Alam sebagai Kitab yang Terbuka
Dengan tulisan ini, kami bermaksud mencari pola-pola universal dari ayat-ayat Allah, baik secara qauliyah maupun kauniyah. Kami memperhatikan dan sempat bertanya-tanya, mengapa lilin ketika cahayanya hendak mati, ia lebih dulu menyala besar, lalu setelah itu padam.
Fenomena tersebut serupa dengan orang yang sakit lama, kadang mengalami koma, lalu tiba-tiba sehat bugar jelang ajal. Dalam istilah medis, fenomena ini disebut terminal lucidity.
Dalam pandangan Islam, alam semesta bukan sekadar benda mati yang bergerak menurut hukum fisika. Ia adalah kitab terbuka, sebagaimana Al-Qur’an adalah kitab tertulis. Keduanya sama-sama ayat-ayat Allah:
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (ayat-ayat) Kami di cakrawala dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa (Al-Qur’an) itu benar.” (QS. Fussilat [41]: 53)
Setiap fenomena alam, dari nyala api hingga beredarnya planet, membawa pesan yang sama: ada keteraturan Ilahi di balik peristiwa fana. Salah satu pola yang berulang di banyak lapisan realitas adalah “puncak cahaya sebelum kegelapan”, atau “puncak hidup sebelum kematian”.
Nyala Lilin Sebelum Padam
Lilin adalah pelajaran kecil tentang energi dan kefanaan. Saat bahan bakarnya hampir habis, sumbu mulai hangus, dan tetes parafin terakhir menguap cepat. Maka sesaat sebelum padam, nyalanya membesar, terang, dan seolah bersemangat hidup kembali.
Secara ilmiah, hal ini disebabkan oleh akumulasi uap parafin yang terbakar sekaligus dalam suplai oksigen terakhir. Tetapi di balik rumus fisika itu tersimpan pesan simbolik dalam kaidah hidup:
“Segala sesuatu menampakkan keindahan terakhirnya sebelum ia kembali ke asal.”
Api itu seperti ingin berpamitan, menunjukkan bahwa bahkan pada saat berakhirnya kehidupan, cahaya tak serta-merta hilang — ia berpindah.
Terminal Lucidity: Kesadaran Sebelum Kematian
Fenomena yang mirip terjadi pada manusia menjelang ajal, dikenal dalam kedokteran sebagai terminal lucidity — kejernihan kesadaran sesaat sebelum wafat.
Orang yang lama koma bisa tiba-tiba sadar, berbicara jernih, bahkan menasihati keluarga, lalu meninggal dalam damai.
Ilmuwan menyebutnya hasil dari lonjakan aktivitas listrik otak yang singkat, atau pelepasan neurotransmitter terakhir. Namun bagi jiwa beriman, itu adalah salam perpisahan ruh kepada dunia materi.
Dalam pandangan ruhani, momen itu adalah “cahaya terakhir” dari akal dan kesadaran — seperti nyala lilin yang bersinar terang sebelum padam. Ruh menampakkan kejernihan hakikatnya, lalu melangkah pulang.
Dunia Menjelang Kiamat: Terang yang Kosong
Rasulullah ﷺ telah menubuatkan bahwa menjelang kiamat, dunia akan tampak sangat makmur, tetapi kosong dari makna.
“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana Islam hanya tinggal namanya, dan Al-Qur’an hanya tinggal tulisannya.” (HR. Al-Bayhaqī)
Secara sosial, itu masa ketika agama tampak bersinar lahiriah — masjid megah, kajian ramai, zakat berlimpah — tetapi ruh keikhlasan dan makna hilang. Itulah bentuk “cahaya besar sebelum padam.”
Islam masih tampak gemerlap, tapi ia sedang bersiap untuk kembali kepada sumbernya, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا
“Islam mulai dalam keadaan asing, dan akan kembali asing sebagaimana ia bermula.” (HR. Muslim)
Fenomena ini paralel dengan nyala lilin terakhir: terang yang tak lama lagi padam, tanda bahwa dunia sedang menyiapkan diri untuk kembali kepada Sang Pencipta.
Pola Universal: Puncak Energi Sebelum Transformasi
Jika kita meluaskan pandangan, ternyata pola ini berlaku di seluruh jagat raya.
| Alam | Fenomena | Penjelasan |
| Kosmos | Supernova — bintang meledak sangat terang sebelum menjadi lubang hitam | Puncak energi sebelum lenyap |
| Biologi | Tanaman berbunga indah sebelum layu | Keindahan terakhir sebelum benih baru |
| Sejarah | Peradaban mencapai kemajuan teknologi tinggi sebelum runtuh moral | Kejayaan dan pemujaan material sebelum kehancuran spiritual |
| Psikologi | Jiwa manusia paling sadar setelah melewati penderitaan | Puncak kesadaran lahir dari kegelapan batin |
Setiap sistem di alam memiliki energi terminal — ledakan terakhir sebelum sunyi. Namun yang padam bukanlah cahayanya, melainkan wadahnya yang telah usai tugas.
Ayat-Ayat Qur’ani yang Menggambarkan Pola Ini
Puncak sebelum kehancuran:
“Ketika mereka merasa gembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba.” (QS. Al-An‘am [6]: 44)
Kegelapan menuju cahaya:
“Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 257)
Kematian bukan akhir, tapi kembalinya kehidupan:
“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup.” (QS. Ar-Rum [30]: 19)
Ayat-ayat ini menegaskan bahwa setiap perubahan besar diawali oleh puncak keadaan sebelumnya — baik terang menuju gelap, maupun gelap menuju terang. Itulah sunnatullah dalam gerak eksistensi.
Makna Spiritual bagi Manusia
Fenomena ini mengajarkan manusia untuk tidak takut pada kegelapan, sebab gelap hanyalah tanda bahwa cahaya sedang berganti wujud.
Sebagaimana lilin berpindah dari sumbu ke udara, bintang berpindah dari bentuk fisik ke gelombang cahaya yang menjelajahi galaksi, dan air menguap menjadi awan — begitu pula ruh berpindah dari jasad menuju alam yang lebih terang.
Bagi manusia beriman, hidup ini hanyalah masa pancaran sementara dari Cahaya Asal:
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah adalah Cahaya langit dan bumi.” (QS. An-Nur [24]: 35)
Refleksi untuk Zaman Kita
Kita hidup di masa ketika ilmu dan teknologi mencapai puncak — cahaya ilmu bersinar dari layar, dari data, dari sinyal. Namun hati manusia sering padam di dalam.
Inilah mungkin “nyala besar sebelum padam” — tanda bahwa dunia sedang menuju fase baru: bukan sekadar kehancuran fisik, tapi transformasi spiritual umat manusia.
Tugas kita bukan memadamkan cahaya itu, tetapi menjaga agar nyalanya kembali kepada sumbernya, bukan kepada egonya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un (sesungguhnya kami berasal dari Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya lah kami akan kembali).
Penutup: Kembali kepada Cahaya
Dari lilin yang sekarat, dari jiwa yang pulang, dari dunia yang menjelang akhir — semuanya mengajarkan satu pola universal:
Setiap cahaya akan mencapai puncaknya sebelum kembali menyatu dengan Cahaya Mutlak.
Dan mungkin, setiap “terang terakhir” di alam ini hanyalah sapaan lembut dari Tuhan yang berkata kepada semesta:
“Sudah cukup engkau bersinar. Kini kembalilah kepada-Ku.”
Demikianlah Sunnatullah Cahaya Terakhir — tadabbur (bukan tafsir) dari ayat-ayat Tuhan dalam wujud lilin, jiwa, dan dunia.
Semoga dari nyala hidup yang sebentar ini, kita belajar untuk hidup sebagai pembawa cahaya yang tidak padam, yaitu ilmu, iman, dan amal saleh yang ikhlas.
Baca Juga: Ketika Niat Bertemu Sains: Rahasia Otak dalam Memahami Kehendak
Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra


