Masa Jahiliah, yang secara harfiah berarti masa kebodohan, digambarkan sebagai periode kegelapan yang pekat. Masa ini ditandai oleh praktik yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan akal sehat, seperti penyembahan berhala, fanatisme kesukuan, serta perlakuan tidak adil terhadap manusia, khususnya perempuan. Kehadiran Islam membawa cahaya, mengubah tatanan masyarakat secara mendasar, dan menuntun umat manusia menuju peradaban yang berlandaskan tauhid, keadilan, serta kasih sayang.
Perubahan dalam Akidah dan Keimanan
Sebelum Islam, masyarakat Arab Jahiliah terjerumus dalam syirik, menyembah berhala, matahari, bulan, serta roh nenek moyang. Ibadah bercampur takhayul tanpa petunjuk wahyu. Islam datang menghapus semua praktik itu dengan membawa tauhid, yaitu keyakinan mutlak kepada Allah SWT sebagai satu-satunya Tuhan Yang Maha Esa.
Riwayat menyebutkan bahwa di sekitar Ka’bah terdapat sekitar 360 berhala yang dihancurkan Rasulullah ﷺ pada peristiwa Fathu Makkah. Perubahan ini ditegaskan dalam firman Allah:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa.” (QS. Al-Ikhlas: 1)
Fanatisme kesukuan dan balas dendam digantikan oleh persaudaraan universal dan pemaafan. Rasulullah ﷺ mencontohkannya pada saat Fathu Makkah dengan mengampuni kaum Quraisy yang sebelumnya memusuhi beliau.
Peningkatan Derajat Perempuan
Pada masa Jahiliah, perempuan tidak memiliki hak, bahkan sering dianggap aib hingga dikubur hidup-hidup. Islam menolak keras praktik ini dan memuliakan perempuan dengan memberikan hak serta kehormatan.
Al-Qur’an mengecam tindakan mengubur bayi perempuan:
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُۥ مُسْوَدًّۭا وَهُوَ كَظِيمٌۭ
“Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah.” (QS. An-Nahl: 58)
Selain itu, Islam menegaskan hak waris bagi perempuan. Umar bin Khattab yang dahulu menolak kelahiran anak perempuan, setelah masuk Islam justru menjadi pembela hak-hak perempuan.
Penegakan Hukum dan Keadilan
Pada masa Jahiliah, hukum berpihak pada yang kuat. Islam membawa prinsip keadilan universal yang berlaku bagi semua tanpa memandang status. Firman Allah SWT:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti atas apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)
Contoh nyata adalah kasus pencurian seorang wanita dari Bani Makhzum. Rasulullah ﷺ tetap menegakkan hukum potong tangan meski ada desakan agar diberi keringanan karena wanita tersebut berasal dari suku terpandang.
Perubahan dalam Hubungan Sosial dan Pendidikan
Permusuhan antarsuku yang merajalela di masa Jahiliah digantikan oleh persaudaraan lintas suku dan bangsa. Peristiwa Mu’ākhah (mempersaudarakan) kaum Muhajirin dan Anshar menjadi bukti nyata.
Islam juga menekankan pentingnya ilmu pengetahuan. Tingkat buta huruf yang tinggi di masa Jahiliah berangsur hilang setelah turunnya wahyu pertama:
ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَقَ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. Al-Alaq: 1)
Dorongan ini menjadi fondasi bagi pertumbuhan pusat-pusat ilmu pengetahuan dan perpustakaan di berbagai kota seperti Madinah, Kufah, dan Basrah setelah Islam menyebar.
Penghapusan Perbudakan dan Penegakan Hak Asasi
Perbudakan adalah praktik yang lumrah di masa Jahiliah, di mana budak dianggap sebagai barang. Islam memberikan dorongan besar untuk pembebasan budak. Ayat Al-Qur’an menyerukan pembebasan budak sebagai salah satu perbuatan mulia. Salah satu contoh historis yang paling terkenal adalah pembebasan Bilal bin Rabah oleh Abu Bakar dari penyiksaan majikannya.
Kalam sejarawan muslim juga menegaskan perubahan-perubahan ini. Ibnu Ishaq dalam Sirah Nabawiyah menggambarkan bagaimana Rasulullah SAW memimpin transformasi masyarakat Arab dari penyembahan berhala menuju tauhid. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya menganalisis bagaimana Islam membangun peradaban yang berlandaskan pada ashabiyyah (solidaritas) yang terbingkai dalam nilai-nilai Islam, menggantikan fanatisme suku Jahiliah.
Secara keseluruhan, Islam membawa masyarakat Arab dari kegelapan Jahiliah menuju cahaya peradaban yang berlandaskan pada tauhid, keadilan, kesetaraan, dan ilmu pengetahuan. Perubahan-perubahan ini tidak hanya berdampak pada aspek spiritual, tetapi juga mengubah tatanan sosial, hukum, ekonomi, dan hubungan antarmanusia secara menyeluruh.
Tabel Perbandingan Sosial: Dari Kegelapan Jahiliah Menuju Cahaya Islam
Aspek Kehidupan | Masa Jahiliah (Ẓulumāt) | Masa Islam (Nūr) | Dalil Qur’an/Hadis | Contoh Kasus Perubahan |
Akidah & Keimanan | Syirik, menyembah berhala, matahari, bulan, roh nenek moyang. | Tauhid, hanya menyembah Allah. | QS. Al-Ikhlāṣ (112:1-4): “Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa…” | Rasulullah ﷺ menghancurkan 360 berhala di Ka’bah pada Fathu Makkah. |
Kehidupan Spiritual | Ritual bercampur takhayul, tidak ada petunjuk wahyu. | Ibadah berdasarkan wahyu: shalat, zakat, puasa, haji. | QS. Al-Baqarah (2:183) tentang puasa; QS. Al-Hajj (22:27) tentang haji. | Umat Islam pertama kali shalat berjamaah di rumah Al-Arqam bin Abil Arqam secara sembunyi-sembunyi. |
Nilai Moral | Fanatisme suku, balas dendam, bangga dengan kezaliman. | Persaudaraan, pemaafan, keadilan universal. | QS. Al-Ḥujurāt (49:13): “Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah ialah yang paling bertakwa…” | Peristiwa pengampunan Quraisy oleh Rasulullah ﷺ saat Fathu Makkah, padahal sebelumnya mereka memusuhi beliau. |
Kedudukan Perempuan | Perempuan diwariskan, tidak punya hak waris, dikubur hidup-hidup. | Perempuan dimuliakan, punya hak waris dan kehormatan. | QS. An-Naḥl (16:58-59) tentang cela mengubur bayi perempuan; QS. An-Nisā’ (4:7) tentang hak waris. | Umar bin Khattab yang dulu menolak kelahiran anak perempuan, berubah menjadi pembela hak-hak wanita setelah masuk Islam. |
Hukum & Keadilan | Hukum berpihak pada yang kuat; tidak ada kesetaraan hukum. | Hukum Allah berlaku untuk semua tanpa pandang status. | QS. An-Nisā’ (4:135): “Berlaku adillah, sekalipun terhadap dirimu sendiri…” | Kasus pencurian oleh wanita dari Bani Makhzum: Rasulullah ﷺ tetap menegakkan hukum potong tangan walau dari suku terpandang. |
Ekonomi & Perdagangan | Riba, penipuan timbangan, monopoli dagang. | Perdagangan halal, riba dan penipuan dilarang. | QS. Al-Baqarah (2:275) tentang larangan riba; QS. Al-Muṭaffifīn (83:1-3) tentang larangan curang timbangan. | Rasulullah ﷺ dijuluki Al-Amīn karena kejujuran berdagang di usia muda. |
Pendidikan & Ilmu | Tingkat buta huruf tinggi, pengetahuan terbatas pada syair dan kisah suku. | Perintah membaca dan menuntut ilmu. | QS. Al-‘Alaq (96:1-5) perintah membaca; hadis: “Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah) | Perpustakaan dan pusat ilmu tumbuh di Madinah, Kufah, Basrah setelah Islam menyebar. |
Hubungan Sosial | Permusuhan antarsuku terus-menerus. | Persaudaraan lintas suku dan bangsa. | QS. Al-Ḥujurāt (49:10): “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara…” | Rasulullah ﷺ mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar (Peristiwa Mu’ākhah). |
Perang & Perdamaian | Perang untuk balas dendam atau gengsi, tanpa aturan kemanusiaan. | Perang hanya untuk membela diri, ada aturan etika perang. | QS. Al-Ḥajj (22:39) izin perang hanya untuk membela diri; larangan membunuh non-kombatan. | Perang Badar: tawanan diperlakukan baik, bahkan diberi makan lebih baik dari yang dimakan prajurit Muslim. |
Kebebasan & Hak Asasi | Perbudakan bebas dilakukan tanpa batas; budak dianggap barang. | Islam mendorong pembebasan budak. | QS. Al-Balad (90:13) tentang memerdekakan budak; hadis tentang keutamaan membebaskan budak. | Bilal bin Rabah dibebaskan oleh Abu Bakar dari penyiksaan majikannya. |
Kebersihan & Taharah | Tidak ada aturan bersuci; kebersihan diabaikan. | Thaharah menjadi bagian dari iman. | Hadis: “Kebersihan adalah bagian dari iman.” (HR. Muslim) | Aturan wudhu dan mandi janabah diajarkan dan dipraktikkan oleh para sahabat. |
Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra