Sebagai kaum muslimin, puasa merupakan kewajiban individual untuk mereka yang sudah terbebani (mukallaf), dan bagaimanapun caranya ibadah puasa harus tetap dilakukan selagi tidak ada udzur yang memperbolehkan seseorang untuk meninggalkanya, seperti bepergian, sakit, atau yang lain, dengan syarat-syarat yang berlaku. Namun saat kita memilih untuk tidak berpuasa maka kewajiban berpuasa akan tetap ada sampai kita mengqodho’ (mengganti) di lain bulan Ramadhan.
Kewajiban qodho bisa dilakukan kapan saja di luar bulan suci Ramadhan selain hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa. Kewajiban ini ditegaskan dalam alquran :
ومن كان مريضا أوعلى سفر فعدة من أيام أخر يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر (البقرة 184)
“dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu”
Bagaimana jika belum membayar hutang puasa namun sudah tiba romadhon lagi ?
Dalam hal ini syaikh Ahmad Rifai mengikuti pendapat qoul mu’tamad yang mengharuskan membayar 1 mud untuk setiap hari yang ia tinggalkan dan kewajiban membayar ini akan terus bertambah seiring bertambahnya tahun apabila puasanya belum di qodho tanpa ada uzdur. Dalam Abyanal Hawaij beliau memaparkan :
ويتكرر بتكرر السنين ولو أخر القضاء المذكور فمات اخرج من تركته لكل يوم وهو مدان
“Lan wajib wola waline fidyah shodaqohan
Sabab wola waline tahun wilangan
Sarta taubat ing Allah Pengeran
Mongko lamun ngakhiraken kateqshiran
Qodlo puwoso romadlon kang wus kasebut
Mongko mati wong iku taqshir kabacut
Mongko wajib fidyah arep ati emut
Metuaken wali ojo pisan luput
Saking tinggalane mayyit artane
Kerono ben dino lan yoiku mud rorone
Sabab moho ngakhiraken qodlo puwoso
Sartane tobat saking taqshir doso”
Hal ini senada dengan apa yang dipaparkan Syeikh Zainuddin Abdul Aziz al Malibari dalam karya monumentalnya Fathul Muin saat mengomentari kitab Qurrotul ‘Ain :
(و) يجب (علي مؤخر القضاء) لشيء من رمضان حتى دخل رمضان آخر(بلا عذر) في التأخير بأن خلا عن السفر والمرض قدر ما عليه (مد لكل سنة) فيتكرر بتكرر السنين.
Dan wajib membayar fidyah satu mud setiap tahun bagi orang yang menunda qodho’ Ramadhan hingga datang bulan Ramadhan berikutnya tanpa ada udzur yang mengharuskan penundaan itu terjadi, sebagaimana orang yang masih memiliki waktu luang dari sakit dan bepergian yang cukup untuk melaksanakan qodho’nya,. Dan fidyah dilipatgandakan sesuai berapa tahun Ramadan yang terlewati.
Berapa 1 Mud Fidyah yang harus dibayarkan?
Fidyah berupa makanan pokok tersebut diberikan kepada fuqara dan orang miskin. Fidyah sekian mud dalam mazhab Syafi’i boleh diberikan kepada seorang fakir atau seorang miskin yang sama.
Satu mud merupakan satuan takaran. Satu mud menjadi ukuran minimal fidyah. Satu mud kira-kira setara dengan 3/4 liter. Satu mud adalah takaran sebesar cakupan dua telapak tangan orang dewasa sebagaimana keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli berikut ini:
والمد حفنة ملء اليدين المتوسطتين
Artinya, “Satu mud adalah cakupan penuh dua telapak tangan pada umumnya,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz II, halaman 910).
Mud adalah satuan takaran. Ia tidak mudah untuk dikonversi ke dalam satuan berat. Sebagian ulama menyetarakan takaran satu mud dengan timbangan seberat 0,6 Kg. Menurut ulama syafi’iyah, takaran satu mud (misalnya) beras memiliki ukuran yang setara dengan bobot 675 gram/6,75 ons beras.
Anwar Maulana Malik