip KH. Ahmad Rifa’i dalam kitab Ri’ayah al-Himmah (1:121) menjadi dasar kewajiban tersebut:

قَالَ النَّبِيُّ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Sabda Nabi ngulati ilmu fardlu aine
Atas saben wong Islam lanang anane
Lan wong Islam wadon sakuwasane
Lamon ngamal iku tinemu kawajibane
Sabda Nabi: Mencari ilmu itu (hukumnya) fardlu ain (kewajiban individu)
Bagi setiap orang Islam laki-laki adanya,
Dan orang Islam perempuan semampunya,
Apabila amal itu termasuk kewajiban.
Lamon amal ora wajib panggeran
Maka ora dosa nyengojo kabodohan
Anging dadi wajib ngilmune kinaweruhan
Sebab neja penggawene iku linakonan
Apabila amal tidak wajib ketentuannya,
Maka tidak dosa sengaja bodoh,
Tetapi menjadi wajib mengetahui ilmunya,
Karena hendak mengerjakan amalan tersebut.
Karana haram ibadah salah parnata
Ingdalem ilmu syariat ora kacita
Kawilang laku maksiat taqsir kalunta
(Kenapa wajib?) Karena haram beribadah jika salah tata caranya,
Dalam ilmu syariat tidak dicita-citakan,
Tergolong perbuatan maksiat akibat kemalasan.
Syarat seseorang untuk mengajar ada empat, yakni: Islam, berakal (akil), baligh, dan mampu memberikan pendidikan kepada orang awam. Ia juga harus memiliki keberanian untuk menertibkan anak didik. Dalam mengatur pendidikan tersebut, tidak merasa khawatir terhadap konsekuensi hingga mengancam diri, martabat, dan harta bendanya. Sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Bayan (1:3):
Utawi sakeh syarat memuruk kawajibane
Patang perkara ikilah wewilangane
Islam akil baligh kuasa pamerdine
Maring wong bodo sekodar tinamune
Beberapa syarat mengajar sebagai kewajiban:
Empat perkara inilah bilangannya,
Islam, berakal, baligh, mampu mengajar
Kepada orang bodoh sekadarnya.
Dzabith kuasa ora ana kinaweden
Medlarati badan tuwin arto karusakane
Ora dihina kacacadan ing kamarwatan
Sarta hasil pamerdine linakonan
Mampu mengontrol, tidak takut
Melukai badan atau merusak harta,
Tidak dihinakan oleh aib dan kehormatannya,
Serta pengajarannya berhasil dilaksanakan.
Ora dadi udzur gugur kewajibane
Ingatase alim tinggal meruhaken satemene
Sebab wedi disengiti temahane
Dene si bodo kang pada ala atine
Tidak menjadi udzur gugurnya kewajiban,
Bagi seorang alim yang meninggalkan pengajaran,
Sebab takut dibenci sebagai akibatnya,
Oleh orang bodoh yang berhati buruk.
Tinemu nampik saking ilmu luhur
Ridhane Allah kang wajib pinilahur
Uga ghalib tinemu tetenger munafiq kufur
Saking pitutur ridlane Allah mundur
Ditemui (sikap) menolak ilmu luhur,
Rida Allah yang wajib dipilih,
Umumnya ditemukan tanda kemunafikan dan kekufuran,
Karena menolak nasihat yang membawa rida Allah.
Rukun Pembelajaran
Rukun pembelajaran menurut KH. Ahmad Rifa’i terdiri atas empat perkara, yaitu:
- Adanya orang yang mengajar (guru)
- Adanya orang yang belajar (murid)
- Ilmu yang diajarkan (kurikulum)
- Metode pembelajaran
KH. Ahmad Rifa’i menggambarkan empat rukun pendidikan ini secara sederhana. Tidak disyaratkan adanya bangunan sekolah, pondok pesantren, atau kampus. Dalam arti bahwa pendidikan tidak harus dilakukan di tempat tertentu. Ia bisa dijalankan di mana pun asalkan empat rukun tersebut terpenuhi. Terbukti bahwa saat ini pembelajaran di luar ruang kelas lebih diminati.
Kenyataannya, tidak mungkin seorang nelayan mendapatkan ilmunya di sekolah. Ia justru menggali ilmu di lautan lepas. Tukang batu memperoleh banyak ilmu saat mendirikan bangunan. Bahkan para penyair, novelis, dan cerpenis sering menggali ilmu saat menjelajah dan merenung di hamparan alam—semuanya dilakukan di luar tembok kampus, pesantren, atau sekolah.
Pembelajaran dapat dilaksanakan di mana pun, karena kewajiban mencari ilmu itu berlaku kapan pun dan di mana pun. Selain itu, manusia yang sering kali mengalami kebosanan membutuhkan tempat yang sesuai untuk pembelajaran. Misalnya, pelajaran biologi tentang fotosintesis, xilem, dan floem akan lebih baik diajarkan di perkebunan karena berkaitan langsung dengan pohon dan tumbuhan.
Guru
Bagaimana KH. Ahmad Rifa’i membahas kriteria seorang guru dapat kita simak dalam salah satu kitab beliau, Bayan. Di sana disebutkan:
Sakeh syarat sah memuruk tinamune
Iku telung parkara wiwilangane
Kandihin Islam akil kapindone
Kaping telu arep weruh ing hukumane
Beberapa syarat sah mengajar,
Ada tiga perkara jumlahnya:
Pertama, pengajar harus beragama Islam;
Kedua, berakal;
Ketiga, mengetahui hukum (ilmu) yang diajarkan.
Ing ilmu kang diuruaken tinutur
Wus kacukupan awake dewe milahur
Kang diwajibaken pada temuli masyhur
Partela haram memuruk ngelantur
Dalam ilmu yang diajarkan,
(Pengajar) harus sudah mencukupi untuk dirinya sendiri.
(Ilmu) yang diwajibkan harus segera ditunaikan.
Jelas, haram mengajar jika menyimpang.
Ingatase wong bodo tan weruh hukumane
Dadi ingaranan amal ora ilmu temahane
Haram maleh sabab wajibe dewe badane
Ngupaya ilmu fardlu temuli aine
Kepada orang bodoh yang tidak tahu hukumnya,
(Amalnya) disebut amal tanpa ilmu,
Haram pula karena kewajiban dirinya sendiri
Adalah mencari ilmu yang fardlu ain.
KH. Ahmad Rifa’i mengategorikan ilmu dalam prioritas. Artinya, seorang guru harus tahu mana ilmu yang harus didahulukan untuk dipelajari. Apabila murid sudah berkewajiban untuk salat, maka ia harus segera diajari ilmu tentang salat. Karena kewajiban salat bersifat fardlu temuli, yaitu kewajiban yang tidak bisa ditunda, apabila murid tersebut adalah seorang Muslim, berakal, dan telah baligh.
Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra