Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
No Result
View All Result
Rifa'iyah
No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen
Home Kolom

Warisan Bukan Sekadar Harta, Tapi Amanah Cinta yang Tertinggal

Ahmad Saifullah by Ahmad Saifullah
November 8, 2025
in Kolom
2
Warisan Bukan Sekadar Harta, Tapi Amanah Cinta yang Tertinggal

KH. Muhammad Abidun, Lc. menyampaikan kajian ilmu faraid dalam Kitab Muslihat karya KH. Ahmad Rifa’i pada Majelis Selapanan PP. Rifa’iyah di Batang. (Rifaiyah Media)

0
SHARES
161
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Rifaiyah.or.id. – Malam itu (5/11/2025), di sebuah majelis taklim selapanan PP. Pusat Rifa’iyah, di Kantor Pimpinan Pusat Rifa’iyah Batang, puluhan pasang mata berbinar mendengarkan kajian ilmu faraid—ilmu pembagian warisan dalam Islam. Bukan sekadar angka dan hitungan, tapi sebuah pelajaran tentang keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab yang melampaui kehidupan.

Bayangkan seorang ibu yang baru saja kehilangan suaminya di medan perang Uhud. Ia datang menghadap Rasulullah dengan membawa dua anak perempuannya yang masih yatim. Hartanya diambil habis oleh sang paman. “Ya Rasulullah,” ratapnya, “Dua anak perempuanku ini sudah dewasa, tapi tak ada yang mau menikahi mereka karena mereka miskin tanpa harta.”

Kisah ini bukan dongeng. Ini adalah asbabun nuzul—latar belakang turunnya ayat waris dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 11. Sebuah cerita nyata yang mengubah peradaban, yang mengajarkan bahwa keadilan tidak boleh ditaklukkan oleh keserakahan.

Ketika Hukum Bertemu Hati Nurani

K.H. Muhammad Abidun, Lc, sang pemateri malam itu, yang juga Ketua Biro Hukum dan Syariat PP. Rifa’iyah memulai dengan pengakuan jujur: “Saya datang dari Pati karena diperintah guru. Sebagai murid, saya sam’an wa tha’atan (mendengar dan taat). Mudah-mudahan saya bukan badal golat—pengganti yang salah.”

Kerendahan hati ini justru membuka hati para hadirin. Karena ilmu sejati bukan tentang kesombongan intelektual, tapi tentang keikhlasan berbagi cahaya pengetahuan.

Dalam kitab Muslihat karangan Hadratus Syekh KH Ahmad Rifa’i, pembagian warisan dijelaskan dengan bahasa Jawa yang mengalir: “Allah ing dalem maris mandum kabeneran”—Allah dalam membagi warisan selalu adil.

Matematika Cinta: Ketika Angka Menceritakan Keadilan

Mengapa anak laki-laki mendapat dua kali bagian dibanding anak perempuan? Pertanyaan ini sering muncul, memicu perdebatan tak berkesudahan.

Jawabannya sederhana namun mendalam: “Ar-rijalu qawwamuna ‘alan nisa—laki-laki adalah pemimpin dan penanggung jawab perempuan.” Seorang suami harus menafkahi dirinya, istrinya, dan anak-anaknya. Sementara istri? Ia tak berkewajiban menafkahi keluarga.

“Bahkan mencuci piring dan memasak, dalam fikih Islam, sejatinya adalah tugas suami,” ujar Pak Kiai sambil tersenyum manis. “Makanya kita sebagai suami harus banyak berterima kasih kepada istri kita.”

Hadirin tertawa, namun ada pelajaran berharga di baliknya: pembagian warisan bukan soal diskriminasi, tapi tentang keseimbangan tanggung jawab.

Kisah Umar bin Khattab: Sang Khalifah yang Mengalah di Rumah

Ada cerita menarik yang dibagikan. Seorang pria hendak mengadu kepada Khalifah Umar bin Khattab tentang istrinya yang cerewet. Sesampainya di rumah Umar, ia mendengar sang khalifah—sosok yang dikenal sangat tegas dan keras—justru dicereweti istrinya. Dan Umar? Ia hanya diam.

Pria itu pun mundur teratur, membatalkan niatnya. Ia baru memahami: kegagahan seorang laki-laki bukan diukur dari kekerasannya di luar, tapi dari kelembutannya di dalam rumah.

“Imam Ghazali pernah bilang,” lanjut Pak Kiai yang juga pengsuh Pondok Pesantren Miftahul Muhtadin Pati, “Salah satu ciri waliyullah adalah diuji dengan istri yang cerewet.” Hadirin kembali tertawa, kali ini dengan pemahaman yang lebih dalam.

Wasiat: Kenapa Didahulukan dari Bayar Hutang?

Inilah yang menarik dari Hadratus Syekh KH Ahmad Rifa’i. Dalam kitabnya, beliau menulis: “Dinginaken wasiat, ngerekaken saking utange mayit”—dahulukan wasiat, baru bayar hutang mayit.

Pandangan ini berbeda dengan jumhur ulama yang mendahulukan hutang. Mengapa?

Setelah penelitian mendalam, ternyata Mbah Rifa’i tidak asal beda. Hadis yang menjadi dalil mendahulukan hutang ternyata memiliki sanad yang lemah. Ada perawi bernama Harits bin A’war yang memiliki masalah dengan hafalan.

Lebih dari itu, ada hikmah sosial: “Wasiat itu sering diabaikan,” sambung Pak Kiai Akromudin sebagai moderator dan pemantik dalam majlis kajian tersebut. “Kalau hutang, yang menghutangi pasti akan menagih. Tapi kalau wasiat? Orang yang diberi wasiat jarang menagih. Makanya perlu penekanan khusus.” Hal ini menunjukkan penekanan KH Ahmad Rifa’i terhadap pentingnya melaksanakan wasiat.

Namun tetap, jika wasiat menghabiskan harta warisan, ia tidak boleh dilaksanakan kecuali semua ahli waris setuju dengan kerelaan.

Meskipun KH Ahmad Rifa’i memberikan penekanan terhadap pentingnya melaksanakan wasiat, di dalam kitab yang sama, yaitu kitab Muslihat di bagian akhir kitab no. 153, beliau juga menjelaskan bahwa mendahulukan bayar hutang baru kemudian memenuhui wasiyat. Seperti yang beliau kutip dari kitab Fathul Qarib al-Mujib, yaitu:

 كُتِبَ قَضَاءُ الدَّيْنِ عَلَى الْوَصِيَّةِ لِأَنَّ قَضَاءَ الدَّيْنِ فَرْضٌ وَالْوَصِيَّةَ مُسْتَحَبَّةٌ

Ndinginaken nyauraken potangan

Ngereaken atas wasiat linakonan

Kerono setuhune nyahuraken ing potangan

Saking utange mayit fardhu ain kawilang

Lan wasiat iku disunnahaken kesawang

Pelajaran dari Sahabat Ansar: Ngalah dalam Urusan Dunia

Allah memuji sahabat Ansar dalam Al-Qur’an: “Wa yu’tsiruna ‘ala anfusihim walau kana bihim khasasah—mereka lebih mengutamakan saudara mereka atas diri sendiri, meskipun mereka sangat membutuhkannya.”

Bayangkan: sahabat Ansar menawarkan rumah, harta, bahkan istri mereka kepada sahabat Muhajirin yang hijrah dari Makkah. Bukan karena mereka kaya raya, tapi karena cinta persaudaraan seiman.

“Dalam urusan dunia, mengalah itu mulia,” tegas Pak Kiai. “Tapi dalam urusan ibadah, kita harus berlomba-lomba. Fastabiqul khairat—berlomba-lombalah dalam kebaikan.”

Ilmu yang Hampir Punah

Rasulullah SAW pernah bersabda: “Wa huwa awwalu ‘ilmin yuntaza’u min ummatihi—ilmu faraid adalah ilmu pertama yang akan hilang dari umatku.”

Prediksi ini mulai terbukti. Berapa banyak keluarga yang berebut warisan tanpa mengindahkan aturan syariat? Berapa banyak hak anak yatim yang terampas karena keserakahan?

“Maka mengkaji ilmu faraid,” kata Pak Kiai dengan penuh semangat, “adalah salah satu cara kita menghidupkan kembali agama Allah. Ini bukan sekadar belajar hitung-hitungan, tapi jihad melawan kelupaan.”

Penutup: Ketika Harta Menjadi Jembatan Menuju Allah

Malam semakin larut. Doa penutup dibacakan dengan khusyuk. Para hadirin pulang dengan pemahaman baru: warisan bukan sekadar urusan duniawi, tapi juga perjalanan spiritual.

Seperti yang disampaikan Mbah Rifa’i dalam kitabnya: “Hasile maksud bejo akhirat, kecadang dadi ratu negoro gedhe sawargo”—hasilnya adalah kebahagiaan akhirat, mendapat kedudukan mulia di surga.

Karena sejatinya, setiap ilmu yang kita pelajari dengan ikhlas, setiap hukum Allah yang kita tegakkan dengan adil, adalah tangga yang membawa kita naik menuju-Nya.

Dan di sinilah keindahan Islam: ia tidak pernah memisahkan urusan dunia dan akhirat. Harta yang dibagi dengan adil di dunia, akan menjadi bekal cahaya di akhirat.


Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Ahmad Zahid Ali & Yusril Mahendra

Tags: fiqih warishukum waris islamilmu faraidkajian IslamKH. Abidun Zuhripembagian warisanPP Rifa'iyahwarisan islamwasiat
Previous Post

Editorial: Menyongsong Musyawarah Wilayah V PW Rifa’iyah Jawa Tengah

Next Post

Musywil PW Rifa’iyah dan AMRI Sulawesi Selatan: Langkah Awal Rifa’iyah di Bumi Celebes

Ahmad Saifullah

Ahmad Saifullah

Jurnalis Freelance

Next Post
Sulawesi Selatan

Musywil PW Rifa’iyah dan AMRI Sulawesi Selatan: Langkah Awal Rifa’iyah di Bumi Celebes

Comments 2

  1. Ahmad Rifa'i says:
    1 month ago

    Maasya Alloh..kereen bgt

    Reply
  2. jlsss1 says:
    1 day ago

    Dude, I just started using jlsss1 and it’s pretty slick! So many options. Definitely checking it out more. jlsss1

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    Gus Sakho, Gemilang Prestasi di Al-Azhar, Suluh Inspirasi Generasi Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Rifa’iyah dan Organisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rukun Islam Satu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rifa’iyah Seragamkan Jadwal Ziarah Makam Masyayikh di Jalur Pantura

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kembali ke Rumah: Ayo Mondok di Pesantren Rifa’iyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Rifa'iyah

Menjaga Tradisi, Menyongsong Masa Depan

Kategori

  • Bahtsul Masail
  • Berita
  • Cerpen
  • Keislaman
  • Khutbah
  • Kolom
  • Nadhom
  • Nasional
  • Sejarah
  • Tokoh
  • Video

Sejarah

  • Rifa’iyah
  • AMRI
  • UMRI
  • LFR
  • Baranusa

Informasi

  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Visi Misi
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 Rifaiyah.or.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Nasional
  • Kolom
  • Nadhom
  • Tokoh
  • Bahtsul Masail
  • Khutbah
  • Sejarah
  • Video
  • Cerpen

© 2025 Rifaiyah.or.id