Pendahuluan
Pada abad ke-11 hingga ke-13 Masehi, dunia Islam menghadapi masa sulit. Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran, diiringi dengan serangan Mongol dan Perang Salib. Dalam kondisi penuh gejolak itu, muncul seorang pemimpin besar yang mampu mengembalikan martabat umat Islam, menyatukan bangsa Arab, dan merebut kembali Yerusalem dari tentara Salib. Dialah Shalahuddin al-Ayyubi, panglima agung sekaligus pendiri Dinasti Ayyubiyah.
Keberhasilan Shalahuddin bukan hanya dalam bidang militer, tetapi juga pendidikan, kebudayaan, dan peradaban Islam. Akhlaknya yang mulia membuatnya dikagumi kawan maupun lawan, bahkan menjadi simbol kepemimpinan ideal dalam sejarah Islam.
Profil Shalahuddin al-Ayyubi
Shalahuddin al-Ayyubi, yang bernama lengkap Shalahuddin Yusuf ibn Ayyub, lahir pada tahun 532 H/1137 M di Tikrit, Irak, dan wafat pada 27 Safar 589 H/3 Maret 1193 M di Damaskus. Ia berasal dari keluarga Kurdi yang bekerja di bawah Gubernur Zanki, penguasa Mosul.
Sejak kecil, Shalahuddin dikenal lemah lembut, sensitif, bahkan sering sakit-sakitan. Namun perjalanan hidupnya, terutama saat mendampingi pamannya, Asaduddin Syirkuh, dalam berbagai ekspedisi militer, membentuk dirinya menjadi seorang pemimpin tangguh.
Karier politiknya menanjak setelah diangkat menjadi wazir Mesir pada 1169 M. Ia kemudian menyatukan Mesir dengan Daulah Abbasiyah, menegakkan ajaran Sunni, dan pada tahun 1175 M mendirikan Dinasti Ayyubiyah.
Kepribadian dan Kepemimpinan
Shalahuddin dikenal sebagai pemimpin yang sederhana, dermawan, dan religius. Ia senang berdiskusi dengan ulama, mempelajari hadis, serta menangis ketika mendengar lantunan Al-Qur’an.
Kehidupan pribadinya jauh dari kemewahan istana. Ia dekat dengan rakyat, makan bersama prajuritnya, serta memperlakukan tawanan perang dengan penuh kasih. Bahkan, Shalahuddin pernah mengembalikan seorang anak perempuan kepada ibunya dari pihak musuh, sebuah bukti kebesaran hati yang membuatnya dihormati.
Kesabaran dan keteguhannya tercermin ketika ia sakit parah di tengah peperangan, namun tetap memimpin pasukannya. Hingga akhir hayatnya, Shalahuddin tidak meninggalkan harta kekayaan, melainkan teladan akhlak mulia dan pesan agar umat Islam menjauhi pertumpahan darah.
Prestasi dan Kemenangan Besar
Puncak kejayaan Shalahuddin terjadi pada Perang Salib III. Ia memimpin umat Islam melawan tentara Salib dan meraih kemenangan gemilang dalam Perang Hattin pada 4 Juli 1187 M. Kemenangan ini membuka jalan untuk merebut kembali Yerusalem pada 2 Oktober 1187 M.
Dalam perjanjian dengan Raja Richard dari Inggris (1192 M), Shalahuddin menetapkan bahwa Yerusalem tetap berada di tangan umat Islam, sementara umat Kristen tetap diberi kebebasan berziarah. Sikap toleran dan adil inilah yang membuatnya dikenang hingga kini.
Selain itu, Shalahuddin memperluas wilayah Dinasti Ayyubiyah hingga Mesir, Suriah, Yaman, dan sebagian Mesopotamia.
Sumbangan dalam Peradaban Islam
Shalahuddin al-Ayyubi tidak hanya berjaya di medan perang, tetapi juga membangun fondasi peradaban Islam yang kuat. Beberapa kontribusinya antara lain:
- Pendidikan: memperbarui kurikulum di Universitas Al-Azhar, mendirikan sekolah, madrasah, serta lembaga penerjemahan.
- Ilmu Pengetahuan: mendukung para ilmuwan seperti Maimonides (dokter dan filsuf Yahudi), Abd Latif (dokter dan ahli anatomi), serta Ibn Baytar (ahli botani dan farmasi).
- Pembangunan: mendirikan benteng Qal’ah al-Jabal di Kairo, membangun masjid, rumah sakit, saluran irigasi, serta mengembangkan perdagangan dan industri.
- Toleransi Beragama: menjalin hubungan baik dengan umat Kristen Koptik dan memberikan ruang dialog antaragama.
Akhir Kehidupan dan Warisan
Shalahuddin wafat pada usia 57 tahun setelah memimpin selama sekitar 25 tahun. Ia dimakamkan di Damaskus dan meninggalkan warisan besar berupa Dinasti Ayyubiyah serta teladan kepemimpinan yang menjunjung tinggi keadilan, keberanian, dan kemanusiaan.
Meskipun Dinasti Ayyubiyah kemudian melemah setelah dibagi-bagi kekuasaannya, nama Shalahuddin tetap harum sepanjang zaman. Ia dikenang bukan hanya sebagai penakluk Yerusalem, tetapi juga sebagai simbol kesatuan, keadilan, dan rahmat bagi seluruh umat manusia.
Penutup
Shalahuddin al-Ayyubi adalah sosok yang menorehkan sejarah emas dalam peradaban Islam. Dari seorang pemuda yang lemah dan enggan berperang, ia tumbuh menjadi panglima besar dan pemimpin bijaksana. Prestasi militernya, terutama dalam Perang Salib, dipadukan dengan pembangunan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan nilai kemanusiaan, menjadikannya teladan sepanjang masa.
Keteladanan Shalahuddin sejatinya merupakan cerminan dari ajaran Nabi Muhammad SAW yang menekankan keberanian, keadilan, kasih sayang, serta rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Seperti Rasulullah yang menjadi teladan utama dalam memimpin umat dengan penuh akhlak mulia, Shalahuddin pun meneladani nilai itu dalam kepemimpinannya. Menjelang peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW, sosok Shalahuddin al-Ayyubi mengingatkan kita bahwa kebesaran umat Islam lahir dari perpaduan antara iman, ilmu, jihad, dan akhlak mulia.
Sumber: Sumbangan Shalahuddin Al-Ayyubi Dalam Peradaban Islam
Penulis: Yusril Mahendra
Editor: Yusril Mahendra