Rifaiyah.or.id – Ketika kita berbicara tentang hubungan antara Indonesia dan Belanda, ingatan kita sering diarahkan pada masa kolonial dan kisah-kisah yang menyertainya. Namun di balik jejak sejarah yang rumit itu, ada satu institusi yang berdiri sebagai jembatan pengetahuan antara masa lalu dan masa kini: Universitas Leiden. Kampus inilah yang hingga hari ini menjadi rumah bagi ribuan naskah kuno Nusantara — termasuk manuskrip-manuskrip penting dari para ulama Jawa seperti KH Ahmad Rifa’i.
Pendirian Universitas Leiden: Sebuah Proyek Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan
Universitas Leiden didirikan pada tanggal 8 Februari 1575 oleh Pangeran Willem van Oranje. Universitas ini adalah yang tertua di Belanda. Pendirian Leiden bukan hanya sebuah hadiah untuk kota Leiden yang telah bertahan dari pengepungan, tetapi juga simbol kebangkitan intelektual Belanda: ilmu pengetahuan adalah fondasi sebuah bangsa merdeka.
Sejak awal abad ke-17, Leiden berkembang menjadi pusat studi hukum, filologi, kedokteran, dan filsafat. Ketika VOC mulai memperluas jaringan dagang dan kolonialnya, Leiden segera menjadi tempat berkumpulnya para sarjana yang mempelajari bahasa, budaya, dan masyarakat negeri-negeri di Timur. Dari sinilah lahir tradisi “Orientalisme Belanda”, sebuah studi yang ingin memahami, sekaligus mengendalikan, wilayah-wilayah Nusantara.
Fokus Akademik Leiden: Studi Timur, Bahasa dan Peradaban
Pada abad ke-18 dan ke-19, Leiden menjadi salah satu pusat studi Asia terpenting di dunia. Kampus ini menonjol dalam ilmu sosial dan riset humaniora. Beberapa fokus akademik Leiden yang berpengaruh bagi kajian Nusantara adalah:
-
Linguistik & Filologi Oriental: Bahasa Melayu dan Jawa menjadi mata pelajaran penting bagi calon pegawai kolonial.
-
Sejarah dan Etnografi Hindia Belanda: Catatan etnografi inilah yang hari ini menjadi arsip yang sangat berharga.
-
Hukum Islam dan Hukum Adat: Banyak orientalis Belanda mempelajari syariat dan tradisi masyarakat Muslim Jawa.
Dengan tradisi akademik seperti itu, tidak heran jika Leiden menghasilkan tokoh-tokoh besar, dari orientalis hingga negarawan, yang terlibat langsung dalam pergulatan ilmu pengetahuan dan kolonialisme. Dan reputasinya sangat mentereng: pada masa keemasan Republik Belanda, kampus ini menjadi magnet bagi cendekiawan Eropa seperti René Descartes, Christiaan Huygens, Baruch Spinoza, dan lainnya.
Kiprah Lulusan Leiden: Dari Intelektual Hingga Diplomat
Lulusan Universitas Leiden tidak hanya berkiprah sebagai ilmuwan, tetapi juga sebagai administrator kolonial, ahli bahasa, arsiparis, diplomat, bahkan sebagai pemimpin negara.
Beberapa nama dari Indonesia yang tercatat sebagai alumni atau berkaitan dengan Leiden:
-
Achmad Soebardjo (Menteri Luar Negeri Indonesia)
-
Sutan Syahrir (Perdana Menteri Indonesia)
-
Sri Sultan Hamengkubuwana IX (Gubernur DIY, tokoh nasional)
-
Poerbatjaraka (budayawan dan pakar sastra Jawa)
dan lainnya.
Hubungan historis Leiden dengan Indonesia memang khusus: saat Hindia Belanda berada di puncak kolonialisme, Leiden menjadi pusat pengumpulan dan analisis data, arsip, dokumen, dan naskah-naskah keagamaan dari Nusantara.
Mengapa Arsip Nusantara Banyak Tersimpan di Leiden?
Pertanyaan ini sering muncul: Mengapa naskah kuno dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Makassar hingga Madura berada di sebuah perpustakaan di Belanda?
Jawabannya antara lain:
a. Tradisi Pengumpulan VOC dan Pemerintah Kolonial
VOC dan pemerintah kolonial Belanda memiliki tradisi kuat dalam mengumpulkan laporan administrasi, salinan kitab-kitab keagamaan, surat-menyurat, bahkan naskah yang disita ketika terjadi pemberontakan atau gerakan keagamaan.
b. Penelitian Para Orientalis
Para ilmuwan Leiden yang bekerja di Hindia Belanda memiliki kebiasaan membeli, menyalin, atau membawa pulang manuskrip untuk dijadikan bahan kajian akademik.
c. Perdagangan Naskah
Pada abad ke-19, naskah Nusantara menjadi komoditas intelektual yang banyak dicari oleh kolektor dan institusi Eropa.
d. Penyitaan Politik
Tidak sedikit naskah keagamaan yang disita karena dianggap “mengganggu ketertiban kolonial”. Inilah yang kelak menjadi sebab mengapa kitab-kitab dari para ulama Jawa — termasuk bagian dari warisan Rifa’iyah — ikut tersimpan di sana.
Bagaimana Naskah Itu Tersimpan hingga Hari Ini?
Perpustakaan Universitas Leiden — melalui koleksi Leiden University Library dan lembaga seperti KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) — mengembangkan sistem preservasi paling modern. Naskah-naskah tersebut disimpan di ruangan bersuhu terkendali, direstorasi secara berkala, dialih-media menjadi mikrofilm dan saat ini digital, dan diberi katalogisasi rinci agar mudah diteliti.
Keberadaan teknologi ini membuat naskah yang berusia ratusan tahun tetap utuh, bahkan bisa diakses oleh peneliti dari seluruh dunia. Sebab itulah Universitas Leiden — dengan reputasi sebagai universitas tertua di Belanda dan kampus yang sangat mentereng — tetap menjadi gerbang pengetahuan penting bagi umat Islam Nusantara yang ingin memahami akar sejarah mereka.
Dan di antara naskah-naskah itu, tersimpan warisan berharga dari seorang ulama pemberani dari kendal–Batang: KH Ahmad Rifa’i.
Baca juga: Menjaga Warisan, Menatap Peluang: Repatriasi Hak Kekayaan Intelektual KH. Ahmad Rifa’i
Penulis: Ahmad Zahid Ali
Editor: Ahmad Zahid Ali



Okay, peeps, testing out taibayvip. They’re going for that VIP feel, and honestly, the interface is nice. Games loaded fast and the customer support was pretty responsive. Might just treat myself here again.