Rifaiyah.or.id – Setiap kali hari lahir organisasi pemuda diperingati, kita sering kali terjebak dalam romantisme masa lalu. Spanduk terbentang, sambutan dibacakan, dan sejarah perjuangan para pendiri dipuja. Namun, sedikit di antara kita yang benar-benar berani bertanya: apakah cita-cita mereka masih hidup dalam tubuh organisasi hari ini, atau telah dikubur oleh kepentingan jangka pendek dan ego kekuasaan kecil di antara kita sendiri?
Pramoedya Ananta Toer pernah menulis, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah.”
Kutipan ini mengingatkan kita bahwa sejarah tidak hidup dari seremoni, tetapi dari kesadaran dan keberanian mencatat kenyataan, termasuk kenyataan pahit bahwa banyak organisasi pemuda kini kehilangan arah ideologis dan substansi perjuangan.
Kita menyaksikan betapa organisasi hari ini sering lebih sibuk menjaga citra daripada memperjuangkan gagasan. Diskusi-diskusi berubah menjadi rutinitas formal, bukan ruang dialektika yang membebaskan. Kader belajar berbicara dalam bahasa aman, bukan bahasa kebenaran. Ideologi direduksi menjadi slogan untuk poster, bukan nilai yang menggerakkan tindakan.
Pram juga mengingatkan, “Kau boleh setia pada cita-cita, tapi jangan buta pada kenyataan.”
Realitas yang harus kita hadapi kini adalah bahwa sebagian organisasi pemuda justru terjebak dalam pragmatisme kekuasaan. Ia kehilangan keberpihakan dan menjadi lembaga yang sibuk mengurus struktur daripada mengurus kesadaran.
Padahal, organisasi pemuda seharusnya menjadi ruang pembebasan, bukan tempat reproduksi kekuasaan. Ia harus melahirkan manusia merdeka — yang berani berpikir, berani berbeda, dan berani menanggung akibat dari keyakinannya.
Maka, harlah bukan sekadar perayaan usia, melainkan pengakuan jujur atas luka dan kekeliruan. Dari situlah pembaruan bisa lahir. Seperti kata Pram, “Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Begitu pula berorganisasi — ia harus menjadi kerja untuk kemanusiaan, bukan sekadar pencarian posisi.
Usia boleh bertambah, tetapi nilai dan kesadaran harus diperbarui. Sebab, organisasi hanya akan hidup sepanjang kadernya berani berpikir kritis dan tetap berpihak pada kebenaran, bukan pada kenyamanan.
Baca Juga: Harlah AMRI ke-24: Dari Kitab Menuju Gerakan, Dari Semangat ke Perubahan
Hazmi, Anggota Kaderisasi PC AMRI Kec. Reban Batang
Penulis: Hazmi
Editor: Yusril Mahendra

