Sejarah Singkat Pramuka
Gerakan Pramuka atau kepanduan pertama kali digagas oleh Robert Stephenson Smyth Baden Powell di Inggris pada tahun 1907 melalui perkemahan perdana di Pulau Brownsea. Dari Inggris, gerakan ini kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.
Pada tahun 1912, pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan gerakan kepanduan di Hindia Belanda dengan nama Padvinders. Organisasi kepanduan pertama yang berdiri saat itu adalah Netherlandesche Padvinders Organisatie (NPO).
Empat tahun kemudian, pada 1916, Sri Mangkunegara VII mendirikan organisasi kepanduan pertama yang lahir dari Indonesia sendiri dengan nama Javaansche Padvinders Organisatie (JPO). Kehadiran JPO memicu lahirnya berbagai organisasi kepanduan di berbagai daerah Nusantara.
Puncaknya, pada 14 Agustus 1961, Presiden Soekarno melebur seluruh organisasi kepanduan menjadi satu wadah resmi bernama Gerakan Pramuka. Nama Pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang berarti “rakyat muda yang suka berkarya”. Presiden Soekarno kemudian ditetapkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan tanggal 14 Agustus diperingati setiap tahun sebagai Hari Pramuka.
Tingkatan Pramuka dan Makna Historisnya
Tingkatan dalam Pramuka di Indonesia terinspirasi dari perjalanan panjang bangsa ini, sejak masa perjuangan melawan penjajah hingga setelah kemerdekaan.
1. Siaga
Berasal dari kata mensiagakan rakyat, merujuk pada masa ketika para tokoh bangsa membangkitkan kesadaran rakyat akan hakikat penjajahan dan pentingnya meraih kemerdekaan. Periode ini berlangsung sebelum tahun 1900, atau sebelum Belanda menerapkan Politik Etis (Politik Balas Budi).
Tokoh-tokoh pejuang di masa ini antara lain Tuanku Imam Bonjol, Cut Nyak Dien, Teuku Umar, Pangeran Diponegoro, Kiai Modjo, dan KH. Ahmad Rifa’i.
KH. Ahmad Rifa’i lahir di Kendal, kemudian menuntut ilmu di Makkah dan Madinah selama delapan tahun. Sepulangnya ke tanah air, beliau menetap di Kalisalak, Batang, mengabdikan hidupnya untuk mengajar dan berjuang melawan penjajah Belanda. Karena aktivitasnya, beliau diasingkan ke Tanah Merah, Ambon, lalu dipindahkan ke Minahasa, Sulawesi Utara, hingga wafat di sana. Makam beliau berada di Kampung Jawa, Kecamatan Tondano, berdampingan dengan makam Kiai Modjo.
2. Penggalang
Diambil dari kata menggalang persatuan dan kesatuan, tingkat ini mencerminkan semangat Sumpah Pemuda 1928, di mana para pemuda dari berbagai daerah berikrar bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu: Indonesia.
3. Penegak
Berasal dari kata menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Periode ini berlangsung dari 1928 hingga 1945, ditandai perjuangan rakyat untuk memproklamasikan kemerdekaan, menegakkan negara, dan mempertahankannya dengan pengorbanan jiwa dan raga.
4. Pandega
Menurut KBBI, pandega berarti ahli, terutama ahli dalam memimpin. Tingkatan ini melambangkan masa pasca-proklamasi, dari 1945 hingga kini, di mana bangsa membutuhkan pemimpin yang cakap untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, termasuk amanat Pembukaan UUD 1945 alinea keempat: mencerdaskan kehidupan bangsa.
KH. Ahmad Rifa’i: Guru Bangsa yang Mencerahkan
KH. Ahmad Rifa’i, yang kini telah diakui sebagai Pahlawan Nasional, telah mencerdaskan kehidupan bangsa jauh sebelum Indonesia merdeka. Di pesantrennya di Kalisalak, beliau mengajarkan berbagai disiplin ilmu—ushul, fikih, tasawuf—dan menulis 65 kitab berbahasa Jawa dan Melayu, agar mudah diakses masyarakat.
Kitab-kitab beliau tidak hanya membahas agama, tetapi juga menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajahan. Pada masa itu, masyarakat masih terbelakang akibat penindasan kolonial. KH. Ahmad Rifa’i hadir sebagai guru bangsa yang mempersiapkan rakyat, menggalang persatuan, dan membentuk karakter generasi untuk menegakkan kemerdekaan.
Penutup
Perjalanan bangsa Indonesia dari masa penjajahan hingga kemerdekaan memiliki kesamaan nilai dengan tingkatan Pramuka: Siaga untuk membangkitkan kesadaran, Penggalang untuk mempersatukan, Penegak untuk menegakkan negara, dan Pandega untuk memimpin dengan bijak.
Terima kasih kepada para pejuang bangsa—termasuk KH. Ahmad Rifa’i—yang telah menginspirasi perjalanan ini.
Selamat memperingati Hari Pramuka, 14 Agustus. Salam Pramuka!
Ditulis oleh: Kak Mulyono, Pembina Pramuka SMA Rifa’iyah Kayen, Pati
Penulis: Mulyono
Editor: Ahmad Zahid Ali