Dalam kehidupan yang serba kompetitif seperti saat ini, rasa iri terhadap keberhasilan orang lain menjadi racun batin yang halus namun mematikan. Banyak orang merasa tidak puas dengan posisinya, merasa diperlakukan tidak adil ketika melihat tetangganya lebih kaya, lebih dikenal, atau tampak lebih sejahtera. Padahal, semua sudah ada takarannya. Inilah pesan yang disampaikan oleh K. Akrom dalam salah satu pengajiannya yang penuh tawa, namun sarat makna.
“Kenapa yang Sugih Bukan Aku?”
KH. Akrom mengangkat fenomena klasik yang tak lekang oleh waktu: manusia kerap menilai kesuksesan hanya dari sisi materi. Banyak yang bertanya, “Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan kepada orang kaya, seperti Walid bin Mughirah atau Urwah bin Mas’ud?” Sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an:
وَقَالُوا لَوْلَا نُزِّلَ هَٰذَا الْقُرْآنُ عَلَىٰ رَجُلٍ مِّنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ
“Mereka berkata, ‘Mengapa Al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari dua negeri ini (Mekah dan Thaif)?’”
(QS. Az-Zukhruf: 31)
Namun Allah langsung menegaskan bahwa pembagian nikmat-Nya tidak bisa dipaksa mengikuti logika manusia:
أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَ بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Apakah mereka yang membagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang membagi penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.”
(QS. Az-Zukhruf: 32)
KH. Akrom menyambung dengan guyon khasnya:
“Kalau semua orang jadi bos, lha tukang becaknya siapa? Kalau semua ustaz, lha siapa yang jadi jemaah?”
Semua sudah Allah tetapkan dengan seimbang dan adil. Ada yang diberi harta, ada yang diberi ilmu, ada yang dianugerahi kesabaran, dan ada pula yang diberi kesempatan untuk berbagi.
“Sugih Kabeh, Mlarat Kabeh? Ruwet!”
Dengan bahasa yang membumi, K. Akrom menggambarkan realitas dunia. Jika semua orang kaya, kata beliau:
“Nek kabeh sugih, ora ono sing dodolan. Lha terus jajananmu sopo sing adol?”
Ia menjelaskan bahwa dalam kehidupan ini memang harus ada yang kaya dan yang kurang mampu, ada yang memimpin dan ada yang bekerja. Itu bukan bentuk ketidakadilan, tetapi cara Allah menjaga keseimbangan sosial. Sebagaimana firman-Nya:
وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا
“Kami tinggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain dalam derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.”
(QS. Az-Zukhruf: 32)
Dalam konteks ini, Gus Baha juga pernah berpesan:
“Nek pengin tahu Gusti Allah ridho karo awakmu opo ora, deloken wajah wong tuamu pas delok awakmu.”
(Kalau ingin tahu apakah Allah ridho padamu atau tidak, lihatlah wajah orang tuamu saat menatapmu.)
Makmur tapi Mati, Sukses tapi Sepi
KH. Akrom tidak hanya berbicara tentang struktur sosial. Ia juga menyinggung kenyataan masa kini: banyak orang mengejar kemakmuran, namun kehilangan nilai kebersamaan. Semakin sedikit yang tertarik menjadi petani, tukang bangunan, atau penggembala, karena tergiur pekerjaan instan. Beliau menyindir:
“Saiki kabeh kepengin dadi bendahara, sekretaris, kabeh pingin nyekel duit. Tapi sopo sing pingin dadi tamir masjid?”
Bahkan beliau mengingatkan potensi masalah di masa depan: jika semua orang ingin menjadi kaya, siapa yang akan menyembelih hewan kurban? Siapa yang akan mengurus jenazah? Dunia tidak akan berjalan jika semua orang hanya ingin menjadi “atasan”.
Penutup: Berkah Itu Bukan Sekadar Harta
KH. Akrom menutup ceramahnya dengan harapan agar kita tak hanya sukses secara materi, tetapi juga meraih keberkahan dalam hidup. Ia menekankan pentingnya saling tolong-menolong:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ
“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.”
(QS. Al-Ma’idah: 2)
Di akhirat kelak, kekayaan tidak akan banyak berarti. Ketakwaan dan manfaat yang kita berikan kepada sesama itulah yang akan menjadi penolong. Maka pesan moralnya sangat jelas: jangan iri terhadap takdir orang lain. Allah telah mengatur segalanya dengan adil dan penuh hikmah.
“Urip iku ojo mung kepengin dadi gedhe. Tapi dadi penting kanggo wong liya.”
Referensi: https://www.youtube.com/watch?v=KF860eXk-VU
Penulis: Ahmad Saifullah
Editor: Yusril Mahendra