Malam ini Senin (26/05/2025), dimulai pada pukul 20.00 WIB, Pimpinan Pusat (PP) Rifa’iyah mengadakan sebuah diskusi penting secara daring yang dihadiri oleh para pimpinan, termasuk Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal, selaku moderator. Diskusi ini membahas berbagai isu krusial yang dihadapi organisasi, mulai dari kekhawatiran akan lunturnya budaya Rifa’iyah, pentingnya kaderisasi yang efektif, hingga rencana strategis ke depan.
Ketua Umum PP Rifa’iyah, KH. Dr. Mukhlisin, membuka diskusi dengan mengungkapkan keprihatinannya. Beliau khawatir budaya asli Rifa’iyah bisa berubah atau bahkan hilang jika tidak dijaga. Salah satu sorotan utamanya adalah kurangnya proses kaderisasi (pembinaan calon penerus) yang mumpuni di tingkat pusat. “Pimpinan Pusat itu tidak pernah mengkader,” ujarnya, seraya mengenang masa lalu ketika zamannya pimpinan KH. Ahmad Syadzirin Amin, kaderisasi di Wonosobo berjalan efektif menghasilkan tokoh-tokoh seperti Imam Ghazali dan Kholik Idris.
Menanggapi hal ini, Biro penerbitan PP Rifa’iyah, Ahmad Saifullah, menekankan perlunya memilah mana budaya inti yang harus dipertahankan dan mana yang bisa menyesuaikan zaman. Ia memberi contoh soal pakaian, di mana intinya adalah menutup aurat, namun modelnya bisa berkembang. Terkait kontroversi drum band di salah satu lembaga pendidikan Rifa’iyah, Kontributor di rifaiyah.co.id ini, melihatnya sebagai strategi dakwah, mirip cara Kiai Abdul Aziz bin Badri yang menggunakan sepak bola untuk menarik minat masyarakat dalam mencintai agamanya. Menurutnya, drum band bisa menjadi ‘jembatan’ untuk mengajarkan nilai-nilai inti Rifa’iyah, seperti syahadat sak maknane (akidah).
Sementara itu, Ketua Amri (Angkatan Muda Rifa’iyah), Mas Kholik Al Khafidz, menyampaikan rencana Training of Fasilitator (TOT) Nasional pada 28 Juni 2025 mendatang. Tujuannya adalah mencetak fasilitator handal di daerah-daerah untuk menghidupkan kajian dan kegiatan Amri. Rencananya, TOT ini juga akan mengundang tokoh senior dan bahkan figur militer untuk materi bela negara. Mas Kholik yang selalu semangat dalam berjuang untuk organisasi ini, juga meminta masukan narasumber kepada para audien, karena dirasa bahwa untuk narasumber masih sebatas dari kalangan internal PP. AMRI.
Dalam diskusi juga dibahas mengenai penentuan Idul Adha. Ustaz Nabil, salah satu pelopor Lembaga Falakiyah Rifa’iyah (LFR) menjelaskan bahwa Rifa’iyah akan mengikuti metode hisab dan rukyat dengan standar imkanur rukyat 2 derajat, namun tetap menunggu pengumuman resmi dari pemerintah (Kemenag) demi kebersamaan umat. Jika hilal terlihat di Aceh, Rifa’iyah akan mengikutinya.
Selain itu, muncul usulan dari Pak Misbah untuk mendirikan kantor perwakilan PP Rifa’iyah di Jakarta guna mempermudah urusan administrasi dan lobi ke pemerintah pusat. Pak Yai Afif menambahkan sorotan terkait masih adanya keraguan di sebagian kalangan Rifa’iyah untuk terang-terangan menunjukkan identitasnya. Beliau menekankan pentingnya “doktrin mental keberanian” yang perlu ditanamkan melalui kaderisasi.
Diskusi yang berlangsung secara daring ini juga sempat diwarnai kendala teknis terkait tautan pertemuan yang sempat terputus, namun tidak mengurangi substansi pembahasan. Secara keseluruhan, diskusi ini mencerminkan upaya PP Rifa’iyah untuk terus beradaptasi dengan tantangan zaman sambil tetap berpegang pada nilai-nilai luhur organisasi, dengan kaderisasi yang kuat dan pemahaman budaya yang tepat menjadi kunci untuk masa depan yang lebih baik.
Sebelum sesi diakhiri Dr. Ahmad Rifa’i menekankan pentingnya tindak lanjut dari pertemuan yang diikuti oleh orang-orang hebat ini. “Tanpa tindaklanjut solutif dan aplikatif pertemuannya akan ambyar begitu saja,” tegasnya.
Selain itu, tindak lanjut harapannya berkesinambungan. Sehingga perjuangan intens, istiqomah, nyambung terus. Beliau optimis terhadap sumberdaya PP. Rifa’iyah yang apabila istiqomah dalam pergerakan resonansinya akan jadi gelombang perubahan.
Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Ahmad Saifullah