
Meluruskan Niat
Setelah membaca basmalah, hamdalah, shalawat, dan salam, serta sebelum melangkah untuk menerangkan pembatasan masalah dan istilah-istilah penting dalam kitab ini, KH. Ahmad Rifa’i memberikan pesan kepada para pembaca agar membersihkan hati dan meluruskan niat terlebih dahulu:
وَطَهِّرِ الْقَلْبَ وَصَحِّحِ النِّيَّةَ، وَابْتَغِ بِالْأَسْبَابِ لاالأمنية
“Bersihkanlah hati dan luruskanlah niat, barulah menempuh sebab (prosedur belajar yang benar), bukan cuma angan-angan belaka.”
Hati merupakan sumber kebaikan sekaligus sumber keburukan. Hati adalah raja yang dapat memerintahkan seluruh anggota badan untuk memenuhi kehendaknya, serta dapat memperalat seluruh kekuatan jiwa dan raga untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Namun, hati juga merupakan sumber ilmu, kecerdasan, perasaan, dan berbagai kebaikan lainnya. Kebersihan, kasih sayang, kesabaran, cinta, ridha, dan sifat-sifat positif lainnya akan muncul melalui ibadah yang benar dan taqarrub kepada Allah Swt.
Nabi Muhammad Saw. mengingatkan umatnya dengan sabdanya:
أَلَا إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad; dan apabila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari)
Sebelum mempelajari agama Islam, perlu meluruskan niat terlebih dahulu. Sebab, niat bukan hanya merupakan energi yang dapat mendorong semangat, tetapi juga menjadi syarat yang mengarahkan amal menuju keikhlasan. Rasulullah Saw. bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhari)
Adapun perintah untuk menempuh sebab (berikhtiar) karena umat Islam diwajibkan untuk berusaha sungguh-sungguh dalam mencapai tujuan. Ikhtiar tidak bertentangan dengan tawakal. Dalam sebuah hadits, diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw. dengan membawa unta. Ia bertanya, “Apakah aku lepaskan unta ini dan bertawakal kepada Allah, atau aku ikat dan bertawakal kepada Allah?” Nabi Saw. menjawab: “Ikatlah untamu dan bertawakallah.” (HR. Tirmidzi)
Al-umniyyah (jamaknya: al-amani) berarti keinginan, kemauan, kehendak, cita-cita, aspirasi, atau maksud. Namun, KH. Ahmad Rifa’i mengartikannya sebagai “angan-angan belaka,” yaitu keinginan yang tidak disertai dengan usaha nyata. Dalam konteks ini, maksudnya adalah keinginan untuk memahami Kitab Ri’ayah al-Himmah tanpa dibarengi dengan kesungguhan dalam belajar.
Baca sebelumnya: Penjelasan Kitab Ri’ayah al-Himmah 3: Amma Ba’du
Penyusun: KH. Muhammad Toha, KH. Muhammad Abidun, Lc, KH. Sodikin, M.Pd.I, KH. Ahmad Rifa’i
Editor: Yusril Mahendra
Sumber: Metode Pengajaran Kitab Tarajumah (Ri’ayah al-Himmah).
Penerbit: UMRI Kab. Pati